Kamis, 30 Agustus 2007

Dinasti Saman (874-1005 M) Kebangkitan Budaya dan Politik Irano-Islam (1)


Sejarawan Marshall GS. Hodgson (2002) menegaskan bahwa pasca kudeta militer orang-orang Turki Saljuk sewaktu menggulingkan kekuasaan Khalifah Al-Mutawakkil (847-861 M) di kota Baghdad menjadi cikal-bakal runtuhnya Dinasti Abbasiyah. Episode kekuasaan orang-orang keturunan Abu Al-‘Abbas As-Suffah (750-754 M.) sudah berakhir. Beberapa propinsi telah melepaskan diri secara independen membangun dinasti-dinasti kecil.

Pada tahun 874 M, wilayah Persia (Iran Selatan) dan Transoksania (Usbekistan) mulai dikendalikan oleh orang-orang keturunan Saman Khuda (Dinasti Saman). Dinasti ini merupakan episode terpenting dalam sejarah peradaban Persia pasca kedatangan Islam. Lewat kekuasaan Dinasti Saman, orang-orang Persia hendak mengulang kembali sejarah mereka yang pernah berjaya pada masa Dinasti Achameneids (600-333 SM) dan Dinasti Sassanids (228-651 M). Sejarawan Richard N. Frye (1963) menyebut kekuasaan Dinasti Saman sebagai “Zaman kebangkitan kembali kebudayaan Irano-Islam.”

Peradaban Persia di Masa Lampau
Siapakah sesungguhnya bangsa Persia? Dr. Zayar, dalam Iranian Revolution: Past, Present, and Future (2000), menjelaskan bahwa sekelompok manusia dengan sistem sosial dan kebudayaan tertentu telah mendiami kawasan Barat Daya Iran sejak 3000 tahun Sebelum Masehi (SM). Mereka inilah yang disebut sebagai nenek moyang bangsa Persia. Bangsa ini, menurut Karen Amstrong (2007), merupakan orang-orang yang memiliki silsilah keturunan “bangsa terhormat.” Mereka yang mendiami kawasan stepa di Kaukasia ini menyebut diri sebagai “Orang-orang Arya.”
Secara perlahan-lahan, orang-orang Arya yang pada mulanya mendiami kawasan stepa di Kaukasia terpisah secara kultural menjadi dua kelompok. Sebagian memisahkan diri dan memilih menetap di kawasan Iran Selatan. Orang-orang Yunani menyebut mereka Persis-vang. Inilah asal mula penyebutan nama Suku Persia. Adapun mereka yang tetap menetap di kawasan Barat Daya Iran dikenal sebagai Suku Media.
Memasuki Zaman Aksial (800-200 SM), orang-orang dari Suku Persia berhasil merebut dominasi kekuasaan Suku Media. Kaisar Cyrus The Great (590-529 SM), seorang keturunan Suku Persia, berhasil membangun kekuasaan Dinasti Achameneids. Di tangan Kaisar Cyrus, kekuasaan dinasti ini meliputi: dari Libya ke arah Timur hingga Pakistan; dari Teluk Oman di Selatan hingga Laut Aral di Utara. Bahkan, Kaisar Cyrus berhasil menaklukkan wilayah Mesopotamia (Irak) yang merupakan pusat peradaban dunia tertua. Pada masa kekuasaan Dinasti Sassanids, kerajaan Persia mencapai puncak kejayaannya ketika Kusraw Nushirvan (531-579 M) berkuasa.
Bangsa Persia, sebelum kedatangan Islam, sudah memiliki falsafah dan kebudayaan yang mapan. Falsafah hidup mereka berasal dari ajaran-ajaran Zaratustra (650-550 SM) yang telah menjadi kepercayaan resmi negara (Dinasti Achameneids). Pada awal kekuasaan Dinasti Sassanids, ajaran Zoroastrianisme mengalami pembaruan secara besar-besaran yang dilakukan oleh Mazdak (485-531 M). Hasil reformasi spiritual yang dilakukan Mazdak melahirkan ajaran Mazdeisme-Zoroastrian. Oleh sejarawan Ahmad Amin, gagasan-gagasan Mazdak dinilai sebagai ajaran “Komunisme tertua” di muka bumi ini (A. Hasjmy, 1995).
Bahasa yang dipakai oleh bangsa Persia dalam berkomunikasi adalah bahasa Pahlevi (bahasa Persia Tengah). Karen Amstrong (2007) menyebutnya bahasa Avesta, karena memang bahasa inilah dipakai untuk menulis kitab suci yang berisi ajaran-ajaran Zaratustra. Sebagian memakai bahasa dialek awal Sansekerta. Kemudian sebagian lagi menggunakan bahasa Turki dan Urdu. Setelah kedatangan Islam, bahasa yang dipakai secara resmi oleh bangsa Persia adalah bahasa Arab.
Sastra berkembang cukup pesat di Persia. Tradisi mitos memang banyak mempengaruhi suatu bangsa dalam mengembangkan seni sastra. Kemampuan bertutur serta daya imajinasi yang tinggi untuk menciptakan figur-figur fiktif sangat mendukung perkembangan seni sastra.
Selain seni sastra, bangsa Persia mengkultuskan tokoh-tokoh tertentu dan mengabadikannya dalam bentuk monumen. Umumnya, monumen-monumen persembahan untuk para tokoh tertentu dalam bentuk patung atau relief. Salah satu hasil kebudayaan Persia pra-Islam ialah patung-patung dan relief-relief yang bernilai seni tinggi. Selain dituangkan dalam bentuk seni pahat, mitologi Persia juga banyak dituangkan dalam bentuk-bentuk kerajinan tangan seperti permadani, keramik, dan lain-lain.

