Sabtu, 22 Desember 2007

Tung "Dahsyat" Desem Waringin

ST SULARTO

Hanya ada satu kata yang tepat untuk Tung dan bukunya: Revolusioner! Begitu Hermawan Kertajaya, Founder and President Markplus&Co, Jakarta. Sedangkan Andrie Wongso, motivator di Indonesia, menulis "…Jika Anda membaca buku ini, dampaknya pasti akan luar biasa dahsyat!"

Dua komentar itu masuk ke telepon seluler Tung Desem Waringin (40), beberapa saat setelah buku pertama karyanya, Financial Revolution, diluncurkan tahun 2005. Luar biasa! Sebab, pada hari pertama diluncurkan laku 10.511 eksemplar, mengalahkan peredaran hari pertama buku Harry Potter edisi Indonesia.

Padahal, penerbitnya, PT Gramedia Pustaka Utama, hanya mencetak 10.000, masih 511 pemesan menunggu cetakan berikut. Tahun 2007 buku setebal 170 halaman itu mengalami cetak ulang ke-8 dengan jumlah total 80.963 eksemplar, terdiri atas 37.463 eksemplar soft cover dan 43.500 hard cover.

Dahsyat! Seruan setiap awal presentasi pelatihan motivator yang digelari "motivator terheboh" oleh majalah Marketing, karena gaya Tung yang membuat suasana setiap pelatihan hidup, riuh. Ia tak menyapa hadirin dengan selamat pagi atau halo.

Mengapa? "Jawaban baik, afirmatif sifatnya, tidak mengentak," katanya, Rabu (19/12) di Jakarta, seusai rekaman untuk radio Smart FM. Satu jam kemudian ia melesat ke Lembang, Jawa Barat, untuk pelatihan Super-teen bagi 270 remaja usia 12-20 tahun.

Ibarat mantra

Dahsyat ibarat mantra (incantation) menjadi kekuatan ketika diucapkan dengan penuh keyakinan disertai gerak. Seruan "selamat dahsyat" seperti "kembali ke laptop’" Tukul Arwana atau "untung ada saya"-nya Gepeng. Tung punya kata mantra dahsyat, yang bisa diperluas menjadi keyakinan lain seperti "setiap hari saya bertambah sehat, tambah kuat, tambah kaya". Di belakang nama Tung, motivator sejak 2001 itu, lalu terlekat kata "dahsyat". Tung Dahsyat!

Kedahsyatan Tung tak hanya dalam ruang seminar dengan peserta sampai lebih dari 8.000 orang. Tak hanya cara dan isi yang disampaikannya, kedahsyatan menyangkut banyak hal. Tung sendiri kaget. "Dulu, semasa SMA saya pemalu dan gagap, kok bisa jadi motivator orang."

Semasa mahasiswa, ia jadi penjual emas, lalu berkarya di bank dengan ijazah sarjana hukum. Tung berhasil mengubah kinerja BCA cabang Malang dari negatif ke positif. Ia lantas sejak 2001 banting setir sebagai motivator.

Kok bisa? "Saya meyakini apa yang saya katakan, melakukan apa yang saya sampaikan. Kunci sukses menjadi yang terbaik adalah belajar dari yang terbaik dan bekerja sama dengan yang terbaik. Tanpa kita sadari, kita menjadi baik. Uang bukan segalanya, tetapi segalanya memerlukan uang." Pemeo itu menjadi kata kunci semangatnya.

Sukses di Malang, Tung pindah ke BCA Surabaya. Suatu saat, ketika ia berusaha mencari uang untuk biaya rumah sakit ayahnya, ia menemukan kaset motivator pemasaran dunia, Anthony Robbins.

"Belajar dari yang terbaik dan mengambil yang terbaik," kata Tung sambil menyetujui kebijakan Tiga B (berdoa, bekerja, belajar) sebagai kunci sukses. Tung mendirikan TDW Your Breaktrough Partner dengan jabatan managing director sampai sekarang.

Tindakan

Tung yakin mampu memotivasi orang agar sukses. Kunci keberhasilan adalah terobosan dengan fokus personal dan bisnis. Keberhasilan bisnis terletak pada keberanian melakukan aksi. Pemasaran yang dia ajarkan meniru aksi dan gerakan pemain film kungfu Bruce Lee.

"Dengan jumpalitan, melakukan gerakan-gerakan aneh seperti drunker master, yang penting hasilnya musuh nggletak," tegas Tung.

Ia memotivasi orang tanpa perlu terlalu jumpalitan. Tetapi, dengan sesedikit mungkin gerakan, dan tujuan tercapai tanpa meninggalkan aturan main. Ini berbeda dengan pertarungan bebas. Petarung bisa melakukan apa saja untuk menang. "Kalau sudah tak ada harapan, dalam pertarungan bebas kita bisa melakukan terobosan, misalnya menggigit telinga."

"Saya bukan ahli marketing, tetapi finansial," ucapnya. Tetapi, orang telanjur memberinya julukan pakar marketing. Padahal, ia merasa pakar marketing Indonesia itu Hermawan Kertajaya, salah seorang motivator yang dia kagumi selain Ibu Theresa dari India, dai Aa Gym, dan motivator tingkat dunia Robert Kiyosaki.

Dalam pelatihan Tung memberikan dirinya sama seperti penghargaannya pada institusi keluarga. Ia berusaha menyentuh hati pendengar, mempersatukan mata, telinga, perasaan, dan imajinasi. Kesatuan empat faktor itu ada landasan ilmiahnya.

Seperti seruan "dahsyat". Sebab, tindakan orang 7 persen ditentukan pikiran, 38 persen oleh nada, dan 55 persen gerakan. "Ini menegaskan mengapa gerakan tubuh dalam pelatihan diperlukan, semata-mata agar tercapai keyakinan yang diungkapkan."

Pada usia 40 tahun hari ini, motivator yang lebih suka disebut pengusaha ini masih menyisakan cita-cita. "Saya ingin agar pelatihan ini bisa melibatkan pembelajar lebih dari 1,5 juta, sekarang baru satu juta orang. Kepada mereka, saya ingin berbagi cerita kesuksesan yang berguna bagi banyak orang," katanya.

Tung amat sibuk, ia harus mengatur waktu dengan ketat. Dalam setahun dia memberikan lebih dari 52 hari pelatihan meski setiap minggu ia sempatkan 24 jam penuh bersama keluarga. "Selama sehari di rumah, dia antar-jemput anak ke sekolah," tambah Suryani, istrinya. Selama 24 jam itu dia berprofesi sebagai ayah.

Tung menjadikan motivator sebagai hobi. Oleh karena hobi, ia tak menempatkan honor sebagai yang terpenting walaupun untuk setiap pelatihan dia mematok tarif mulai dari gratis sampai 8.000 dollar AS per hari. Karena hobi, berkali-kali pula jam pelatihan molor. "Pernah di BPPT pelatihan dalam keadaan gelap karena lampu sudah dimatikan," ceritanya.

Tentang nama dia, Tung Desem Waringin! Katanya, Tung nama marga, Desem sebab ia lahir bulan Desember, dan Waringin karena orangtuanya mengharapkan anak ketiga dari lima bersaudara ini menjadi pelindung, tempat berteduh.

Para motivator, lain seperti Andrie Wongso, Khrisnamurti, Gde Prama, James Gwee, Andrias Harefa, dan Hermawan Kertajaya, bagi Tung bukanlah pesaing. "Mereka punya penekanan dan ciri khas masing-masing. Mereka itu tempat dan teman belajar," ujarnya.

BIODATA :

Nama: Tung Desem Waringin
Lahir: Solo, 22 Desember 1967
Pendidikan:Sarjana Hukum UniversitasNegeri Sebelas Maret, 1992
Istri: Suryani Untoro (36)
Anak:
- Tung Waldo Kamajaya (9)
- Tung Alta Kania (6)
- Tung Tiago Masimo (2)
Pencapaian:
- Pengusaha dengan investasipada sekitar 15 perusahaan
- Ia digelari motivator ulung,pembicara terbaik di Indonesia,pelatih sukses
nomor satu oleh majalah ”Marketing”
- Aktif pada Dewan PembinaAsosiasi Manajemen IndonesiaDKI Jakarta
- Beberapa rekaman ceramahpelatihan
- Buku ”Final Revolution”,
mendapat penghargaan Murisebagai buku inspirasional pertama dengan penjualan
10.511 eksemplar pada hari pertama diluncurkan

Lee Myung-bak, Penjual Es Jadi Presiden


Jika pada dekade 1990-an lalu Korea Selatan pernah dinyatakan sebagai salah satu negara yang ajaib karena pertumbuhan ekonominya tinggi, maka Lee Myung-bak adalah produk dari negara ajaib itu. Sama seperti Korea Selatan yang bangkit dari kehancuran Perang Korea (1950-1953), Lee adalah presiden yang pernah menjual es.

Lee tak segan untuk mengatakan keajaiban bukanlah suatu yang mustahil untuk diraih. Keajaiban merupakan impiannya. Ya, orang-orang pun pernah menjulukinya sebagai arsitek bisnis yang berkeajaiban yang membuat grup Hyundai menjadi terkenal di Korea Selatan, Asia, dan kini di dunia.

Lee disebutkan meraih sukses dalam bisnis karena ketekunan dan faktor keberuntungan. "Akan tetapi, saya memiliki penjelasan berbeda atas sukses. Sumber sukses saya adalah semangat dan tindakan yang tak mengenal hasil yang tanggung," kata Lee dalam autobiografinya berjudul Tak Ada yang Mustahil yang diluncurkan tahun 1995. Semua pekerjaan harus kelar, tidak bisa ditunda. Karena itu, Lee pun dijuluki sebagai Si Buldoser.

Apakah Lee akan menghasilkan keajaiban baru bagi Korea Selatan (Korsel) setelah menang pemilu presiden pada hari Rabu (19/12)? Kita tunggu saja. Namun, ia sudah mencanangkan program "747". Ia akan mendongkrak pertumbuhan produksi domestik bruto (PDB) ke angka 7 persen per tahun, meningkatkan pendapatan per kapita dari 24.000 dollar AS sekarang ini menjadi 40.000 dollar AS, dan mengusahakan Korsel menjadi kekuatan ekonomi nomor tujuh di dunia. Ia pun mencanangkan pembangunan jalan bawah tanah dari Seoul-Busan.

Melihat kisah perjalanan hidup yang pahit namun berakhir bahagia, ditambah semangat berapi-api ala Korea, tak mustahil Lee mencatatkan keajaiban baru. Ia sudah mencatatkan sejarah baru, menjadi pebisnis pertama yang menjadi presiden.

Idola buruh

Lee punya banyak julukan. Ia dijuluki pahlawan buruh karena memberi inspirasi bagi banyak orang. Menjadi karyawan yang mengandalkan gaji bulanan juga kemudian bisa menjadi kaya raya. Ia memang bukan malaikat. Musuh politik menuduh Lee sebagai taipan koruptor.

Nyatanya warga Korsel memilihnya dengan suara 48,7 persen. Saingan terdekatnya, Chung Dong-young, hanya meraih suara 26,1 persen. Ia menyapu bersih suara di 13 dari 16 wilayah. Ini adalah selisih terbesar sepanjang sejarah pemilu presiden Korsel.

Rakyat pun bersukaria. "Saya sangat bahagia dan rasanya seperti berada kembali di era demokrasi setelah satu dekade Korsel berada di era liberal," kata Park Mi-won, seorang ibu rumah tangga, yang berusia 50-an.

Lee bukan orang asing di Korsel, khususnya Seoul. Ia menjawab Wali Kota Seoul periode 2002-2006. Sejumlah proyek membuat kota Seoul berkembang dan makin modern. Para pemirsa televisi Korsel juga akrab dengan Lee yang kisah hidupnya dijadikan sebagai sinetron, ia digambarkan sebagai pahlawan bisnis yang membangun Korsel dari kehancuran perang.

Makanan sisa

Semasa kecil, Lee hidup miskin. Ia lahir di Osaka, Jepang, 19 Desember 1941, dari ayah yang bekerja di pertanian. Ia anak kelima dari tujuh anak (empat putra dan tiga putri). Pada tahun 1945, setelah Korsel lepas dari penjajahan Jepang, keluarganya hijrah ke kota Pohang. Dalam perjalanan, kapal yang mereka tumpangi tenggelam. Semua penumpang selamat, tetapi barang-barang bawaan tenggelam. Sesampainya di Pohang, kini dijuluki sebagai kota baja, keluarga Lee harus berjuang.

Pernah, di masa kecil, Lee terpaksa berkeliling menjajakan kue dan es. Ini tidak cukup. Keluarga Lee terpaksa makan ampas dari perusahaan pengolahan biji-bijian yang diproses untuk membuat minuman alkohol.

Bahan alkohol di makanan ampas itu membuat wajah Lee sering memerah. Pernah, gurunya menyangka ia adalah anak nakal yang candu alkohol. "Kemiskinan melilit keluarga kami hingga saya berusia 20 tahun," kata Lee.

Lee terancam tak bisa sekolah. Ia meyakinkan ayahnya bisa meraih beasiswa. Lee memang selalu juara satu di SMA di Pohang. Di kota ini dua saudaranya tewas akibat pengeboman tentara AS selama perang Korea.

