Kamis, 19 Juli 2007


Genealogi Intelektual Ulama Betawi

Rakhmad Zailani Kiki
Staf Seksi Pengkajian CC-JI

Etnis Betawi adalah etnis yang unik. Walau di tanah Betawi purba sudah ada etnis Jawa, namun dalam perjalanan sejarah ia menjadi etnis yang baru, etnis bernama Betawi, hasil dari proses pencampuran dan persilangan yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini dinyatakan oleh PH Willemse yang menjabat sebagai residen Batavia sejak Juli 1929 sampai Oktober 1931 (Mona Lohanda; 2004).

PH Willemse secara terbuka dan jelas menyatakan bahwa ada sebuah etnis baru di Batavia yang terbentuk melalui proses berabad-abad dari pencampuran dan persilangan yang kuat dengan penduduk asli setempat yang disebut sebagai orang Betawi, yang di dalam banyak keunikan, terutama bahasa, sangat berbeda dari nenek moyang mereka.

Sehingga wajar, jika rupa dan perawakan masing-masing orang Betawi satu sama lainnya tidak sama dan beragam atau lebih mendekati etnis-etnis lain dari luar Betawi. Begitu pula jika ditelusuri menurut silsilah hubungan darah, maka akan terlihat nyata jika nenek moyang orang-orang dari etnis Betawi tidaklah satu keturunan dan berasal dari banyak daerah di Indonesia. Begitu pula dengan para ulamanya, yang menempati posisi sentral dalam kehidupan etnis Betawi, tentu satu sama lain memiliki perbedaan genealogis tersebut.

Pada Seminar Genealogi Intelektual Ulama Betawi yang diselenggarakan oleh JIC (Jakarta Islamic Centre) pada tanggal 27 Maret 2007 yang lalu dengan pembicara Prof Dr KH Abdurrahim Radjiun, Prof Dr Yasmin Shihab, Alwi Shahab, dan Drs H Ridwan Saidi semakin menunjukkan peran sentral dari ulama Betawi dalam menjaga etnis ini agar tidak terlepas dari nilai-nilai ajaran Islam dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dan tetap terregenerasikan dengan baik dari awal Islam masuk ke tanah Betawi sampai sekarang ini.

Menurut Ridwan Saidi, penyebaran Islam di tanah Betawi bermula dari berdirinya pesantren Quro di Karawang pada tahun 1428. Syekh Quro atau Syekh Hasanuddin berasal dari Kamboja. Pada awalnya, maksud kedatangan Syekh Quro ke Jawa adalah untuk berdakwah di Jawa Timur. Namun ketika singgah di pelabuhan Karawang, ia membatalkan perjalanannya ke Timur. Syekh Quro kemudian menikah dengan seorang gadis Karawang dan membangun pesantren di Quro, pedalaman.Di kemudian hari, salah seorang santri pesantren bernama Nyai Subang Larang dipersunting Prabu Siliwangi yang dari hasil perkawinan tersebut lahirlah Kean Santang yang kelak menjadi penyebar Islam.

Generasi penerus penyebaran Islam berikutnya, masih menurut Ridwan Saidi, adalah menak Pajajaran yang seiman dengan Kean Santang, seperti Pangeran Syarif dan Pangeran Papak. Pada saat bersamaan, daya sebar Islam di tanah Betawi mencapai momentumnya oleh peranan para dato, seperti Dato Biru di Rawa Bangke, Dato Tanjung Kait di Tangerang, Kumpi Dato di Depok, Dato Ibrahim dan Dato Tongara di Cililitan. Penyeberan Islam di tanah Betawi penuh dengan peperangan. Menurut Ridwan Saidi sebagai yang dikutipnya dari naskah Sunda kuno Carios Parahiyangan, tercatat sebanyak 15 kali peperangan. Peperangan di pihak Islam dipimpin oleh para dato, dan di pihak agama lokal, agama Buwun dan Sunda Wiwitan, dipimpin oleh Prabu Surawesisa yang bertahta sejak tahun 1521 yang dibantu oleh para resi.

Perlawanan tidak hanya berbentuk perlawanan fisik, tetapi juga perlawanan intelektual berbasis di desa Pager Resi Cibinong yang dipimpin oleh Buyut Nyai Dawit. Ia menulis syair perlawanan berjudul Sanghyang Sikshakanda Ng Karesyan (1518). Di kalangan penganut agama lokal, mereka yang beragama Islam dissebut sebagai kaum langgara, dan tempat berkumpulnya disebut langgar. Selanjutnya, penyebaran Islam di tanah Betawi antara tahun 1527-1650, dilanjutkan oleh Pangeran Sugi dari Kampung Padri dan Kong Ja`mirin dari Kampung Marunda. Menurut Ridwan Saidi, pada masa 1650-1750, tidak diketahui lagi mengenai ulama yang memberikan kontribusi terhadap penyebaran dan perkembangan Islam di tanah Betawi.

Namun, Prof Dr KH Abdurrahim Radjiun menyatakan bahwa ulama yang menyebarkan dan mengembangkan Islam di tanah Betawi pada rentang tahun tersebut (1650-1750) tetaplah ada, yaitu dengan merunut dari peran Panglima Fadhillah Khan, Faletehan, atau Fatahillah. (Bersambung).

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Infatuation casinos? dispute this immature [url=http://www.realcazinoz.com]casino[/url] instruction and put off online casino games like slots, blackjack, roulette, baccarat and more at www.realcazinoz.com .
you can also substantiation our remarkable [url=http://freecasinogames2010.webs.com]casino[/url] orientate at http://freecasinogames2010.webs.com and well-ripened in legitimate spondulix !
another unsurpassed [url=http://www.ttittancasino.com]casino spiele[/url] conspiracy is www.ttittancasino.com , during german gamblers, weakening upon during unrestrained online casino bonus.

Anonim mengatakan...

top [url=http://www.c-online-casino.co.uk/]uk casino bonus[/url] brake the latest [url=http://www.realcazinoz.com/]casino[/url] autonomous no set aside reward at the foremost [url=http://www.baywatchcasino.com/]casino
[/url].