Dinasti Saman
Orang-orang Alawiy yang tersingkir dari struktur pemerintahan Abbasiyah pasca pemberontakan Abu As-Saraya (814-815 M) membangun kembali masa kejayaan Islam di kawasan Transoksania. Nashr bin Ahmad Samani (874-892 M), gubernur Transoksania, adalah orang yang pertama kali merintis kekuasaan Dinasti Saman. Wilayah kekuasaannya, pertama kali, meliputi Khurasan dan Transoksania.
Dia putra Ahmad bin Asad, gubernur di Farghanah. Ahmad bin Asad adalah putra Asad bin Abdullah, gubernur di Khurasan. Adapun Asad bin Abdullah adalah putra Saman Khuda, seorang tuan tanah dari keluarga bangsawan Zoroastrian di Balkh (Afganistan Utara). Seluruh keluarganya memeluk Agama Magi (Zoroastrianisme). Setelah Saman Khuda memeluk agama Islam, seluruh keluarganya mengikuti jejaknya. Dan, dia berperan cukup besar di dalam struktur pemerintahan Dinasti Abbasiyah pada masa Khalifah Al-Ma’mun (813-833 M).
Nashr bin Ahmad Samani berhasil merebut kekuasaan dari Dinasti Safar di Persia dan Transoksania. Sekalipun pada masa kekuasaan Nashr bin Ahmad Samani, dinasti ini tidak memiliki catatan prestasi yang membanggakan, tetapi pada masa kekuasaan Ismail bin Ahmad Samani (892-907 M) berhasil merebut Khurasan (900 M).
Puncak kejayaan Dinasti Saman pada masa kekuasaan Nashr bin Ahmad bin Ismail Samani (914-943 M). Dia berhasil menguasai wilayah Sijistan, Isfahan, Karman, Jurjan, Ray, Tabaristan, dan Transoksania. Kekuasaannya kemudian membentang luas sampai di belahan timur pusat Dinasti Abbasiyah.
Rezim Saman berasal dari keturunan Suku Persia dan Suku Media. Mereka bercita-cita mengembalikan kejayaan bangsa Persia dengan menaklukkan kembali kawasan-kawasan yang pernah menjadi kekuasaan Dinasti Achameneids dan Sassanids. Di samping itu, tradisi orang-orang Persia sangat kental dengan etos keilmuan. Bahkan raja-raja dinasti ini memiliki kecenderungan yang besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Pada masa kekuasaan Nashr bin Ahmad bin Ismail Samani, istana Dinasti Saman menjadi pusat kekuasaan sekaligus pengembangan ilmu pengetahuan. Salah seorang pejabat istana Dinasti Saman, Muhammad Yusuf Al-Khawarizmi (wafat 997 M), yang dikenal sebagai pakar matematika dan astronomi, menyumbangkan gagasannya lewat karya ensiklopedi Mafatih Al-‘Ilm.
Selain mendukung pengembangan ilmu pengetahuan, rezim Saman juga membangun perpustakaan-perpustakaan di beberapa kota. Dampaknya cukup signifikan. Salah seorang Ilmuwan Muslim lahir pada masa dinasti ini. Fakhruddin Al-Razi, ilmuwan muslim terkemuka menulis karya Al-Manshuri, yang didedikasikan secara khusus kepada Abu Shaleh Al-Manshur, seorang kemenakan penguasa Dinasti Saman.
Di samping pengembangan ilmu pengetahuan, sastra dan kebudayaan Persia bercorak Islam mencapai puncak kejayaannya. Ahmad Ad-Daqiqi salah seorang pujangga besar Persia menulis karya Shah Namah (Kitab Para Raja) berisi 60.000 bait kisah moral dan teladan, yang didedikasikan kepada Nuh bin Manshur (976-997 M), salah seorang penguasa dinasti ini. Karya Ahmad Daqiqi ini kemudian disempurnakan oleh Ahmad Al-Firdausi.
Jajat Burhanuddin (2002) menilai bahwa kekuasaan Dinasti Saman merupakan puncak peradaban Islam kedua setelah Dinasti Abbasiyah di Baghdad. Karakteristik peradaban Saman bercorak lokal, yakni mengangkat tradisi nenek moyang Persia dengan sentuhan nilai-nilai Islami. Lewat kebijakan rezim yang mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dinasti ini memiliki peranan penting dalam sejarah peradaban Islam pasca tenggelamnya kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
Sayang, Dinasti Saman terlalu lemah untuk meredam pemberontakan pada masa Ismail bin Nuh II (1001-1005 M). Dinasti ini menghadapi pemberontakan orang-orang Suku Dailam (Dinasti Buwaihi). Rezim Saman kemudian berkoalisi dengan para penguasa di Mosul (Dinasti Hamdan), tetapi justru malah memicu konflik internal yang berakhir damai. Secara berangsur-angsur, Dinasti Saman terus melemah. Kekuasaannya harus berhadapan dengan Dinasti Buwaihi yang menguasai Persia, Ray, dan Irak. Ismail bin Nuh II terbunuh pada tahun 1005 M. Inilah akhir episode kekuasaan orang-orang Alawiy di wilayah Transoksania.