Kepahitan hidup di Pohang membuat keluarga Lee berangkat ke Seoul pada tahun 1959. Keadaan tidak kunjung berubah pula. Ibunya menjual sayur di kaki lima. Lee jadi kuli bangunan.

Namun, otak yang encer membuat Lee bisa masuk Universitas Korea. Biaya kuliah ia dapat dari pekerjaan menyapu jalanan. Di universitas ia berusaha meraih beasiswa. Minatnya pada politik sudah terlihat ketika terpilih sebagai ketua dewan mahasiswa. Keterlibatan Lee dalam demonstrasi antipemerintahan Park Chung-hee membuatnya sempat dipenjara pada tahun 1964.

Ini menjadi masalah baginya ketika melamar ke Rekayasa dan dan Konstruksi Hyundai (Hyundai Engineering and Construction). Ia pun menyurati Park Chung-hee, yang membuat Hyundai menerima Lee.

Ia mulai meraih kepercayaan bos Hyundai ketika bisa mengatasi para bandit di proyek konstruksi Hyundai di Malaysia. Ia kemudian turut mengotaki pembangunan jalan dan gedung pencakar langit di Korsel.

Bapak dari empat anak ini memiliki sikap percaya diri. Sebagian menuduhnya arogan. Ia pun sering dituduh melakukan bisnis ilegal.

Lee menarik perhatian Chung Ju-yung, pendiri Hyundai. Ia memiliki karier yang terus melejit. Ia meraih untung dari proyek konstruksi, juga karena berhasil melobi Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, Lee Kuan Yeuw (Singapura), Jiang Zemin (China), dan Mikhail Gorbachev.

Setelah berada di Hyundai selama 27 tahun, ia menjadi anggota parlemen pada 1992. Namun, pada tahun 1998 ia mundur karena melanggar pendanaan kampanye pemilu. Ia pergi ke AS untuk kembali lagi pada tahun 1999. Ia kemudian terlibat bisnis saham yang spekulatif, di mana ia sedang terjerat kasus manipulasi. Ia akan resmi menjabat pada 25 Februari. Presiden Roh Mo-hyun sedang menggelar rencana pengusutan. "Saya akan mundur jika terbukti bersalah," kata Lee.

"Apa pun itu, rakyat telah memiliki ekonomi ketimbang moral," demikian harian bisnis Maeil menuliskan, Kamis (20/12).

Ia memang di saat yang tepat, ketika orang mendambakan perekonomian ketimbang ideologi. Korsel bosan dengan moral yang tak kunjung membuat perekonomian berhasil membawa Korsel lebih maju.

"Semua politisi adalah maling," kata Chung Jun-muk (64), pensiunan pekerja konstruksi, pendukung Lee sebagaimana dikutip The New York Times, Kamis (20/12). "Setidaknya Lee cerdas. Bisa saja ia maling, tetapi ia sukses di bisnis dan politik."

(REUTERS/AP/AFP/MON)

Putin Tokoh 2007 Versi " Time"


Rusia Berhasil Kembali ke Jajaran Kekuatan Dunia

New York, Kamis - Majalah Time menobatkan Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai Tokoh Tahun Ini atau Person of the Year untuk tahun 2007. Putin dinilai sukses memulihkan status Rusia sebagai salah satu kekuatan besar dunia.

Putin mengalahkan unggulan lainnya, yaitu mantan Wakil Presiden Amerika Serikat Al Gore; pengarang buku Harry Potter, JK Rowling; Presiden China Hu Jintao; dan komandan AS di Irak, Jenderal David Petraeus. Putin menjadi orang Rusia kelima yang dinobatkan Time sebagai Tokoh Tahun Ini setelah Mikhail Gorbachev, Yuri Andropov, Nikita Khrushchev, dan Joseph Stalin yang terpilih dua kali.

Mengapa Putin? Redaktur Pelaksana Time Richard Stengel mengatakan, Putin dipilih karena perannya membuat Moskwa menjadi pusat penting dunia pada abad XXI. Stengel menegaskan, Tokoh Tahun Ini, yang diadakan sejak tahun 1927, bukan sebuah penghargaan atau dukungan terhadap seseorang, melainkan pengakuan atas sebuah kepemimpinan yang turut membentuk dunia.

"Putin adalah tsar baru Rusia. Dia sama sekali bukan sosok demokrat seperti yang didefinisikan Barat, tetapi dia telah melakukan hal yang luar biasa," kata Stengel, seperti dikutip AFP, Kamis (20/12).

"Dia berbahaya karena dia tidak peduli dengan kebebasan sipil, dia tidak peduli tentang kebebasan berbicara. Dia hanya peduli stabilitas. Memang stabilitaslah yang diperlukan Rusia dan itu sebabnya Rusia sangat memuja dia," kata Richard Stengel.

Dalam situsnya, Time menyebutkan, Putin, anak pekerja pabrik yang kakeknya memasak untuk diktator Soviet, Joseph Stalin, telah memimpin Rusia dengan ketekunan, visi yang tajam, dan rasa yang mewujud dalam semangat "Ibu Rusia".

Transformasi Rusia

Kremlin menyambut baik terpilihnya Putin sebagai Tokoh Tahun Ini. Pemilihan itu dianggap sebagai pengakuan atas peran Putin membawa Rusia keluar dari kekacauan ekonomi dan sosial tahun 1990-an. Dipilihnya Putin oleh Time juga merefleksikan transformasi Rusia dan dampak peran global Putin.

"Ini berita bagus bagi kami. Jejak yang ditinggalkan Presiden Putin di panggung dunia dan terutama di Rusia layak dipuji dan layak dihargai," kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov.

Gorbachev, presiden terakhir era Uni Soviet, mengatakan, Putin adalah pilihan bagus soal stabilitas negara. "Kami memiliki pandangan berbeda dalam beberapa isu, tetapi yang terpenting adalah adanya perubahan arah negara dan perbaikan kualitas hidup," ujarnya.

Lain halnya pendapat mantan juara catur dunia, Garry Kasparov, yang juga oposisi Kremlin. Dia mencela pilihan Time dan mengatakan banyak persoalan di Rusia yang belum teratasi.

"Banyak persoalan hak asasi manusia di sana-sini, ada masalah kebebasan berekspresi, dan sejumlah kecil korupsi walaupun negara bergerak ke arah yang benar. Arsitek utama dari semua itu adalah Presiden Putin sendiri," kata Kasparov.

Pemilihan Putin untuk Tokoh Tahun Ini hanya berselang beberapa hari setelah dia mengumumkan dukungan bagi anak didiknya, Deputi Pertama Perdana Menteri Dmitry Medvedev, yang mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilu mendatang. Putin mengatakan, dia akan menerima tawaran Medvedev untuk menjadi perdana menteri jika Medvedev memenangi pemilu.

Banyak yang percaya bahwa Putin tetap menjadi penguasa Rusia yang sebenarnya, apa pun jabatan dia. Namun, Putin mengatakan bahwa dia tidak akan meremehkan penggantinya.

"Putin telah meletakkan kembali negaranya ke dalam peta. Dia bermaksud menggambar kembali (peta) itu sendiri. Dia akan terus memimpin negaranya sebagai perdana menteri dan berupaya mentransformasi Rusia menjadi negara baru, tidak terikat Timur maupun Barat," sebut Time.

Akan tetapi, kembalinya status Rusia sebagai salah satu kekuatan besar dunia juga menuntun pada persoalan rumitnya hubungan Rusia dengan AS. Beberapa waktu belakangan ini, Kremlin dan Gedung Putih berselisih tajam tentang sejumlah isu, di antaranya reformasi demokrasi di Rusia, program nuklir Iran, dan rencana penempatan sistem tameng rudal AS di bekas negara Pakta Warsawa. (ap/afp/reuters/fro)

Senin, 17 Desember 2007

Mengenang Sajida Khan


Maria Hartiningsih


Sajida Khan akhirnya menyerah. Kanker menghentikan perjuangan feminis ekologi asal Durban, Afrika Selatan, itu pada tanggal 15 Juli tahun 2007. Ia meninggal pada usia 55 tahun. Sajida adalah simbol perlawanan menolak dua perkara besar yang bermuara pada diskriminasi.

Sampai akhir hayatnya Sajida tak berhenti melawan pendekatan elite kapitalis dunia terhadap perubahan iklim: perdagangan karbon. Perjuangan itu adalah kelanjutan dari perjuangan yang tak pernah berakhir meski rezimnya secara resmi ditundukkan pada tahun 1990, yakni apartheid.

Sajida Khan bermukim di kompleks perumahan kulit berwarna, sebelum para birokrat apartheid tahun 1980 menetapkan wilayah di atasnya, Bisasar Road, sebagai tempat buangan limbah di dalam tanah (landfill).

Kanker menggerogotinya tahun 1996. Keponakan Sajida yang tinggal bersamanya meninggal karena leukemia pada usia 11 tahun. Pada tujuh dari 10 rumah di blok permukimannya di Clare Estate, Durban, ditemukan kasus tumor.

Laporan DSW 1996 menemukan unsur kimia Cd (kadmium) sudah tiga kali lebih besar dari batas aman dan Pb (timbal) sudah 10-40 kali melampaui ambang batas. Kedua unsur kimia itu bersifat karsinogen.

Seperti dikutip dari The Sky Is Not The Limit (2007), Bank Dunia dengan inisiatif Prototype Carbon Fund (PCF) pada tahun 2002 sangat antusias mendanai ekstraksi gas dari landfill itu karena mengendus keuntungan yang lumayan. Proyek itu akan mengekstraksi gas metana (CH4)—salah satu komponen gas rumah kaca (GRK)—dari dekomposisi limbah dan menggunakannya sebagai pembangkit listrik sampai 45 megawatt (MW) untuk pasokan nasional.

Reduksi metana dari tempat buangan itu akan menjadi kredit reduksi emisi (ER) yang dijual PCF ke negara lain atau perusahaan untuk mengompensasi komitmen reduksi karbon dalam Protokol Kyoto.

Bagi Bank Dunia, mekanisme itu adalah win-win solution. Namun sebaliknya bagi Sajida. Penderitaan warga adalah tumbal demi pengurangan emisi di negara industri. "Ini adalah bentuk lain dari kolonialisme," ujarnya.

Sajida memenangi gugatannya terhadap Bank Dunia, tetapi pemerintah kota mengingkari janjinya dengan menutup tempat itu dengan perpanjangan izin 20 tahun bagi DSW.

The Washington Post pada bulan Maret 2005 menulis, perjuangan Sajida menghadapi tantangan baru karena protokol itu mendukung negara industri melakukan investasi proyek-proyek "ramah lingkungan" di negara berkembang. Landfill itu akan menjadi mesin pencetak uang bagi Afrika Selatan, sekaligus membantu negara-negara industri memenuhi kewajibannya dalam protokol.

Bisnis emisi

Bisnis karbon mendominasi pembahasan mengenai perubahan iklim sejak Protokol Kyoto diadopsi dalam Konferensi Para Pihak (COP)-3 di Kyoto, Jepang, 11 Desember 1997.

Protokol itu menentukan target dan jadwal penurunan emisi GRK bagi negara Annex-1, yakni negara-negara industri dan negara-negara ekonomi transisi, seperti Rusia, sekitar 5,2 persen dari tingkat emisi bersama tahun 1990. Target ini harus dicapai pada periode komitmen pertama, tahun 2018-2012.

"Induk" dari Protokol Kyoto adalah Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) yang dihasilkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi Bumi tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brasil. Tujuannya menstabilkan emisi GRK di atmosfer agar tak membahayakan sistem iklim.

Isu perubahan iklim saat itu sebenarnya banyak menyentuh perubahan pola konsumsi dan produksi sehingga membuat Presiden Bush (senior) berang. Para perunding di KTT Bumi tidak menerjemahkan prinsip-prinsip tersebut ke dalam suatu rumusan target yang mengikat secara hukum yang harus dicapai negara industri, yang secara historis merupakan kontributor terbesar emisi GRK di atmosfer. AS menolaknya.

AS akhirnya meratifikasi UNFCCC, tetapi menolak Protokol Kyoto. Namun ada perkembangan menarik. Tahun 1991 Konferensi PBB mengenai Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) mendirikan departemen yang mengurus perdagangan GRK. UNCTAD juga mendirikan Asosiasi Perdagangan Emisi Internasional (IETA), kelompok lobi korporasi yang mempromosikan perdagangan emisi.

Bersikap keras

Beberapa organisasi nonpemerintah di tingkat internasional, yang dalam KTT Bumi bersikap keras terhadap korporasi, secara perlahan-lahan mulai menjalin hubungan yang mesra dengan mereka

Pada 1 Januari 1995, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menggantikan Perjanjian Umum mengenai Tarif dan Perdagangan (GATT). WTO adalah organisasi multilateral yang membuat peraturan global tentang perdagangan internasional.

Protokol Kyoto mempunyai tiga mekanisme fleksibel bagi negara-negara Annex-1 untuk mengurangi target GRK kolektifnya pada tahun 2012, yakni Perdagangan Emisi, Joint Implementation (JI), dan Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM).