Kota-kota Penting
Syiraz. Adalah ibukota propinsi Persia (Fars). Jaraknya 919 km dari kota Teheran. Kota ini menjadi saksi sejarah Imperium Persia pada masa Dinasti Achameneids dan Sassanids. Wilayah ini masuk dalam kekuasaan Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab (634-644 M). Syiraz termasuk kota penting dalam sejarah Dinasti Saman. Di kota ini banyak ditemui situs bersejarah seperti: Istana Persipolis (peninggalan Darius I), Istana Sassanids (peninggalan Kusraw Nushirvan), Mausoleum Cyrus The Great, Masjid Jami’ Atiq (peninggalan pasukan Umar bin Khattab), dan lain-lain. Di kota ini juga pernah lahir pujangga besar Hafidzuddin Asy-Syirazi dan Mushlihuddin Sa’di Asy-Syirazi pada abad ke-13 M. Pada sekitar abad ke-12, di kota ini lahir aliran Filsafat Illuminasi (Hikmah Al-Isyraqiyah) Mazhab Syiraz. Tokoh utamanya Syihabuddin Suhrawardi dan Sadruddin Syirazi atau yang dikenal dengan nama Mulla Sadra.
Samarkand. Kota ini merupakan ibukota propinsi Transoksania (sekarang Usbekistan). Kota Samarkand menjadi saksi sejarah kekuasaan Alexander The Great (Iskandar Dzu Al-Qarnain), putra Philip dari Makedonia, ketika berhasil menaklukan Dinasti Achameneids. Kota ini telah melahirkan para Ilmuwan Muslim pada masa Dinasti Saman, seperti: Muhammad Addi As-Samarkandi, Abu Manshur Al-Maturidi, Abu Al-Hasan Maidani, Ahmad ibn Umar, Abu Bakr As-Samarkandi, Muhammad ibn Mas’ud As-Samarkandi, Alauddin As-Samarkandi, Najibuddin As-Samarkandi, dan Abu Al-Qasim Al-Laitsi As-Samarkandi.
Bukhara. Menjadi ibukota pemerintahan pada puncak kejayaan Dinasti Saman. Di kota ini banyak dibangun perpustakaan yang sangat mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Bukhara merupakan kota kelahiran ulama besar penghimpun Hadits-hadits Nabi yang amat masyhur, Abu Abdullah Muhammad bin Abi Al-Hasan Al-Bukhari. Beliau wafat tahun 870 M dan dimakamkan di kota Samarkand.l rif