Ketiganya menggunakan pendekatan pasar dan berpotensi meninggalkan keadilan dalam seluruh tata hubungan, termasuk meninggalkan hak-hak mereka yang paling rentan. Perubahan pola konsumsi dan produksi yang menjadi inti masalah dalam isu perubahan iklim semakin disempitkan menjadi perdagangan emisi dan teknologi.

Mekanisme itu menjadi pembahasan utama setelah COP di Kyoto. "Negara berkembang pun dalam perundingan pasca-2012 berbicara tentang perluasan pasar emisi," ujar Hira Jhamtani dari Bali Collaboration of Climate Change. "Pasar yang dijadikan solusi, bukan pembangunan berkelanjutan."

Lembaga keuangan multilateral mendukung mekanisme perdagangan emisi dengan berbagai inisiatif pendanaan. Itu bisa berarti mengesahkan jual-beli pencemaran udara.

"Kalau perusahaan saya yang menghasilkan emisi 700 ton per tahun dari target emisi 1.000 ton, saya bisa menjual sisanya ke pasar emisi. Sebaliknya, kalau perusahaan saya menghasilkan 1.300 ton emisi, saya bisa mengompensasi kelebihan 300 ton emisi dengan membeli emisi dari perusahaan lain. Jadi, apa ada penurunan emisi?" katanya.

Pada perundingan COP-13 di Bali, Hira menengarai kecenderungan munculnya Comprehensive Multilateral Framework untuk pasca-2012 dengan perluasan pasar emisi dalam COP di Copenhagen tahun 2009.

Artinya, substansi Protokol Kyoto semakin ditinggalkan. Perjuangan Sajida akan berlanjut dalam sejarah panjang.

Rabu, 05 Desember 2007

Hassan Al Bana

Pemikiran dan buku tokoh-tokoh mereka, semacam Hasan Al-Banna, Sayyid Quthub, Said Hawwa, Fathi Yakan, Yusuf Al-Qardhawi, At-Turabi tersebar luas dengan berbagai bahasa, sehingga sempat mewar-nai gerakan-gerakan dakwah di berbagai negara.
Ikhwanul Muslimin, gerakan ini tidak bisa lepas dari sosok pendirinya, Hasan Al-Banna. Dialah gerakan Ikhwanul Muslimin dan Ikhwanul Muslimin adalah dia. Karismanya benar-benar tertanam di hati pengikut dan simpatisannya, yang kemudian senantiasa mengabadikan gagasan dan pemikiran Al-Banna di medan dakwah sepeninggalnya.
Untuk mengetahui lebih dekat hakikat gerakan ini, mari kita simak sejarah singkat Hasan Al-Banna dan berdirinya gerakan Ikhwanul Muslimin.

Kelahirannya
Hasan Al-Banna dilahirkan pada tahun 1906 M, di sebuah desa bernama Al-Mahmudiyyah, yang masuk wilayah Al-Buhairah. Ayahnya seorang yang cukup terkenal dan memiliki sejumlah peninggalan ilmiah seperti Al-Fathurrabbani Fi Tartib Musnad Al-Imam Ahmad Asy-Syaibani, beliau adalah Ahmad bin Abdurrahman Al-Banna yang lebih dikenal dengan As-Sa’ati.

Pendidikannya
Ia mulai pendidikannya di Madrasah Ar-Rasyad Ad-Diniyyah dengan menghafal Al-Qur`an dan sebagian hadits-hadits Nabi serta dasar-dasar ilmu bahasa Arab, di bawah bimbingan Asy-Syaikh Zahran seo-rang pengikut tarekat shufi Al-Hashafiyyah. Al-Banna benar-benar terkesan dengan sifat-sifat gurunya yang mendidik, sehingga ketika Asy-Syaikh Zahran menyerahkan kepemim-pinan Madrasah itu kepada orang lain, Hasan Al-Banna pun ikut meninggalkan madrasah.
Selanjutnya ia masuk ke Madrasah I’dadiyyah di Mahmudiyyah, setelah berjanji kepada ayahnya untuk menyelesaikan hafalan Al-Qur`an-nya di rumah. Tahun ketiga di madrasah ini adalah awal perke-nalannya dengan gerakan-gerakan dakwah melalui sebuah organisasi, Jum’iyyatul Akhlaq Al-Adabiyyah, yang dibentuk oleh guru matematika di madrasah tersebut. Bahkan Al-Banna sendiri terpilih sebagai ketuanya. Aktivitasnya terus berlanjut hingga ia bergabung dengan organisasi Man’ul Muharramat.
Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Madrasah Al-Mu’allimin Al-Ula di kota Damanhur. Di sinilah ia berkenalan dengan tarekat shufi Al-Hashafiyyah. Ia terkagum-kagum dengan majelis-majelis dzikir dan lantunan nasyid yang didendangkan secara bersamaan oleh pengikut tarekat tersebut. Lebih tercengang lagi ketika ia dapati bahwa di antara pengikut tarekat tersebut ada guru lamanya yang ia kagumi, Asy-Syaikh Zahran. Akhirnya Al-Banna bergabung dengan tarekat tersebut. Sehingga ia pun aktif dan rutin mengamalkan dzikir-dzikir Ar-Ruzuqiyyah pagi dan petang hari. Tak ketinggalan, acara maulud Nabipun rutin ia ikuti: “…Dan kami pergi bersama-sama di setiap malam ke masjid Sayyidah Zainab, lalu melakukan shalat ‘Isya di sana. Kemudian kami keluar dari masjid dan membuat barisan-barisan. Pimpinan umum Al-Ustadz Hasan Al-Banna maju dan melantunkan sebuah nasyid dari nasyid-nasyid maulud Nabi, dan kamipun mengikutinya secara bersamaan dengan suara yang nyaring, membuat orang melihat kami,” ujar Mahmud Abdul Halim dalam bukunya. (Al-Ikhwanul Muslimun Ahdats Shana’at Tarikh, 1/109)
Di antara aktivitas selama bergabung dengan tarekat ini ialah pergi bersama teman-teman se-tarekat ke kuburan, untuk meng-ingatkan mereka tentang kematian dan hisab (perhitungan amal). Mereka duduk di depan kuburan yang masih terbuka, bahkan salah seorang mereka terkadang masuk ke liang kubur tersebut dan berbaring di dalamnya agar lebih menghayati hakekat kematian nanti.
Al-Banna terus bergabung dengan tarekat tersebut sampai pada akhirnya ia berbai’at kepada syaikh tarekat saat itu yaitu Asy-Syaikh Basyuni Al-’Abd. Jabir Rizq mengatakan: “…(Hasan Al-Banna) sangat berkeinginan mengambil ajaran tarekat itu, sampai-sampai ia meningkat dari sekedar simpatisan ke pengikut yang berbai’at.” Sepeninggal Basyuni, Al-Banna berbai’at kepada Asy-Syaikh Abdul Wahhab Al-Hashafi, pengganti pendiri tarekat tersebut. Ia diberi ijazah wirid-wirid tarekat tersebut. Dengan bangga Al-Banna mengungkapkan: “Dan saya berteman dengan saudara-saudara dari tarekat Al-Hashafiyyah di Damanhur. Saya rutin mengikuti acara al-hadhrah di Masjid Taubah setiap malam… Sayyid Abdul Wahhab-pun datang, dialah yang memberikan ijazah di kelompok tarekat Hashafiyyah Syadziliyyah, dan saya menda-pat ajaran tarekat ini darinya. Ia juga mem-beri saya wirid dan amalan tarekat itu.”
Karena faktor tertentu, akhirnya kelompok tarekat ini mendirikan sebuah organisasi, bernama Jum’iyyah Al-Hashafiyyah Al-Khairiyyah yang diketuai oleh teman lamanya, Ahmad As-Sukkari. Sementara Hasan Al-Banna menjadi sekretarisnya. Al-Banna mengatakan: “Di saat-saat ini, nampak pada kami untuk mendirikan organisasi perbaikan yaitu Al-Jum’iyyah Al-Hashafiyyah Al-Khairiyyah, dan aku terpilih sebagai sekretarisnya… Lalu dalam perjuangan ini, aku menggantikannya dengan organisasi Ikhwanul Muslimin setelah itu.”
Al-Banna menghabiskan waktunya di madrasah Al-Mu’allimin dari tahun 1920-1923 M. Di sela-sela masa itu, ia juga banyak membaca majalah Al-Manar yang diterbitkan oleh Muhammad Rasyid Ridha, salah seorang tokoh gerakan Ishlahiyyah yang banyak dipengaruhi pemikiran Mu’ta-zilah. Di sisi lain, iapun suka mendatangi Asy-Syaikh Muhibbuddin Al-Khathib di perpustakaan salafinya.
Al-Banna, ketika ingin melanjutkan pendidikannya ke Darul Ulum, sempat bimbang antara melanjutkan atau menekuni dakwah dan amal. Ini dikarenakan interaksinya dengan buku Ihya‘ Ulumuddin. Namun bermodalkan nasehat dari salah seorang gurunya, ia mantap untuk melanjutkan pendidikan.
Ia akhirnya memutuskan melanjutkan pendidikannya di Darul Ulum. Di sini, ia sangat giat membentuk jamaah-jamaah dakwah, sehingga di tengah-tengah aktivitasnya tercetus dalam benaknya, ide untuk menjalin hubungan dengan orang-orang yang duduk di warung-warung kopi dan di desa-desa terpencil untuk mendakwahi mereka. Pada akhirnya Al-Banna lulus dari Darul Ulum pada tahun 1927 M.
Usai pendidikannya di Darul Ulum, ia diangkat menjadi guru di daerah Al-Isma’iliyyah. Iapun mengajar di sekolah dasar selama 19 tahun. Sebelumnya, ia datang ke daerah itu pada tanggal 19 September 1927 dan tinggal di sana selama 40 hari untuk mempelajari seluk-beluk lingkungan tersebut. Ternyata, ia dapati banyak terjadi perselisihan di antara masyarakat, sementara ia berkehendak agar dapat berkomunikasi, bergaul dengan semua pihak, dan mempersatukannya. Usai berpikir panjang, akhirnya ia memutuskan untuk menjauh dari semua kelompok yang ada dan berkonsentrasi mendakwahi mereka yang berada di warung-warung kopi. Lambat laun dakwahnya-pun tersebar dan semakin bertambah jumlah pengikutnya.

Pembentukan Gerakan Ikhwanul Muslimin
Pada bulan Dzulqa’dah 1347 H yang bertepatan dengan Maret 1928, enam orang dari pengikutnya mendatangi rumahnya, membai’atnya demi beramal untuk Islam dan sama-sama bersumpah untuk menjadikan hidup mereka untuk dakwah dan jihad. Dengan itu muncullah tunas pertama gerakan Ikhwanul Muslimin. Selang empat tahun, dakwahnya meluas, sehingga ia pindah ke ibukota Kairo, bersama markas besar Ikhwanul Muslimin. Dengan bergulirnya waktu, jangkauan dakwah semakin lebar. Kini saatnya bagi Al-Banna untuk mengajak anggotanya melakukan jihad amali. Dengan situasi yang ada saat itu, ia membentuk pasukan khusus untuk melindungi jamaahnya. Pada tahun 1942 M, Hasan Al-Banna menetapkan untuk mencalonkan dirinya dalam pemilihan umum, tapi ia mencabutnya setelah maju, karena ada ancaman dari Musthafa Al-Basya, yang waktu itu menjabat sebagai pimpinan Al-Wizarah (Perdana Menteri, ed.). Dua tahun kemudian, ia mencalonkan diri kembali, namun Inggris memanipulasi hasil pemilihan umum.

Wafatnya
Pada tahun 1949 M, Al-Banna mendapat undangan gelap untuk hadir di kantor pusat organisasi Jum’iyyatusy Syubban Al-Muslimin beberapa saat sebelum maghrib. Ketika ia hendak naik taksi bersama Abdul Karim Manshur, tiba-tiba lampu penerang jalan tersebut dipadamkan. Bersamaan dengan itu peluru-peluru beterbangan mengarah ke tubuhnya. Ia sempat dievakuasi dengan ambulans. Namun karena pendarahan yang hebat, ajal menjemputnya. Dengan itu, tertutuplah lembaran kehidupannya.
Demikian sejarah ringkas Hasan Al-Banna bersama gerakan dakwah yang ia dirikan. Pembaca mungkin berbeda-beda dalam menanggapi sejarah tersebut, sesuai dengan sudut pandang yang digunakan. Namun bila kita melihatnya dengan kacamata syar’i, menimbangnya dengan timbangan Ahlus Sunnah, maka kita akan mendapatinya sebagai sejarah yang suram. Mengapa? Karena kita melihat, ternyata gerakan tersebut lahir dari sebuah sosok yang berlatar belakang aliran shufi Hashafi dengan berbagai kegiatan bid’ahnya, seperti bai’at kepada syaikh tarekat dan kepada Al-Banna sendiri sebagai pimpinan gerakan, amalan wirid-wirid Ruzuqiyyah yang diada-adakan, dzikir berjamaah, maulud Nabi, ziarah-ziarah kubur dengan cara bid’ah sampai pada praktek politik praktis di atas asas demokrasi. Gurunyapun campur aduk, dari syaikh tarekat, seorang yang terpengaruh madzhab Mu’tazilah, dan seorang yang berakidah salafi.
Warna-warni sosok pendiri tersebut sangat berpengaruh dalam menentukan corak gerakan tersebut, sehingga warnanyapun tidak jelas, buram. Tidak seperti Ash-Shirathul Mustaqim yang Nabi n katakan:

تَرَكْتُكُمْ عَلىَ مِثْلِ الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا

“Aku tinggalkan kalian di atas yang putih bersih, malamnya seperti siangnya.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Abi ‘Ashim, Al-Hakim, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Zhilalul Jannah no. 33)
Untuk melihat lebih dekat dan jelas buktinya mari kita simak pembahasan berikutnya.

Pandangan Umum terhadap Gerakan Ikhwanul Muslimin
Sekilas, dari sejarah singkat Hasan Al-Banna tampak jati diri gerakan yang didirikannya. Namun itu tidak cukup untuk mengungkap lebih gamblang. Untuk itu perlu kami nukilkan di sini beberapa kesimpulan yang didasari oleh komentar Al-Banna sendiri atau tokoh-tokoh gerakan ini atau simpatisannya.
Pertama: Menggabung Kelompok-kelompok Bid’ah
Tentu pembaca tahu, bahwa bid’ah tercela secara mutlak dalam agama:

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Semua bid’ah itu sesat.” (HR. Muslim, Kitabul Jum’ah, no. 2002)
Kata-kata ini senantiasa Nabi n ucapkan dalam pembukaan khutbahnya. Bahkan Nabi n juga katakan:

لَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثاً

“Allah melaknati orang yang melindungi bid’ah.” (HR. Muslim, Kitabul Adhahi, Bab Tahrim Adz-Dzabh Lighairillah, no. 5096)
Yakni ridha terhadapnya dan tidak mengingkarinya. Dan banyak lagi hadits yang lain. Tapi anehnya, Al-Banna justru menaungi kelompok-kelompok bid’ah sebagaimana dia sendiri ungkapkan: “Sesungguhnya dakwah Ikhwanul Muslimin adalah dakwah salafiyyah… tarekat sunniyah… hakekat shufiyyah…dan badan politik…” (Majmu’ah Rasa`il, hal. 122)
Ini menggambarkan usaha untuk mencampur antara al-haq dan al-bathil. Dan ini adalah cara yang batil. Jika memang dakwahnya adalah salafiyyah yang sesungguhnya –dan itulah kebenaran– tidak mungkin dipadukan dengan shufiyyah dengan berbagai bid’ahnya dan praktek politik praktis yang diimpor dari Barat.
Karena prinsip ini, maka realita membuktikan bahwa: “Ratusan ribu manusia telah bergabung dengan kelompok Ikhwanul Muslimin. Mereka dari kelompok yang bermacam-macam, paham yang berbeda-beda. Di antara mereka ada sekelompok Shufi yang menyangka bahwa kelompok ini adalah Shufi gaya baru…,” demikian ungkap Muhammad Quthub dalam bukunya Waqi’una Al-Mu’ashir (hal. 405).
Bahkan dengan kelompok Syi’ah-pun berpelukan. Itu terbukti dengan usaha Al-Banna untuk menyatukan antara Sunnah dengan Syi’ah, dan tak sedikit anggota gerakan yang beraliran Syi’ah. Umar At-Tilmisani, murid Al-Banna sekaligus pimpinan umum ketiga gerakan ini, mengungkapkan: “Pada tahun empat-puluhan seingat saya, As-Sayyid Al-Qummi, dan ia berpaham Syi’ah, singgah sebagai tamu Ikhwanul Muslimin di markas besarnya. Dan saat itu Al-Imam Asy-Syahid (Al-Banna) berusaha dengan serius untuk mendekatkan antar berbagai paham, sehing-ga musuh tidak menjadikan perpecahan paham sebagai celah, yang dari situ mereka robek-robek persatuan muslimin. Dan kami suatu hari bertanya kepadanya, sejauh mana perbedaan antara Ahlus Sunnah dengan Syi’ah, maka ia pun melarang untuk masuk dalam permasalahan semacam ini… Kemudian mengatakan: ‘Ketahuilah bahwa Sunnah dan Syi’ah adalah muslimin, kalimat La ilaha illallah Muhammad Rasulullah menyatukan mereka, dan inilah pokok aqidah. Sunnah dan Syi’ah dalam hal itu sama dan sama-sama bersih. Adapun perbedaan antara keduanya adalah pada perkara-perkara yang mungkin bisa didekatkan.” (Dzikrayat la Mudzakkirat, karya At-Tilmisani, hal. 249-250)
Benarkah dua kelompok itu sama dan bersih dalam dua kalimat syahadat? Tidakkah Al-Banna tahu, bahwa di antara kelompok Syi’ah ada yang menuhankan ‘Ali bin Abi Thalib? Tidakkah dia tahu bahwa Syi’ah menuhankan imam-imam mereka, dengan menganggap mereka mengetahui perkara-perkara ghaib? Tidakkah dia tahu bahwa di antara Syi’ah ada yang meyakini bahwa Malaikat Jibril keliru menyampaikan risalah –mestinya kepada Ali, bukan kepada Nabi n–? Seandainya hanya ini saja (penyimpangan) yang dimiliki Syi’ah, mungkinkah didekatkan antara keduanya? Lebih-lebih dengan segudang kekafiran dan bid’ah Syi’ah.
Kedua: Lemahnya Al-Wala` dan Al-Bara`
Pembaca, tentu anda tahu bahwa Al-Wala` (loyalitas kepada kebenaran) dan Al-Bara` (antipati terhadap kebatilan) merupakan prinsip penting dalam agama kita, Islam.
Abu ‘Utsman Ash-Shabuni (wafat 449 H) mengatakan: “Dengan itu, (Ahlus Sunnah) seluruhnya bersepakat untuk merendahkan dan menghinakan ahli bid’ah, dan menjauhkan serta menjauhi mereka, dan tidak berteman dan bergaul dengan mereka, serta mendekatkan diri kepada Allah dengan menjauhi mereka.” (‘Aqidatussalaf Ashabil Hadits, hal. 123, no. 175)
Tapi prinsip ini menjadi luntur dan benar-benar luntur dalam manhaj gerakan Ikhwanul Muslimin. Itu terbukti dari penjelasan di atas. Juga sambutan hangatnya terhadap pimpinan aliran Al-Marghiniyyah, sebuah aliran wihdatul wujud yang menganggap Allah menjadi satu dengan makhluk (lihat Qafilatul Ikhwan Al-Muslimin, 1/259, karya As-Sisi). Lebih dari itu –dan anda boleh kaget– Al-Banna mengatakan: “Maka saya tetapkan bahwa permusuhan kita dengan Yahudi bukan permusuhan karena agama. Karena Al-Qur`an menganjurkan untuk bersahabat dengan mereka. Dan Islam adalah syariat kemanusiaan sebelum syariat kesukuan. Allah-pun telah memuji mereka dan menjadikan kesepakatan antara kita dengan mereka… dan ketika Allah ingin menyinggung masalah Yahudi, Allah menyinggung mereka dari sisi ekonomi, firman-Nya….” (Al-Ikhwanul Al-Muslimun Ahdats Shana’at Tarikh, 1/409 dinukil dari Al-Maurid, hal. 163-164)
Apa yang pantas kita katakan wahai pembaca? Barangkali tepat kita katakan di sini:

أَفَتُؤْمِنُوْنَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُوْنَ بِبَعْضٍ

“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al-Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain?” (Al-Baqarah: 85)
Ke mana hafalan Al-Qur`an-nya? Siapapun yang membaca pasti tahu bahwa Allah telah mengkafirkan Yahudi, mereka membunuh para nabi, mencela Allah, tidak mau beriman kepada Nabi Muhammad n, dan beberapa kali berusaha membunuh Nabi n. Apakah ini semua tidak pantas menimbulkan permusuhan antara muslimin dengan Yahudi dalam pandangannya?
Bukti lain tentang lemahnya Al-Wala` dan Al-Bara`, bahwa sebagian penasehatnya adalah Nashrani. Menurut pengakuan Yusuf Al-Qardhawi, katanya: “Saya tumbuh di sebuah lingkungan yang berkorban untuk Islam. Madrasah ini, yang memimpinnya adalah seorang yang mempunyai ciri khas keseimbangan dalam pemikiran, gerakan, dan hubungannya. Itulah dia Hasan Al-Banna. Orang ini sendiri adalah umat dari sisi ini, di mana dia bisa bergaul dengan semua manusia, sampai-sampai sebagian penasehatnya adalah orang-orang Qibthi –yakni suku bangsa di Mesir yang beragama Nashrani– dan ia masukkan mereka ke dalam departemen politiknya…” (Al-Islam wal Gharb, ma’a Yusuf Al-Qardhawi, hal. 72, dinukil dari Dhalalat Al-Qardhawi, hal. 4)
Padahal Allah k berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُوْنِكُمْ لاَ يَأْلُوْنَكُمْ خَبَالاً وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُوْرُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ اْلآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُوْنَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (Ali ‘Imran: 118)
Ketiga: Tidak Perhatian terhadap Aqidah
Pembaca, aqidah adalah hidup matinya seorang muslim. Bagi muslim sejati, yang berharga menjadi murah demi membela aqidah. Aqidah adalah segala-galanya, tidak bisa main-main, tidak bisa coba-coba. Tapi tidak demikian adanya dengan kelompok yang kita bicarakan ini. Itu terbukti dari keterangan di atas, ditambah keadaan Al-Banna sendiri yang tidak beraqidah salaf dalam mengimani Asma`ul Husna dan sifat-sifat Allah. Salah jalan, ia terangkan aqidah salaf tapi ternyata itu aqidah khalaf (yang datang belakangan dan menyelisihi salaf). Ungkapnya: “Adapun Salaf, mereka mengatakan: Kami beriman dengan ayat-ayat dan hadits-hadits sebagaimana datangnya, dan kami serahkan keterangan tentang maksudnya kepada Allah tabaraka wa ta’ala, sehingga mereka menetapkan sifat Al-Yad (tangan) dan Al-’Ain (mata)… Semua itu dengan makna yang tidak kita ketahui, dan kita serahkan kepada Allah pengetahuan tentang ilmunya…” (Majmu’ Rasa`il, karya Al-Banna, hal. 292, 324)
Tauhid Al-Asma` dan Sifat, adalah salah satu dari tiga unsur penting dalam ilmu-ilmu tentang Allah k. Intinya adalah mengimani nama-nama Allah k dan sifat-sifat-Nya sebagaimana Allah k sebutkan dalam Al-Qur`an atau Nabi n sebutkan dalam hadits yang shahih.
Aqidah Ahlussunnah dalam hal ini tergambar dalam jawaban Imam kota Madinah saat itu, Al-Imam Malik bin Anas Al-Ashbuhi t, ketika ditanya oleh seseorang: “Allah naik di atas ‘Arsy-Nya, bagaimana di atas itu?” Dengan bercucuran keringat karena kaget, beliau menjawab: “Naik di atas itu diketahui maknanya. Caranya tidak diketahui. Iman dengannya adalah wajib. Dan bertanya tentang itu adalah bid’ah!”
Ucapan Al-Imam Malik ini minimalnya mengandung empat hal:
1. Naik di atas itu diketahui maknanya: Demikian pula nama, sifat dan perbuatan Allah yang lain seperti, murka, cinta, melihat, dan sebagainya. Semuanya diketahui maknanya, dan semua itu dengan bahasa Arab yang bisa dimengerti.
2. Tapi caranya tidak diketahui: yakni kaifiyyah, cara dan seperti apa tidaklah diketahui, karena Allah k tidak memberi-tahukan perincian tentang hal ini. Demikian pula sifat-sifat yang lain.
3. Iman dengannya adalah wajib: karena Allah memberitakannya dalam Al-Qur`an dan Nabi n mengabarkan dalam haditsnya yang shahih.
4. Dan bertanya tentang itu adalah bid’ah: yakni bertanya tentang tata caranya dan seperti apa sifat-sifat tersebut adalah bid’ah, tidak pernah dilakukan oleh generasi awal. Mereka beriman apa adanya, karena Allah k tidak pernah memberitakan perincian tata caranya. Berbeda dengan ahli bid’ah yang melakukan takyif yakni mereka-reka kaifiyyah sifat tersebut, atau bertanya untuk mencari tahu dengan pertanyaan: Bagaimana?
Dengan penjelasan di atas, maka ucapan Hasan Al-Banna: …”Semua itu dengan makna yang tidak kita ketahui, dan kita serahkan kepada Allah pengetahuan tentang ilmunya”, adalah ucapan yang menyelisihi kebenaran. Dan ini tentu bukan manhaj salaf. Bahkan ini adalah manhaj Ahluttafwidh atau Al-Mufawwidhah, yang menganggap ayat dan hadits tentang sifat-sifat Allah itu bagaikan huruf muqaththa’ah, yakni huruf-huruf di awal surat seperti alif lam mim, yang tidak diketahui maknanya.
Madzhab ini sangat berbahaya, yang konsekuensinya adalah menganggap Nabi n dan para shahabatnya bodoh, karena mereka tidak mengetahui makna ayat-ayat itu. Oleh karenanya, Ibnu Taimiyyah t mengatakan bahwa: “Al-Mufawwidhah termasuk sejahat-jahat ahli bid’ah.” (lihat Dar`u Ta’arudhil ‘Aql wan Naql karya Ibnu Taimiyyah, 1/201-205, dinukil dari Al-Ajwibah Al-Mufidah, hal. 71)
Bukti lain, ia hadir di salah satu sarang kesyirikan terbesar di Mesir yaitu kuburan Sayyidah Zainab, lalu memberikan wejangan di sana, tetapi sama sekali tidak menyinggung kesyirikan-kesyirikan di sekitar kuburan itu (lihat buku Qafilatul Ikhwan, 1/192). Jika anda heran, maka akan lebih heran lagi ketika dia mengatakan: “Dan berdoa apabila diiringi dengan tawassul kepada Allah k dengan perantara seseorang dari makhluk-Nya, adalah perbedaan pendapat yang sifatnya furu’ (cabang) dalam hal tata cara berdoa dan bukan termasuk perkara aqidah.” (Majmu’ Rasa`il karya Al-Banna, hal. 270)
Pembaca, jika anda mengikuti kajian-kajian majalah kesayangan ini, pada dua edisi sebelumnya dalam Rubrik Aqidah akan anda dapati pembahasan tentang tawassul. Tawassul (menjadikan sesuatu sebagai perantara untuk menyampaikan doa kepada Allah) telah dibahas panjang lebar oleh ulama dan sangat erat kaitannya dengan aqidah. Di antara tawassul itu ada yang sampai kepada derajat syirik akbar, adapula yang bid’ah. Dari sisi ini, bisa pembaca bandingkan antara nilai aqidah menurut para ulama dan menurut Hasan Al-Banna.
Keempat: Menganggap Sepele Bid’ah dalam Agama
Sekilas telah anda ketahui tentang bahaya bid’ah yang Nabi n katakan:

شَرُّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا

“Sejelek-jelek perkara adalah perkara yang diada-adakan.” (HR. Muslim, Kitabul Jum’ah, no. 2002)
Oleh karenanya, Nabi n berpesan:

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ ...

“Dan jauhi oleh kalian perkara-perkara baru (yakni dalam agama) karena semua bid’ah itu sesat, dan semua kesesatan di neraka.” (Shahih, HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Namun berbeda keadaannya dengan gerakan Ikhwanul Muslimin, sebagaimana anda baca dalam sejarah ringkas Al-Banna. Berbagai macam bid’ah ia kumpulkan, kelompok-kelompok bid’ah ia rangkul, acara bid’ah ia datangi seperti maulud Nabi dan dzikir bersama dengan satu suara, bahkan sebagian bacaannya mengandung aqidah wihdatul wujud. Tentu itu bukan secara kebetulan, terbukti dengan penegasannya: “Dan bid’ah idhafiyyah, tarkiyyah, dan iltizam pada ibadah-ibadah yang bersifat mutlak adalah perbedaan fiqih, yang masing-masing punya pendapat dalam masalah itu…” (Majmu’ Rasa`il karya Al-Banna, hal. 270)
Ia hanya anggap bid’ah-bid’ah itu layaknya perbedaan fiqih biasa. Coba bandingkan dengan wasiat Nabi n di atas. Oleh karenanya, muncul kaidah mereka yang sangat populer: “Kita saling membantu pada perkara yang kita sepakati, dan saling mamaklumi pada apa yang kita perselisihkan.” Pada prakteknya, mereka saling memaklumi dengan Syi’ah, Shufi yang ekstrim, bahkan Yahudi dan Nashrani, apalagi ahli bid’ah yang belum sederajat dengan mereka.
Sedikit penjelasan terhadap ucapan Al-Banna, bid’ah idhafiyyah adalah sebuah amalan yang pada asalnya disyariatkan, tapi dalam pelaksanaannya ditambah-tambah dengan sesuatu yang bid’ah. Termasuk di dalamnya yaitu sebuah ibadah yang mutlak, artinya tidak terkait dengan waktu, jumlah, tata cara, atau tempat tertentu. Tetapi dalam pelaksanaannya, seseorang mengaitkan dengan tata cara tertentu dan iltizam (terus-menerus) dengannya. Contoh dzikir dengan ucapan La ilaha Illallah, dalam sebuah hadits dianjurkan secara mutlak, tapi ada orang yang membatasi dengan jumlah tertentu (500 kali, misalnya) dan beriltizam dengannya.
Bid’ah tarkiyyah, adalah mening-galkan sesuatu yang Allah halalkan atau mubahkan dengan niat ber-taqarrub, mendekatkan diri dan beribadah kepada Allah dengan itu. Contohnya adalah orang yang tidak mau menikah dengan tujuan semacam itu, seperti yang dilakukan pendeta Nashrani dan sebagian muslimin yang mencontoh mereka. (lihat Mukhtashar Al-I’tsham, hal. 11 dan 72)
Kelima: Bai’at Bid’ah
Bai’at adalah sebuah ibadah. Layaknya ibadah yang lain, tidak bisa dibenarkan kecuali dengan dua syarat: ikhlas dan sesuai dengan ajaran Nabi n. Dalam sejarah Nabi dan para shahabatnya, bahkan para imam Ahlus Sunnah setelah mereka, mereka tidak pernah memberikan bai’at kepada selain khalifah, imam, atau penguasa muslim. Maka, sebagaimana dikatakan Sa’id bin Jubair –seorang tabi’in–: “Sesuatu yang tidak diketahui oleh para Ahli Badr (shahabat yang ikut Perang Badr), maka hal itu bukan bagian dari agama.” (Al-Fatawa, 4/5 dinukil dari Hukmul Intima`, hal. 165). Al-Imam Malik mengatakan: “Sesuatu yang di masa shahabat bukan sebagai agama, maka hari ini juga bukan sebagai agama.” (Al-Fatawa, 4/5 dinukil dari Hukmul Intima`, hal. 165)
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya tentang bai’at, beliau menjawab: “Bai’at tidak diberikan kecuali kepada waliyyul amr (penguasa) kaum muslimin. Adapun bai’at-bai’at yang ada ini adalah bid’ah, dan merupakan akibat dari adanya ikhtilaf (perselisihan). Yang wajib dilakukan oleh kaum muslimin yang berada di satu negara atau satu kerajaan, hendaknya bai’at mereka hanya satu dan untuk satu pimpinan…” (Fiqh As-Siyasah As-Syar’iyyah hal. 281 dan lihat Al-Maurid Al-’Adzb Az-Zulal, karya An-Najmi hal. 214). Lebih rinci tentang hukum bai’at, silakan anda buka-buka kembali Asy-Syariah edisi-edisi sebelumnya.
Sementara, Hasan Al-Banna sendiri berbai’at kepada syaikh tarekat shufi. Dan ketika mendirikan gerakan ini, ia dibai’at oleh enam tunas gerakan ini, bahkan Al-Banna menjadikan bai’at sebagai unsur penting manhaj gerakan Ikhwanul Muslimin. Dia katakan: “Wahai saudara-saudara yang jujur, rukun bai’at kita ada sepuluh, hafalkanlah: 1. Paham, 2. Ikhlas, 3. Amal, 4. Jihad, 5. Pengorbanan, 6. Taat, 7. Kokoh, 8. Konsentrasi, 9. Persaudaraan, 10. Percaya.” (Majmu’ Rasa`il, karya Al-Banna, hal. 268)
Untuk mengkaji kritis secara tuntas point-point itu tentu butuh berlembar-lembar kertas. Namun cukup untuk mengetahui batilnya, bahwa rukun-rukun bai’at ini berdiri di atas asas bai’at yang salah. Sebagai tambahan, tahukah anda apa yang dimaksud ketaatan pada point keenam? Silahkan anda simak penuturan Al-Banna: “…Dan pada periode kedua yaitu periode takwin (menyusun kekuatan), aturan dakwah dalam periode ini adalah keshufian yang murni dari sisi rohani dan militer murni dari sisi amal. Dan selalu, motto dua sisi ini adalah ‘komando’ dan ‘taat’ tanpa ragu, bimbang, bertanya, segan.” (Risalah Ta’lim, karya Al-Banna, hal. 274)
Yakni taat komando secara mutlak, bagaikan mayat di hadapan yang memandikan. Sedangkan Nabi n saja, dalam bai’at yang sah mensyaratkan ketaatan dengan dua syarat:
1. Pada perkara yang sesuai syariat.
2. Sebatas kemampuan.
(lihat Al-Maurid Al-’Adzb Az-Zulal, karya An-Najmi hal. 217)
Tahukah pula anda, apa yang dimaksud dengan paham pada point pertama? Mari kita simak penuturan sang imam ini: “Hanyalah yang saya maukan dengan ‘paham’ ini, adalah engkau harus yakin bahwa pemikiran kami adalah Islami dan benar, dan agar engkau memahami Islam sebagaimana kami memahaminya dalam batas 20 prinsip yang kami ringkas seringkas-ringkasnya.” (Majmu’ Rasa`il, karya Al-Banna, hal. 356)
Pembaca, haruskah seseorang berbai’at untuk membenarkan pemikiran Al-Banna yang sedemikian rupa, seperti anda baca? Haruskah kita memahami Islam seperti dia pahami, hanya berkutat pada 20 prinsip yang ia buat, itu pun bila prinsip-prinsip itu benar?
Anehnya juga, ketika menyebutkan 38 kewajiban muslim berkaitan dengan bai’at tersebut, salah satunya adalah: “Jangan berlebih-lebihan minum kopi, teh dan minuman-minuman sejenis yang membuat susah tidur.” (Majmu’ Rasa`il, karya Al-Banna, hal. 277, dinukil dari Haqiqatud Da’wah, karya Al-Hushayyin, hal. 80), namun dia tidak menyinggung masalah pembenahan aqidah.
Pembaca yang saya muliakan, dari penjelasan di atas tentu anda merasakan, bagaimana sosok Hasan Al-Banna begitu mewarnai corak gerakan yang ia dirikan. Sekaligus anda dapat mengetahui betapa jauhnya gerakan ini dari Ash-Shirathul Mustaqim, jalan yang digariskan Nabi n dan kita diperintahkan menelusurinya serta berhati-hati dari selainnya. Lebih-lebih, gerakan ini juga, tidak kurang-kurangnya memuji musuh-musuh Allah seperti, Al-Khomeini, dan tokoh-tokoh Syi’ah yang lain, Al-Marghini tokoh wihdatul wujud, memusuhi Muwahhidin, melakukan pembunuhan-pembunuhan kepada aparatur negara yang dianggap merugikan dengan cara yang tidak syar’i, berdemo, melakukan kudeta tanpa melalui prosedur syar’i, nasyid ala shufi dan sandiwara. Dan betapa pengikutnya berlebihan dalam menyanjung Al-Banna sampai menjulukinya Asy-Syahid (yang mati syahid), dan dengan yakin salah satu di antara mereka mengatakan: “Bahwa ia (yakni Hasan Al-Banna) hidup di sisi Rabbnya dan mendapat rizki di sana.” (lihat Al-Maurid Al-’Adzb Az-Zulal, karya An-Najmi hal. 206, 165, 208, 226, 229, 117, 228)
Padahal, Al-Imam Al-Bukhari menyebutkan sebuah bab dalam bukunya Shahih Al-Bukhari berjudul: “Tidak boleh dikatakan bahwa fulan adalah syahid”, lalu beliau sebutkan dalilnya. Beliau juga menyebutkan hadits dalam bab lain: “…Bahwa Ummul ‘Ala berkata: ‘Utsman bin Mazh’un dapat bagian di rumah kami (setelah diundi), maka ketika ia sakit kami mera-watnya. Tatkala wafat, aku katakan: ‘Persaksianku atas dirimu wahai Abu Sa`ib ('Utsman bin Mazh’un) bahwa Allah telah memuliakanmu’. Maka Nabi n mengatakan: ‘Darimana engkau tahu bahwa Allah telah memuliakannya?’ Saya katakan: ‘Ayah dan ibuku tebusanmu, wahai Rasulullah. Demi Allah, saya tidak tahu.’ Maka Nabi n mengatakan: ‘Sesungguhnya aku, demi Allah, dan aku ini adalah utusan Allah, aku tidak tahu apa yang akan Allah perlakukan kepadaku dan kepada kalian’.” (Shahih, HR. Al-Bukhari)
Wahai saudaraku, sadarlah dan ambillah pelajaran....

Senin, 03 Desember 2007

Ssstt, Ada Bisnis Empuk di Arena Politik!


Sumber: Majalah Swa Sembada, Maret 2007
04/04/2007 16:00

Sejauh ini jasa survei (riset) termasuk di antara jasa yang paling dibutuhkan para tokoh politik. Terutama sekali untuk memantau reputasi mereka di mata publik. Selain jasa survei, di pentas ini pula berkembang jasa konsultasi pemenangan pemilu, konsultan branding dan public relations (PR). Bahkan, muncul pula bisnis pengerahan massa untuk mendukung atau menolak tokoh politik tertentu, meski untuk yang terakhir ini biasanya dilakukan atas nama kelompok massa tertentu, bukan dengan memakai ”baju” korporat. LSI termasuk salah satu pemain yang paling aktif menggarap bisnis berbau politik ini.