Dinasti Buwaihi (928-1008 M) Kebangkitan Budaya dan Politik Irano-Islam (2)


Bersamaan dengan kekuasaan Nuh bin Nasr, Dinasti Saman terlibat konflik dengan orang-orang dari Suku Daylam di kota Al-Jibal (Ray). Putra Nasr bin Ahmad bin Ismail Samani berambisi menguasai kembali wilayah Ray. Secara de jure, kawasan Ray telah dikuasai oleh orang-orang Suku Daylam. Ternyata tidak mudah bagi Nuh bin Nasr untuk menaklukkan suku ini. Malah sebagian pasukannya sewaktu menyerbu Ray membelot berpihak kepada Suku Daylam. Rezim Saman pun kalah menghadapi suku ini.

Ibnu Abi As-Saj, Gubernur Azerbaijan, mengundurkan diri pada tahun 926 M. Bersama pasukannya, dia menuju ke Irak untuk menaklukkan gerakan ekstrimis Kaum Qaramithah (Syi’ah Zaidiyah). Kekosongan kekuasaan ini dimanfaatkan dengan baik oleh Mardavij bin Zayyar. Tahun 927 M Mardavij berhasil menaklukkan Ray dan Isfahan.
Mardavij tidak sendirian dalam hal ini. Untuk membangun kekuatan militer yang tangguh, dia merekrut para nelayan dari tepi pantai Laut Kaspia. Mereka inilah yang dikenal sebagai Suku Daylam. Di antara mereka yang direkrut oleh Mardavij adalah Ali bin Buya, putra seorang nelayan dari klan Buwaihi. Dua saudara Ali, Hasan dan Ahmad, turut juga bergabung. Bersama Suku Daylam, Mardawij berhasil menaklukkan Persia pada tahun 932 M.
Rupanya, keberhasilan merebut wilayah Persia lebih banyak didominasi oleh peran orang-orang Buwaihi. Wajar jika Ali bin Buya berambisi untuk melepaskan diri dari kekuasaan Mardavij bin Zayyar. Setelah Mardavij meninggal dunia, dia tidak memiliki pengganti yang cukup cakap. Kesempatan baik ini dimanfaatkan oleh Ali bin Buya. Dia mengambil alih kekuasaan dengan amat mudah. Pasca meninggalnya Mardavij bin Zayyar, kedudukan Ali bin Buya makin kokoh di Ray dan Persia.
Sistem pemerintahan Dinasti Buwaihi tidak independen seperti Dinasti Saman. Ali bin Buya masih mengakui otoritas Baghdad sebagai pusat kekuasaan Dinasti Abbasiyyah, sekalipun pada waktu itu sudah amat lemah. Ali bin Buya terus berusaha mendapat simpati dan dukungan politik dari Khalifah Al-Mustakfi (berkuasa 944-946 M).
Jabatan para penguasa Dinasti Buwaihi tidak lain sebatas gubernur, bukan khalifah. Ini jelas berbeda dengan status jabatan penguasa beberapa dinasti sebelumnya di Persia. Albert Hourani (2004) menjelaskan bahwa, para penguasa Dinasti Buwaihi banyak menyandang gelar dinasti Persia Kuno. Seperti gelar “Syahansyah” (Rajadiraja). Penelitian arkeologis telah menemukan sebuah medali bertahun 969 M bahwa, para penguasa Dinasti Buwaihi menggunakan gelar “Syahansyah” (Rajadiraja). Dengan demikian, Dinasti Buwaihi termasuk generasi penerus peradaban Persia Kuno, seperti halnya Dinasti Saman, yang bermaksud mengembalikan kejayaan orang-orang Arya.
Kekompakan tiga bersaudara, Ali, Hasan, dan Ahmad turut menentukan bagi keberhasilan dinasti ini dalam mengembangkan wilayah kekuasaannya. Dengan didukung oleh para tuan tanah dari Suku Arrajan di Persia, Ali dan saudara-saudaranya menancapkan kekuasaan di Ray dan Persia. Hingga pada tahun 945 M, dengan kekompakan tiga bersaudara ini, orang-orang keturunan Buwaihi berhasil menguasai seluruh Persia, Irak, dan Ray.
Oleh Al-Mustakfi, ketiga bersaudara keturunan klan Buwaihi ini mendapat beberapa gelar kehormatan: Ali bin Buya mendapat gelar Imad Ad-Daulah (Tiang Negara); Hasan bin Buya mendapat gelar Rukn Ad-Daulah (Penopang Negara); dan Ahmad bin Buya mendapat gelar Mu’iz Ad-Daulah (Penegak Negara).
Menurut Syafiq Mughni (2002), wilayah kekuasaan Dinasti Buwaihi memang lebih menyerupai sebuah federasi ketimbang kerajaan. Kekuasaan Dinasti Buwaihi memang lain dengan kekuasaan orang-orang keturunan Saman Khuda (Dinasti Saman). Unit-unit kekuasaannya lebih dipusatkan di kota-kota besar. Seperti kekuasaan di Persia dipusatkan di kota Syiraz dan Isfahan. Kekuasaan di Ray dipusatkan di kota Al-Jibal. Dan, kekuasaan di Irak dipusatkan di kota Baghdad, Bashrah, dan Mosul.
Dalam perjalanan berikutnya, rezim Buwaihi terus mendapat tekanan politik dari orang-orang keturunan Saman Khuda. Setelah Ray dan Isfahan berhasil diambil-alih oleh orang-orang Buwaihi, Nuh bin Nasr, putra Nashr bin Ahmad bin Ismail Samani, berusaha merebut kembali wilayah kekuasaannya. Terjadilah pertempuran sengit antara pasukan Hasan bin Buya (Rukn Ad-Daulah) dengan pasukan Nuh bin Nasr. Pada peristiwa ini, pasukan Dinasti Saman justru memihak kepada orang-orang Buwaihi. Akibatnya Nuh bin Nasr kalah telak.
Pasca kekalahan menaklukkan wilayah Ray, Dinasti Saman berkoalisi dengan Dinasti Hamdan di Mosul. Nuh bin Nasr meminta bantuan kepada para penguasa Mosul (Dinasti Hamdan) lewat mediator Ibrahim bin Ahmad, pamannya sendiri. Hasilnya cukup memuaskan karena pada tahun 944 M, Dinasti Saman berhasil merebut kembali wilayah Ray. Tetapi, para keturunan Buwaihi terus menggerogoti kekuasaan Nuh bin Nasr di Ray. Ali bin Buya (Rukn Ad-Daulah), penguasa Dinasti Buwaihi di Syiraz memberikan dukungan kepada Abu Ali yang memberontak pada tahun 950 M.

Senin, 27 Agustus 2007

Keputusan Eksistensial Adrian Prabava

Edna Pattisina dan Brigitta Isworo

Suatu hari pada Februari 1993, hanya berbekal tekad, Adrian Prabava terbang ke Jerman. Ia harus ’emigrasi’, kata yang menjadi favoritnya sejak dia berusia 6 tahun. Maka, tanpa uang cukup, pemuda berusia 21 tahun itu menapakkan kaki di Frankfurt. Kini, ia menjadi dirigen orkes Theater & Philharmonie Thüringen, Jerman.

Adri, panggilannya, berkisah, usia sembilan tahun dia mulai menyukai musik klasik. Uang jajannya habis dibelanjakan kaset musik klasik.

”Saya langsung menemukan dunia saya. Saya mendengarkan (Nicolò) Paganini, (Johann Sebastian) Bach, (Gustav) Mahler, (Anton) Bruckner. Saya haus informasi. Sejak itu, pikiran saya fokus pada musik klasik, mungkin reinkarnasi he-he-he,” ungkapnya awal Agustus lalu saat berlibur di Jakarta.

Keingintahuan yang besar mendorongnya belajar not balok secara otodidak, lalu belajar memainkan biola. Seiring bertambahnya usia, Adri makin ”dekat” dengan nama Herbert von Karajan, Bernard Haitink, Leonard Bernstein, dan Kurt Masur, para dirigen dunia.