Bisnis memang bisa digali di mana saja, termasuk di arena politik. Khususnya bagi mereka yang bergerak di jasa kehumasan (public relations), personal branding, survei (polling), dan semacamnya. Maklum, kini makin banyak saja tokoh yang ingin tampil dalam rangka memperebutkan suara publik. Entah untuk menjadi kepala daerah, anggota legislatif, ataupun jabatan politik lainnya. Kalau dihitung-hitung, bisnis yang bisa digarap memang cukup menggiurkan. Setidaknya bisa dilihat dari jumlah pemilihan langsung di Tanah Air. Ada pemilihan untuk 500 anggota DPR; 33 gubernur, serta sekitar 460 pemilihan untuk jabatan bupati dan wali kota. ”Situasi politik yang berubah kini membawa pasar baru,” kata Denny J.A., pemilik perusahaan riset politik Lingkaran Survei Indonesia (LSI), mengakui.

Bila diamati, sejauh ini jasa survei (riset) termasuk di antara jasa yang paling dibutuhkan para tokoh politik. Terutama sekali untuk memantau reputasi mereka di mata publik. Selain jasa survei, di pentas ini pula berkembang jasa konsultasi pemenangan pemilu, konsultan branding dan public relations (PR). Bahkan, muncul pula bisnis pengerahan massa untuk mendukung atau menolak tokoh politik tertentu, meski untuk yang terakhir ini biasanya dilakukan atas nama kelompok massa tertentu, bukan dengan memakai ”baju” korporat.

LSI termasuk salah satu pemain yang paling aktif menggarap bisnis berbau politik ini. Menurut Denny – peraih gelar master dan Ph.D dari Amerika Serikat – LSI memiliki beberapa divisi bisnis. Antara lain Divisi Riset, Divisi Mobilisasi (penggalakan dukungan suara), dan Divisi Public Interest (mengurusi publikasi terkait dengan pencitraan). Sejauh ini dari tiga bisnis LSI, yang paling menonjol adalah bisnis riset politik. Tak heran, iklan LSI di berbagai media cetak umumnya mempromosikan akurasi hasil risetnya untuk berbagai pemilihan kepala daerah (pilkada).

Denny yang awalnya membantu tim pemenangan pemilihan presiden untuk SBY, mengaku memulai usaha dengan modal sekitar Rp 600 juta (belum termasuk pendanaan operasional survei dan gaji karyawan). Setelah membantu SBY, proyek berikutnya adalah membantu Ismeth Abdullah dalam rangka pemilihan Gubernur Kepulauan Riau. Sukses itu terus berlanjut, sehingga sampai sekarang LSI sudah menangani sekitar 200 klien. Saat ini LSI tengah membantu 12 calon gubernur di tahun 2007 dan 2008 (termasuk untuk Fauzi Bowo di DKI Jakarta). Tak heran, dengan bisnisnya yang basah ini LSI mampu menghidupi 16 karyawan tetapnya, ditambah sekitar 300 karyawan freelance di tiap wilayah pemilihan – yang kalau dijumlah keseluruhannya mencapai ribuan.

Sebenarnya, cukup banyak perusahaan konsultan lain yang berbisnis seperti LSI. Hanya saja, kiprah dan promosi mereka tak sedahsyat lembaga besutan Denny. Menurut informasi yang diperoleh SWA, perusahaan riset kecil banyak yang melayani klien untuk pemilihan wali kota/bupati yang per proyek nilainya berkisar Rp 75-100 juta. Di samping itu, LSI juga lebih populer karena punya jasa riset perkiraan cepat penghitungan hasil pemilihan yang sudah di-branding bernama QuickCount.

Selain lembaga survei, perusahaan yang bergerak di jasa PR juga kecipratan berkah dari euforia politik. Pasalnya, tak sedikit tokoh politik dan mantan petinggi militer yang menggunakan jasa seperti ini ketika mereka terjun ke kancah politik.

Wimar Witoelar, pendiri dan pemilik perusahaan PR PT InterMatrix Indonesia, mengakui bisnis mem-branding tokoh politik ini memang berkembang. Hanya saja, ia mengatakan, perusahaannya saat ini tidak menangani proyek seperti itu. ”Dulu, terutama ketika pergantian rezim Soeharto, InterMatrix pernah mem-PR-kan beberapa tokoh politik, seperti Amien Rais dan Arifin Panigoro,” ujar Wimar. Pada kasus Arifin misalnya, waktu itu InterMatrix ditugaskan mengubah citra Arifin dari tokoh bisnis menjadi tokoh politik. Kontrak kerjanya selama tiga bulan, dengan dana 50 persen lebih tinggi dibandingkan dengan klien umumnya. Saat itu, ia menilai hasilnya cukup sukses. Buktinya, perusahaannya kemudian dipercaya untuk membangun citra Megawati di Jawa Barat.

Menurut beberapa sumber SWA, diam-diam sejumlah perusahaan PR memang menerima klien-klien politik seperti itu. Banyak di antara klien itu yang merupakan pejabat Orde Baru yang ingin kembali ke pentas politik dengan citra baru. Hanya saja, berbeda dari klien korporat, perusahaan PR umumnya menangani klien politik ini tidak secara terang-terangan. Mungkin ini salah satu kiatnya. Maria Wongsonegoro, Presdir IPM Public Relations, mengakui untuk bisa menjadi konsultan personal branding di bidang politik memang butuh keahlian khusus. ”Selain harus punya pengetahuan kehumasan juga mesti memiliki cukup pengetahuan politik,” katanya. ”Penanganan kehumasan korporasi memang tidak serumit pembentukan citra tokoh politik,” ia menambahkan. Meski begitu, nilai proyeknya lumayan juga kan.

Deny AJ - King Maker Politik Indonesia

King Maker Politik Indonesia

Sumber: Majalah Men’s Obsession, Edisi April-Mei 2007
23/04/2007 14:09

Denny JA membantu kemenangan puluhan bupati, walikota dan gubernur dari Aceh sampai Papua. Kini, ia menjadi konsultan kemenangan calon gubernur di 12 propinsi. Di tahun 2004, ia ikut membantu kemenangan Presiden SBY. Apa kiat sang King Maker? Siapa calon presiden yang akan dibantunya tahun 2009? Untuk menggali jawabannya, Sahrudi dari Men’s Obsession dan fotografer Rahmat Bernadi, menyambangi base camp Lingkaran Survei Indonesia di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur. Di kantornya yang bertipe minimalis doktor Comparatibe Politics and Business History dari Ohio State University, Amerika Serikat ini pun akrab menjawab beragam pertanyaan. Berikut petikan wawancaranya:

Anda menjadi konsultan politik pertama di Indonesia, sebuah profesi yang terbilang baru. Bisa Anda jelaskan, apa itu konsultan politik dan apa latar belakangnya sehingga Anda tertarik dengan bidang ini?

Sejak reformasi berlangsung di Indonesia tahun 1998, sistem politik mulai berubah. Kini kepala pemerintahan dipilih langsung. Presiden dipilih langsung. Gubernur dipilih langsung. Bupati, walikota juga dipilih langsung. Metode dan kultur kompetisi berubah. Seseorang menjadi presiden, gubernur, walikota bukan lagi ditentukan partai. Mereka terpilih bukan lagi karena petunjuk pejabat, juga bukan lagi dipilih oleh anggota parlemen. Mereka menjadi pemimpin pemerintahan karena dipilih langsung oleh ratusan ribu bahkan jutaan pemilih.

Politik menjadi tak pasti. Siapa yang menang, siapa yang kalah, susah kita prediksi. Calon partai besar bisa kalah. Presiden yang ingin menjadi presiden lagi seperti Megawati juga bisa kalah. Orang mulai mencari pegangan baru untuk memahami sebab musabab kemenangan dan kekalahan seseorang dalam Pemilu yang dipilih langsung.

Saya melihat ada ruang kosong yang diciptakan oleh era baru ini. Pertama, ilmu untuk membantu banyak pihak memahami pelaku pemilih. Kedua, strategi untuk membantu partai dan calon pemimpin untuk mengubah dukungan pemilih itu. Misalnya, bagaimana membuat calon yang tadinya tidak populer menjadi sangat populer dan kemudian terpilih dalan pemilihan langsung. Publik membutuhkan sebuah jasa baru ini karena situasi politik baru. Pemberi jasa itu disebut konsultan politik.

Profesi baru ini kerjanya memberikan advis bagaimana harus merespon aspirasi dan harapan pemilih sebaik-baiknya berdasarkan hasil riset yang sangat akurat. Kemudian hasil riset itu menjadi basis membuat strategi image building agar sang tokoh semakin selaras dengan harapan dan aspirasi mayoritas pemilih. Profesi ini sudah mapan di Amerika Serikat. Jika kita membaca aneka literatur politik, profesi konsultan politik sudah lahir sebelum Perang Dunia II. Pada tahun 1930-an di California, AS, lahir perusahaan bernama Whitaker and Baxter, yang dianggap cikal bakal konsultan politik modern. Berbeda dengan sebelumnya, Whitaker and Baxter menggunakan riset dan kampanye media untuk membantu para pemimpin terpilih dalam Pemilu.

Lalu saya alihkan profesi ini ke Indonesia. Di era Orde Baru, tentu saja profesi konsultan politik tak berkembang karena tidak ada pemilihan pemimpin yang benar-benar bebas dan dipilih langsung oleh rakyat. Saya datang di saat yang tepat ketika demokrasi mulai bersemi di Indonesia. Saya menuunggangi apa yang disebut seorang filsuf “ the idea that its time has come”. Alhamdulillah jika memang saya dianggap pelopor konsultan politik di Indonesia dan mencapai prestasi gemilang, dengan ikut memenangkan gubernur, walikota, bupati di lima pulau besar dari Aceh sampai Papua.

Apa suka dukanya ketika Anda memperkenalkan profesi baru ini?

Tradisi baru ini memamg selalu membawa resistensi. Saya sudah terlanjutr dikenal sebagai seorang intelektual. Banyak yang berpikir kok intelektual tiba-tiba menjadi partisan secara politik, dengan mendukung seseorang menjadi presiden, atau gubernur atau walikota.

Saat itu sudah tumbuh mitos bahwa mereka yang doktor dan intelektual, harus menengahi semua kepentingan. Tidak boleh ikut campur, tidak boleh partisan. Intelektual adalah empu yang harsu berdiri di atas semua golongan dan berumah di atas angin. Mitos ini hanya separoh benar.

Dunia sudah berubah. Justru karena ia menjadi intelektual, ia harus partisan mendukung ide dan tokoh yang sepaham. Di Amerika Serikat dan dunia demokrasi lainnya, semua partai politik (di Amerika) punya intelektual dan think-thank. Partai Republik punya suhu intelektual seperti Milton Friedman. Partai Demokrat punya guru intelektual seperti Keynes.

Seorang intelektual juga bebas mengembangkan profesi lain, menjadi konsultan hukum, konsultan bisnis atau konsultan politik. Konsultan hukum sudah bisa diterima di sini. Intelektual seperti Adnan Buyung Nasution atau Todung Mulya Lubis juga punya klien kontroversial yang harus dibelanya secara hukum. Setiap warga punya hak asasi untuk dibela secara hukum.

Namun intelektual yang menjadi konsultan politik dipertanyakan integritasnya. Banyak yang sinis. Mereka mendua jangan-jangan saya mengubah hasil riset untuk kepentingan klien. Setiap survei dan quick count yang kita umumkan secara publik, terbukti sangat dekat sekali dengan hasil aslinya yang diumumkan KPUD 2 minggu kemudian. Bahkan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang saya pimpin mendapatkan Rekor Indonesia (MURI) selaku lembaga yang membuat survei dan quick count paling akurat dan presisi. Saya pun mendapat penghargaan karena dianggap membawa tradisi baru dalam politik dan dunia akademik Indonesia.

**Anda mengawinkan ilmu pengetahuan dengan politik praktis sehingga menjadi sebuah industru yang komersil, hal ini tentu menimbulkan reaksi...? **

Memang awalnya banyak orang agak shock. Profesi yang saya bawa tak hanya partisan tetapi juga komersil. Berbagai prestasi yang kita buat diiklankan besar-besaran. Banyak yang bertanya, ini gejala apa? Intelektual kok komersil? Prestasi kok diiklankan?

Justru di situ kuncinya. Saya tak ingin lembaga riset hanya bergantung dari donor dan rasa baik hati lembaga asing atau pemerintah atau pengusaha besar. Saya ingin buktikan bahwa lembaga riset yang kredibel bisa juga hidup dari masyarakat. Mau tak mau, suka tak suka, lembaga riset itu harus komersil. Publik membeli jasanya. Namun publik tak akan bersedia membeli jasanya jika kualitas risetnya dipertanyakan. Marketing dan iklan adalah bagian dari upaya menarik perhatian klien.