”Saya ingat, waktu masih kecil pernah menonton dirigen Jepang, Hiroyuki Iwaki, memimpin NHK Symphony di televisi. Pikiran saya waktu itu, ngapain orang itu sampai keringatan begitu?” tutur putra sulung keluarga YB Bambang Arti Budhiatwan ini.

Dia memilih Jerman untuk belajar musik karena di Jerman paling banyak punya sekolah musik. ”Ada lebih dari 20 sekolah musik di Jerman, kita bisa pilih yang sesuai,” tutur Adri yang mula-mula tinggal di Freiburg.

Isi kantong yang amat terbatas tak mengurungkan niat dia ”mengembara” di Jerman. Untuk bertahan hidup Adri terpaksa menumpang dan bekerja apa saja, seperti menjadi pelayan restoran, sampai mengamen dengan biolanya. Untuk sementara, cita-cita belajar di sekolah musik tertunda.

”Les biola pada profesor sekali datang Rp 1,6 juta, sekitar 200 DM,” tutur Adri. Namun, Adri tak putus asa, dia belajar biola dari mahasiswa sekolah musik.

Dari situlah ia mendapatkan jaringan di kalangan sekolah musik. Adri berhasil mendapatkan beasiswa untuk belajar pada Conservatory of Detmold. Salah satu pengajarnya adalah pemain biola dan dirigen Cristoph Poppen.

Suatu saat Adri merasa tak cocok dengan pengajarnya, dan sempat meninggalkan sekolah untuk mencari pengajar lain. ”Saya sempat loyo. Ini terjadi sekitar 1995-1998. Apalagi saat itu kiriman uang dari Indonesia terhenti akibat krisis moneter,” ceritanya.

”Perjuangan” kembali dimulai. Dia mengamen di restoran, mengajar biola untuk anak-anak, turut bermain di berbagai konser, dan bergabung dengan Jeunesses Musicales World Orchestra di Berlin. Orkestra ini anggotanya berasal dari 41 negara. Di sini ia menjadi principal violin yang duduk di deret terdepan.

Menyerap

Meski sibuk bertahan hidup, kemampuan bermusik Adri makin terasah. Dia tetap berlatih, membaca, juga menonton konser. ”Dengan cara itu saya mengenal kehidupan musik di Jerman dari berbagai strata.”

Dia jadi tahu kebiasaan masyarakat Jerman berkaitan dengan musik klasik. ”Di Indonesia, musik klasik baru tontonan. Di Jerman ini seperti daily bread. Saya harus menyerap cara berpikir, bahasa, gaya hidup, dan disiplin mereka. Ini untuk memahami bagaimana mereka berkesenian,” tutur Adri yang pernah bermain di Belanda, Swiss, dan Perancis.

Kesempatan ikut bermain dalam berbagai orkestra di banyak negara itu membuat dia bertemu para pemain biola dan dirigen dunia, seperti Yehudi Menuhin (meninggal 1999), Kurt Masur, Kent Nagano, dan Yuri Temirkanov.

”Para maestro itu selalu menempatkan diri di belakang musik, tidak mendahulukan ego. Memang ada dirigen yang mementingkan gaya, agar terlihat bagus. Tetapi, dalam musik klasik, mereka yang jujur dan tak jujur itu kelihatan sekali,” paparnya.

Suatu hari Adri berjumpa Marco Rizzi yang antara lain memenangi kompetisi Tchaikovsky di Moskwa dan Queen Elizabeth di Brussel. Pemain biola itu lalu menjadi pengajarnya. ”Kami langsung cocok,” ucap Adri. Tiga tahun ia berguru. Rizzi pula yang melihat talenta Adri dan mendorongnya menjadi dirigen.

Sayang, permainan piano Adri tak memadai untuk menjadi pengiring opera. Ini sebuah tahap untuk menjadi dirigen. ”Untuk belajar jadi dirigen, saya harus mencari orang yang mau menerima kondisi saya,” ujar Adri.

Sampai dia bertemu Eiji Oue yang memimpin NDR Radiophilharmonie Hannover dan mengajar di Conservatory of Music and Theater di Hannover. Adri merasa terkesan pada gaya memimpin Eiji Oue.

”Saya langsung melepas pekerjaan. Gaya dia (Eiji Oue) mirip dengan kecenderungan saya. Ketika dia membuka kesempatan, ada 17 pelamar untuk menjadi muridnya. Setelah lewat tes, dia menerima saya sebagai satu-satunya murid,” cerita Adri.

Bagi Adri, ini seperti mendapat durian runtuh. Dia belajar menjadi dirigen sekaligus menemukan sosok guru yang mampu menumbuhkan rasa percaya diri. ”Kamu akan segera mengalahkan saya. Kamu termasuk 10 dirigen muda terbaik dunia. Saya mau kamu jadi yang terbaik,” kata Adri menirukan ucapan Eiji Oue.

Tak ingin mengecewakan sang guru, Adri berlatih keras. Eiji Oue meminta dia memimpin NDR Radiophilharmonie Hannover. Tugas di NDR dirangkapnya dengan menjadi dirigen pada Mitteldeutsche Kammerphilharmonie. Penghasilannya saat itu 400 euro sebulan.

”Biar irit, saya jadi suka makan tuna kaleng he-he-he. Biar gaji minus, saya tak mungkin kembali karena sudah berjalan sejauh ini. Saya harus bertahan,” ucap Adri yang memang bercita-cita menjadi dirigen.

Kompetisi

Ia mencoba mengikuti beberapa kompetisi penting di Eropa, antara lain di Polandia (2003) dan Spanyol (2004), tetapi keduanya gagal ia menangi. Tahun 2005 ia menyelesaikan pendidikan musik di Conservatory of Music and Theater di Hannover.

Pintu karier terkuak ketika dia belajar pada Kurt Masur dan terpilih berbagi panggung dengan dia, setelah mengalahkan 69 peserta lain. Masur lalu menawari dia ikut audisi asisten dirigen pada l’Orchestre National de France di Paris, Juli 2006.

Bintangnya makin bersinar ketika Adri menjadi peringkat kedua pada kompetisi di Besançon, Perancis, yang diikuti 350 dirigen. ”Saya kalah dari Lionel Bringuier, dia orang Perancis,” ungkapnya.

Mulai April 2006 Adri menjadi dirigen orkes Theater & Philharmonie Thüringen di kota Gera. Tugas itu diraih setelah ia mengalahkan 150 pelamar. Dia dikenal sebagai dirigen dengan cakupan penguasaan musik klasik, opera, hingga kontemporer. Bagi Adri, pencapaiannya tak lepas dari peran para guru, seperti Masur, Eiji Oue, Bernard Haitink, dan Jorma Panula.

Kini, dia tak lagi harus makan tuna kaleng. Adri punya agen yang mengurus jadwalnya sampai setahun ke depan. Dia tampil tak hanya di Jerman, tetapi juga di Italia dan Perancis. Dia menjadi dirigen berbagai konser dan pertunjukan balet, seperti Wiener Blut dan Tosca. Buah keputusan tahun 1993 itu mulai terasa manis....

***

Keprihatinan Adrian Prabava

Adri prihatin pada kesenian atau musik tradisional Indonesia, yang amat kaya dan dikagumi sebagian orang asing. Dia merasa menyesal tak sempat mendalami musik tradisional negeri sendiri. "Kalau ada yang harus dimajukan di Indonesia, ya musik tradisional itu," ujarnya.

"Kalau kita mau membangun tradisi musik, harus mulai dari hulu sampai hilir, mulai dari kurikulum pendidikan, tempat-tempat pertunjukan, perpustakaan, sampai lembaga pendidikan musik mesti tersedia," tambahnya.

biodata

Nama lahir: Adrian Prabawa Budhi Prasetya
Nama panggung: Adrian Prabava
Lahir: Jakarta, 22 Februari 1972
Orangtua: YB Bambang Arti Budhiatwan dan CM Sri Rahayu
Adik:
- Bellarminus Pratomo
- Clarentia Prameta

Pendidikan:
- SMA Kanisius
- Conservatory of Detmold, Jerman
- Conservatory of Music and Theater in Hannover, Jerman

Pekerjaan:
- Mitteldeutsche Kammerphilharmonie
- Asisten dirigen Kurt Masur di l’Orchestre National de France
- Dirigen pada Theater dan philharmonic Gera Jerman

Senin, 20 Agustus 2007

Sutiyoso

Pemimpin Itu Berani Ambil Putusan dan Risiko

Jakarta, Kompas - Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso mengakui selama 10 tahun memimpin Ibu Kota banyak rintangan yang ia hadapi. Hanya karena dirinya memiliki konsep, berani memutuskan, dan berani melaksanakan kebijakan tak populer, Sutiyoso menyatakan, ia mampu mengatasi berbagai rintangan tersebut.