Awalnya memang saya merasa terisolasi dari kawan kawan yang kecewa melihat saya menjadi komersil dan partisan. Namun lama kelamaan mereka paham bahwa ini profesi baru yang menuntut perilaku seperti itu. Di Indonesia, memang saya baru menjadi satu-satunya konsultan politik berskala nasional. Tapi di Amerika Serikat, organisasi seperti saya ini sudah berjumlah tujuh ribu. Semuanya partisan. Semuanya komersil. Tapi kredibilitasnya tinggi.

Perlahan-lahan apresiasi publik datang. Saya tunjukkan dengan bukti bahwa ilmu-ilmu sosial pun bisa seperti ilmu alam yang mampu memprediksi apa yang belum terjadi. Selama ini hanya ilmu alam yang seperti itu. Ilmu alam memprediksi akan ada gerhana pada pukul sekian. Prediksi itu terjadi.

Saya buktikan, ilmu sosial bisa memprediksi. DI Pilkada Provinsi Banten misalnya, saya buat prediksi yang diiklankan setengah halaman koran dan dipublikasi sebeleum Pilkada. Saya prediksi bahwa dalam Pilkada nanti rangking 1 itu Atut Chosiyah, ranking 2 Ibu Marissa, Pak Triyana ranking 3, lainnya ranking 4. Prediksi itu kemudian terbukti 100%. Publik melihat walapun saya menjadi konsultan politik Ibu Atut ( yang partisan dan komersil), tapi riset kita dapat tetap netral, obyektif dan akurat.

Secara intelektual Anda bisa mempertanggungjawabkan apa yang Anda kerjakan. Tapi pernah dicurigai?

Kecurigaan memang selalu muncul. Quick count kita di Aceh mendeklarasikan bahwa tokoh GAM Irwandi menang Pilkada gubernur dalam satu putaran saja. Semua pihak kaget. Ini menjadi headline media nasional dan internasional. Saya dipanggil Kepala BIN, ditanya soal akurasinya. Banyak pula yang mempertanyakan motif saya. Saya jalan terus. Lalu akurasi riset kita terbukti lagi.

Memang dalam organisasi, kita memisahkan divisi konsultan dan divisi riset. Divisi konsultan harus sangat partisan. Sementara divisi riset harus sangat obyektif. Dua divisi ini dipimpin oleh dua tokoh yang berbeda. Tanggungjawab ke publik dalam menjaga akurasi data sudah kita susun bahkan dimulai dari mekanisme internal organisasi yang saya pimpin itu (LSI).

Apakah ada nilai positif yang didapat oleh masyarakat dari apa yang Anda kembangkan ini?

Survei mampu mengartikulasikan kembali suara 150 juta pemilih yang tersebar dari Aceh sampai Papua. Setelah mereka didayagunakan dalam Pemilu, umumnya mereka dilupakan. Yang berbicara di publik setelah Pemilu selesai hanya tokoh elit. Namun survei mampu membuat mereka kembali berbicara. Jumlah mereka yang 150 juta pemilih itu cukup diwakili oleh sampel sebanyak 1200 responden yang diambil secara metodik.

Kita menjadi tahu sikap 150 juta pemilih itu terhadap, misalnya kinerja pemerintahan, Pak Harto, bencana alam, hukum Islam, dan lain sebagainya. Kita tak perlu mewawancarai sebanyak 150 juta pemilih itu, tapi cukup melalui survei sistem sampel saja. Survei menjadi instrumen yang penting sekali bagi demokrasi, yang bersandar kepada kedaulatan rakyat. Survei membuat rakyat dapat terus menerus berbicara dan didengar pandangannya, harapannya, kekecewaan dan kemarahannya.

Itu sebabnya saya senang sekali waktu majalah Men’s Obsession memberikan saya penghargaan di bidang Pengembangan Demokrasi karena saya dianggap mempopulerkan tradisi baru politik melalui survei. Di Amerika Serikat, Eropa Barat, dan beberapa negara demokrasi matang, terbukti bahwa demokrasi itu akan menjadi kokoh jika mengakomodasi kepentingan dan aspirasi rakyat. Suara rakyat itu dapat dilihat melalui survei. Tak ada cara lain. Di koran hanya sebagian orang yang bersuara. Tapi dalam survei nasional, 150 juta pemilih dari Aceh sampai Papua yang berbicara mewakili keseluruhan warga negara.

Anda kerap mengumumkan hasil survei tentang kemenangan seseorang calon dalam sebuah Pilkada sebelum lembaga KPUD mengumumkannya. Meski hasil Anda dan KPUD kemudian sama atau tidak berbeda jauh, toh tetap saja Anda dikritik karena dianggap mendahului, ini bagaimana?

Memang, KPUD yang mempunyai hak untuk mengumumkan pemenang Pilkada di sebuah wilayah. Persoalannya, KPUD mengumumkan pemenang itu mungkin 14 hari setelah Pilkada. Sementara publik di sana ingin tahu siapa kepala daerah mereka yang baru terpilih jika bisa hari itu juga. Saya memberikan layanan publik. Ketidakpastian siapa yang terpilih tak boleh dibiarkan terlalu lama. Perlu ada satu jembatan di sini. Itu sebabnya kita membuat quick count yang mengabarkan pemenang Pilkada di hari itu juga, di hari Pilkada.

Mereka yang dinyatakan kalah awalnya banyak yang memprotes hasil quick count kita. Mereka anggap ini bagian dari kebohongan publik. Latar belakang kita selaku konsultan politik dipersoalkan. Lama-lama, orang melihat bukti. Ternyata hasil resmi KPUD 14 hari kemudian tak berbeda. Perbedaannya hanya di bawah satu persen dan tidak ada perbedaan dalam ranking pemenang Pilkada.

Sebagai profesi jasa, tentu ada unsur komersilnya. Tapai bagaimana jika misalnya ada calon kepala daerah yang butuh jasa Anda namun dia tak memiliki dana yang cukup?

Kita kembangkan juga subsidi silang sebagai bagian corporate social responsibility. Ada juga calon kepala daerah yang bagus tapi tak punya dana. Kita bantu mereka terpilih tanpa perlu mereka membayar. Ada beberapa kasus seperti itu, namun tidak usah saya sebut namanya.

Kita kerjakan juga survei tidak komersial mengenai aneka isu kepentingan publik, seperti survei persepsi publik terhadap 8 tahun reformasi dan sebagainya. Survei ini kita biayai sendiri dengan menyisihkan sebagian keuntungan kita selaku konsultan politik. Jadi kita tak komersil di semua arena. Namun tentu saja kerja utama harus tetap komersial karena kita tidak menerima dana dari pemerintah atau lembaga donor internasional.

Akurasi survei Anda luar biasa, kiatnya apa?

Ini produk riset yang sudah diuji puluhan tahun. Awalnya ia berkembang di Amerika Serikat melalui aneka trial and error. Puluhan tahun sistem riset itu mengalami modifikasi sampai akhirnya menjadi bentuk baku. Saya mengambil oper saja metodologi itu dan mengontrol kualitas pelaksanaannya di lapangan.

Ini memang sebuah revolusi ilmu pengetahuan. Kita bisa memahami dan memprediksi suara begitu banyak orang secara akurat hanya dengan sampel sedikit saja. Di Amerika, misalnya dengan 200 juta populasi bisa diketahui hanya dengan sampel 1200 orang. Di Indonesia, 150 juta pemilih bisa melalui sampel 1000 orang.

Strategi riset ditetapkan secara ketat. Sampel itu dipilih berdasarkan random sampling yang sistematis. Kuesioner atau pertanyaan dibuat dengan kata-kata senetral mungkin. Peneliti lapangan dilatih dan dibuat sedemikian rupa sehingga terhindar dari conflict of interest dan human error. Secara sistematis dilakukan pengecekan di lapangan agar tidak terjadi distorsi yang disengaja ataupun tak disengaja. Kita selalu membuat doktrin bahwa ” data itu adalah dua kalimat syahadat-nya dunua penelitian”. Data tak boleh diganggu. Data itu suci. Akibat mekanisme yang ketat ini, kualitas riset sangat terjaga. Di Tanjung Jabung Timur ( Jambi), selisih quick count kita dengan KPUD hanya 0.05%. Ini tercatat dalam rekor MURI selalu quick count paling akurat yang pernah dibuat di Indonesia. Sebagian teman peneliti menyatakan sangat mungkin ini rekor paling akurat di dunia.

Anda dianggap pionir atau ikon survei dan konsultan politik pertama di Indonesia?

Saya bukan orang pertama yang membuat survei politik di Indonesia. Namun mungkin saya orang pertama yang mempopulerkannya sehingga survei menjadi kebutuhan partai politik, dan menjadi sentral dalam Pilkada.

Pertama kali kita membuat survei politik, hasilnya sama sekali tidak ditoleh orang. Saya masih ingat, waktu itu kita ingin audiensi menyampaikan hasil survei kepada partai politik. Respon mereka tak positif. Bahkan dalam banyak kesempatan permohonan kita dialihkan ke tim litbang atau tak direspon sama sekali. Kini situasi sudah berubah.

Awalnya adalah Partai Golkar yang menjadikan survei LSI sebagai syarat pemilihan calon kepala daerah. Saya ingat di depan pengurus Golkar, saya pernah katakan jika Golkar hanya terikat pada konvensi daerah dalam penentuan calon kepala daerah, itu berarti bunuh diri. Di tingkat nasional, metode konvensi terbukti kalah. Capres Wiranto yang menang dalam konvensi Golkar tersingkir dalam Putaran Pertama. Lha kok metode yang kalah ini dikembangbiakkan di daerah-daerah sebagai metode pemilihan kepala daerah.

Saya ikut mempengaruhi pimpinan Golkar untuk menggunakan metode survei untuk memilih kepala daerah. Mereka yang menang di konvensi Golkar adalah mereka yang populer di tingkat elit belum tentu populer di grass root. Survei adalah metode paling bisa dipercaya untuk tahu siapa yang populer di grass root. Kesempatan untuk menang Pilkada menjadi besar jika sudah dijaring melalui survei.

Sayapun mendapatkan kontrak mengerjakan survei dan riset Golkar di 9 provinsi dan 100 kabupaten sekitar Maret 2005, sebelum era Pilkada dimulai. Ini kontrak survei Pilkada pertama antara partai dan konsultan politik. Kejadian ini pun sudah tercatat dalam rekor MURI.

Awalnya, Golkar menggunakan saya untuk survei hampir di seluruh daerah Pilkada. Tapi akhirnya di Golkar pun muncul semacam friksi. Ada yang mengeluh kok Denny JA terlalu berkuasa. Akhirnya Golkar menggunakan lembaga survei lain sebagai pembanding.

Kini tak hanya Golkar yang memesan survei. Kita juga mengerjakan survei lebih dari 200 wilayah pemilihan. Ini adalah rekor yang memang belum dicapai oleh lembaga survei manapun di Indonesia. Saya cukup terharu ketika teman-teman wartawan memberikan saya Political Enterpreneurship 2006 karena dianggap membawa tradisi baru itu.

Dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2004 lalu, jauh sebelum KPU mengumumkan hasilnya, Anda sudah mengumumkan bahwa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan menang dan Megawati akan berada di posisi kedua. Ternyata setelah resmi diumumkan KPU, memang begitu hasilnya. Nah, pada Pilpres 2009, siapa calon presiden yang akan Anda bantu?

Pemilihan presiden 2009 ini akan jadi isu yang hangat. Semua partai sangat berkepentingan dengan isu ini. Poltisi, pengusaha bahkan para diplomat pun berkepentingan. Bulat lonjong dan nasib Indonesia d masa depan sangat ditentukan oleh figur presidennya. Dua calon presiden yang berbeda dapat menghasilkan dua masa depan Indonesia yang berbeda pula.

Sudah banyak sekali pihak yang datang ke saya baik dari kalangan domestik maupun internasional (diplomat) mengenai hal ini. Tentu para calon presiden 2009 banyak pula yang sudah mengajak saya bicara. Namun saya tak perlu sebut nama mereka.

Dari hasil survei kita, saya perkirakan Presiden RI 2009 adalah salah satu dari 8 nama. Pertama, mungkin SBY yang sekarang sudah jadi presiden. Kedua, mungkin Jusuf Kalla, yang sekarang ini jadi wakil presiden. Di banyak tempat dalam Pilkada, saya saksikan wakil gubernur bersaing dengan gubernurnya untuk Pilkada berikutnya. Hal yang lumrah saja jika itu juga terjadi di tingkat nasional.

Ketiga, yang mungkin menjadi presiden 2009 adalah Megawati, mantan presiden. Keempat, yang mungkin juga adalah Pak Wiranto. Dia juga bikin partai baru, partai kecil tapi siapa tahu bisa jadi besar.

Kelima, Sutiyoso. Ini tradisi baru politik Indonesia untuk memulai tradisi gubernur yang sukses menjaid presiden. Di Amerika Serikat, hampir semua presiden sejak tahun 1972 datang dari figur gubernur yang berhasil. George Bush itu gubernur Texas, sebelumnya Bill Clintoh itu Gubernur Arkansas, Ronald Reagen Gubernur California, Jimmy Carter Gubernur Georgia. Di Indonesia bisa juga Gubernur DKI yang berhasil jadi presiden. Pak Sutiyoso juga punya peluang untuk itu.

Orang keenam adalah Hidayat Nur Wahid, Ketua MPR yang juga ikonnya PKS. Ketujuh, Akbar Tanjung. Walaupun ia sudah tak lagi di Partai Golkar, karismanya masih bersinar. Kedelapan, Sutanto, Kapolri yang gagah dan berwibawa.

Anda sudah melakukan survei untuk itu?

Dari hasil survei kita dan analisis tambahan, delapan orang ini yang paling besar peluangnya. Juli 2007, sekitar dua tahun sebelum Pilpres 2009, saya sudah harus putuskan capres yang akan saya bantu agar menjadi presiden Indonesia 2009.

Mengapa dua tahun sebelumnya? Kita sudah punya sistem. Untuk membantu kemenangan seorang calon walikota atau bupati, waktu yang dibutuhkan satu tahun. Untuk membantu kemenangan gubernur butuh waktu setidaknya satu setengah tahun sebelumnya. Jika yang dibantu calon presiden, minimal dua tahun sebelumnya.

Siapa capres yang paling mungkin Anda bantu?

Akan diputuskan pada Juli 2007. Pada akhirnya nanti publik akan tahu siapa yang kita bantu. Insya allah, selama ini yang kita bantu umumnya jadi. Kita punya instrumen untuk memenangkan seorang calon. Instrumen ini sudah diuji berkali-kali, dan disempurnakan berulang-ulang.

Data Lingkaran Survei Indonesia ini menjadi acuan banyak pihak untuk Pilpres 2009?

Saya pun kadang kaget dengan efek dari survei kita, Di berbagai daerah, acapkali data kita menjadi headline dan polemik koran lokal dan membuat geger elit lokal di sana. Para pengusaha, organisasi pemuda, orang partai banyak yang datang dan bertanya, ”Siapa yang paling kuat, karena kita tak mau dukung yang kalah”. Jika di daerah saja data survei itu menjadi perhatian, apalagi tentu di tingkat nasional dalam rangka Pilpres 2009.

Di sejumlah Pilkada, tak sedikit incumbent yang menang. Bagaimana dengan pemilihan presiden?

Untuk kasus Pilkada, memenag mereka yang sedang menjabat, jika ingin terpilih kembali, 65% kecenderungannya menang. Tapi untuk Pemilu Presiden, belum tentu. Kemarin Megawati kan incumbent tetapi kalah. Jadi SBY juga bisa menang bisa kalah di 2009. Itu sangat tergantung dari seberapa berhasil ia memimpin. Juga tentu sangat tergantung dari pesona ketokohan lawan politiknya.

Dari sisi keamanan dan politik, publik memberi nilai plus kepada kepada SBY. Tapi dari sisi ekonomi publik memberi nilai minus. Sementara mayoritas pemilih menganggap ekonomi nilai yang lebih penting. SBY memang harus mulai membuat terobosan besar di bidang kesejahteraan rakyat. Jika tidak, ia akan mengulangi siklus Megawati, yang populer di awal tetapi kemudian anjlok di akhir.

Denny AJ

Layanan Hebat untuk Calon Pejabat

Sumber: Warta Ekonomi, 27 Juni 2007
09/08/2007 12:26

Di tengah ingar-bingar politik Indonesia, Denny menemukan peluang bisnis baru, yakni menjadi konsultan politik. Layanannya all in one: riset, memberi advis, sampai penggalangan massa untuk kampanye. Berkat tangan dinginnya, selama 2004–2006 ia berhasil mendudukkan 18 orang di kursi kepala pemerintahan daerah.
Genderang reformasi yang ditabuh pada 1998 mengubah sistem politik Indonesia. Kompetisi memperebutkan posisi kepala daerah, bahkan kepala negara, kini menjadi lebih terbuka. Mereka dipilih langsung oleh setiap warga negara Indonesia, termasuk Anda, tak lagi melalui mekanisme perwakilan.

Lalu, bagaimana jika Anda ingin mencalonkan diri menjadi kepala daerah, tetapi minim pengalaman politik praktis? Jangan khawatir, kini ada konsultan politik. Sang konsultanlah yang akan mencari tahu keinginan rakyat, memberi advis bagaimana Anda harus merespons harapan pemilih, menyusun strategi meraih kemenangan, sampai mempersiapkan baliho dan menggalang massa untuk melakukan kampanye! Bayar sekali, semua beres.

Adalah Denny Januar Aly, doktor Comparative Politics and Business History dari Ohio State University, AS, yang mampu mencium aroma keuntungan di tengah ketidakpastian politik Indonesia. “Ada peluang bisnis yang diciptakan era baru ini,” kata Denny JA. Ia menerobos kesinisan orang untuk memperkenalkan usaha barunya.

Tiga Layanan

Jika menelusuri literatur, profesi konsultan politik sudah dikenal publik AS bahkan sebelum Perang Dunia II. Pada 1930-an, berdiri perusahaan Whitaker and Baxter, yang cikal bakal konsultan politik modern. Berbasis riset dan kampanye media, perusahaan ini membantu para kandidat untuk memenangi pemilu.

Bahkan, Bill Clinton pun mengakui bantuan konsultan politiknya, Dick Morris, yang membuatnya tetap bertahan di kursi kepresidenan periode kedua meski tersandung kasus Monica Lewinsky. Pun, seminggu sebelum hasil pemilu diumumkan, Gallup Poll lebih dulu mengumumkan prediksi. Hasilnya, akurat.

Denny tertarik untuk membawa hal baru ini ke Indonesia. Beruntung, ia datang di saat yang tepat, kala demokrasi bersemi di Bumi Pertiwi. Denny muncul dengan bekal ilmu voting behavior, sebuah cabang ilmu politik hasil 100 tahun pemilihan langsung di AS. “Sudah lama saya berminat untuk bersentuhan dengan pemilu, riset, dan prediksi,” tutur pria asal Palembang ini.

Mula-mula, Denny beserta M. Qodari dan Sjaiful Mujani, yang sesama alumnus Ohio State University, mendirikan sebuah organisasi nirlaba bernama Lembaga Survei Indonesia, pada Agustus 2003. Lembaga yang dimodali Japan International Cooperation Agency (JICA) ini pernah merilis hasil survei yang dengan cepat dan tepat (quick count), serta mampu memprediksi Partai Golkar bakal memenangi Pemilu 2004, sementara Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Presiden RI.

Selepas pemilihan presiden, yayasan tersebut pecah kongsi. Denny memilih mundur untuk menghindari conflict of interest dan membangun kembali bisnis dengan nama PT Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada 2004. “Saya berpikir ini bisa dikembangkan secara komersial, sehingga tidak tergantung pada lembaga donor,” kata pria kelahiran 4 Januari 1963 ini.

Itu memang pilihan bisnis yang jitu karena pasar amat besar. Setidaknya, di Tanah Air, ada pemilihan langsung untuk mencari 500 anggota DPR, 33 gubernur, 460 jabatan bupati dan wali kota, plus satu kursi RI-1. Untuk mencari klien, selain beriklan—ia mengandalkan kepopuleran quick count dan keberhasilan menggolkan SBY menjadi presiden—tim pemasaran LSI juga mengirimkan proposal ke alamat para calon kandidat. “Mereka ini belum punya pengalaman, seperti halnya demokrasi di negeri ini,” kata Denny, mengomentari para calon kliennya.

Dalam satu daerah, LSI hanya bisa mendampingi satu calon. Biasanya Denny memilih tokoh pertama yang datang kepadanya, selain memperhatikan probabilitas kemenangan. Kalau sudah deal, LSI mematok harga ratusan juta hingga miliaran rupiah per tahun. Ada empat hal yang memengaruhi besar-kecilnya biaya, yakni jumlah populasi yang akan dipengaruhi, probabilitas kemenangan, kondisi geografis, dan kemampuan finansial tokoh bersangkutan. “Kalau dana klien terbatas, kami akan mengerem pengeluaran juga,” canda ayah dua anak ini. Dana itu untuk melakukan serangkaian program kerja yang masif.

Pada dasarnya, ada tiga pilar layanan LSI, yaitu memetakan suara, memengaruhi suara, dan menjaga perolehan suara. Untuk pilar pertama, divisi riset bertanggung jawab penuh melakukan perhitungan survei, forum group discussion, dan analisis isi media lokal demi mencari tahu aspirasi rakyat. Divisi ini dituntut netral dan tidak mengenal klien yang sedang diriset. Di sisi lain, divisi mobilisasi massa dituntut bersikap partisan karena harus mampu memengaruhi masyarakat agar memilih klien. Di tangan divisi inilah tergantung keberhasilan layanan pilar kedua dan ketiga.

Hasil riset akan menjadi basis membuat strategi image building agar klien makin selaras dengan aspirasi mayoritas pemilih; dan apabila klien semula tidak populer, bisa dibuat amat populer, sehingga bisa menang dalam pemilihan langsung.

Denny menampik perusahaan public relations (PR) yang juga menangani tokoh politik adalah pesaingnya. Menurut pemegang gelar Sarjana Hukum dari Universitas Indonesia ini, PR adalah salah satu layanan yang diberikan perusahaannya.

Demo Bayaran Demi hasil yang netral dan objektif, LSI memisahkan divisi riset dan mobilisasi massa. Bahkan, sebisa mungkin pekerjanya tak saling kenal. Tak cuma itu, tempat bekerja pun dibedakan. Divisi riset berkantor di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, sementara divisi mobilisasi massa bermarkas di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur. Pemisahan ini memungkinkan klien meminta layanan secara “eceran”, seperti untuk perhitungan quick count saja.

Di kantor pusat, LSI hanya memiliki 25 pekerja yang membuat panduan makro. Namun, di setiap provinsi, Denny mengklaim memiliki 400 anak buah. Jika tahun ini LSI menggarap proyek di 12 provinsi, setidaknya mereka punya 5.000 tenaga kerja yang terdiri dari kalangan akademisi (dosen dan mahasiswa), jaringan aktivis, dan politisi lokal. “Termasuk orang-orang yang kami rekrut untuk melakukan demonstrasi,” ungkap penerima penghargaan Political Entrepreneur 2006 versi koran Rakyat Merdeka ini. Mereka mendapatkan gaji bulanan yang dibayar setahun penuh untuk menyelesaikan sebuah program.

Meski enggan menyebut omzetnya, Denny mengaku usahanya sudah mencapai titik impas setelah menangani klien pertama, Ismeth Abdullah, yang kini menjadi Gubernur Kepulauan Riau (Kepri). Dengan modal usaha Rp600 juta dan mematok margin keuntungan cukup besar, Denny bisa mengembangkan bisnis dalam waktu singkat. Namun, ia mengaku sering dicap buruk karena sikapnya yang komersial. “Selama ini orang mencap peneliti selalu penampilannya sederhana, bahkan hidup pas-pasan, tetapi saya justru naik Mercy. Orang banyak yang sinis,” aku mantan direktur eksekutif Universitas Jayabaya, Jakarta, ini. Meski demikian, Denny mengaku tak pernah sakit hati.

Pria yang sering menghabiskan waktu luang dengan menonton film di bioskop ini mengaku pilihan usahanya yang dianggap melawan pakem ini selalu mendatangkan resistensi. Ini karena di Indonesia tumbuh mitos bahwa seorang intelektual harus berpikir lurus, tidak partisan, dan harus mampu menengahi semua kepentingan. Padahal, sebagai konsultan politik, ia harus bersikap profesional dalam membela klien politiknya. “Orang sudah bisa menerima profesi konsultan hukum atau konsultan bisnis, tetapi belum bisa menerima konsultan politik,” keluh penyuka akting Jack Nicholson, Robert de Niro, dan Al Pacino ini.

Tahun lalu, ia berhasil membuat Ratu Atut Chosiyah menjabat sebagai Gubernur Banten dan Barnabas Suebu duduk di kursi Gubernur Papua untuk kali kedua. Kini, Denny sibuk mendampingi Fauzi Bowo dalam Pilkada Gubernur DKI Jakarta periode 2007–2012. Meski berhasil mendudukkan 18 orang pada posisinya, Denny menyatakan tidak berminat menjadi gubernur. Pemegang sembilan rekor MURI ini justru ingin dikenang sebagai pelopor bisnis konsultasi politik. “Kalau dalam lima tahun saya bisa memenangkan 15 gubernur di Indonesia, ini rekor yang tidak akan terpecahkan. Bagi saya, ini lebih menantang daripada sekadar menjadi gubernur,” pungkas Denny.

ARI WINDYANINGRUM

Boks: Eduard Depari Public relations consultant, staf pengajar di Universitas Pelita Harapan, Jakarta

Denny JA adalah figur yang kontroversial. Di bisnis barunya, dia memakai dua baju: peneliti, yang mengharuskannya bersikap objektif, dan konsultan, yang menuntutnya membela klien mati-matian. Kalau tidak hati-hati, bisa terjadi penyesatan publik. Masyarakat bingung dia berbicara sebagai siapa. Rasanya aneh melihat dia beriklan. Kurang pas secara etika, tetapi saya yakin dia sudah memperhitungkan risiko ini.