Satu hal yang ia sesali, menjelang berakhir masa jabatannya sebagai gubernur, adalah gagalnya konsep megapolitan masuk dalam Undang-Undang Ibu Kota Negara. Padahal konsep besar yang menyatukan tata ruang Jakarta dengan wilayah sekitarnya amat penting untuk mengintegrasikan seluruh rencana pembangunan.

"Tapi, ya enggak apa-apa. Konsep dasar sudah saya letakkan. Tinggal dilanjutkan. Saya sendiri sedang mencari tantangan baru," kata Gubernur yang dipanggil Bang Yos itu, dalam percakapan dengan Kompas, di ruang kerjanya di Jakarta, Kamis (16/8).

Sutiyoso mulai memimpin Jakarta pada 1997, ketika APBD Jakarta 1997/1998 hanya Rp 1,7 triliun. Ia akan menyelesaikan jabatan yang kedua pada 7 Oktober, saat Ibu Kota memiliki APBD Rp 21 triliun. Sebelum dia, hanya Ali Sadikin yang pernah menjabat dua kali gubernur.

"APBD saat saya mulai memimpin Jakarta hanya bisa untuk membayar gaji pegawai," kata mantan Panglima Komando Daerah Militer Jakarta Raya itu.

Krisis ekonomi yang melanda Asia pada akhir 1997 berdampak luar biasa terhadap Indonesia. Jakarta merasakan akibatnya.

Multikrisis terus menerpa, termasuk krisis politik yang berujung pada pergantian kepemimpinan nasional. Jakarta kembali harus merasakan dampak besarnya karena pergantian pemimpin nasional itu diawali dengan kerusuhan. Gedung dibakar, toko dijarah, anarki di mana-mana. Jakarta porak-poranda.

"Saya mulai memimpin Jakarta dengan kondisi sangat memprihatinkan. Masyarakat sedang eforia dengan kebebasan. Saya sendiri harus mengubah gaya kepemimpinan dari militer ke sipil," ujarnya.

Sutiyoso menyatakan, pascakerusuhan itu Jakarta harus dikembalikan sebagai kota jasa yang bergairah meski pertumbuhan ekonomi Ibu Kota merosot drastis, menjadi minus 17,49 persen.

Setelah kerusuhan, kesenjangan kaya-miskin pun menjadi persoalan. Sutiyoso mengatakan, ia lalu menempuh dua jalur penyelesaian, secara fisik melalui jalur hukum dan nonfisik melalui pendekatan persuasif.

Malam hari Sutiyoso masuk ke kantong-kantong orang kaya Jakarta, meyakinkan mereka agar membantu rakyat miskin. Hasilnya, katanya, berbagai jenis bantuan mengalir. "Siang hari saya bersama para donatur masuk ke kantong-kantong kemiskinan, membawa bantuan itu. Kepada rakyat yang menerima saya sampaikan siapa yang membantu mereka," ujarnya.

Upaya pemulihan itu terus dilakukan sampai akhirnya Pemilihan Umum (Pemilu) 1999 digelar. Itu dianggap ujian oleh Sutiyoso. Pemilu 1999 berjalan aman, dengan tingkat partisipasi mencapai 99,7 persen.

Dengan kondisi aman saat Pemilu 1999 dan seterusnya, kata Sutiyoso, kepercayaan para investor tumbuh, investasi masuk, dan itu berarti pembangunan kembali berjalan.

Masa kepemimpinannya pada periode 1997-2002 itu disebut Sutiyoso sebagai "masa survival". Pada tahun 2002 APBD DKI Jakarta sudah mencapai Rp 9,6 triliun. "Saya orang yang happy menghadapi tantangan," ujar lulusan Akademi Militer Nasional 1968 itu.

Pendekatan megapolitan

Saat terpilih kembali sebagai gubernur tahun 2002, menurut Sutiyoso, ia mengawalinya dengan tekad mengubah Jakarta agar nyaman ditinggali warganya dan tidak kalah dengan kota besar lain di dunia. Oleh karena itu, program-program strategis pun disusun.

Sutiyoso menyebut sejumlah masalah besar yang harus dibenahinya, seperti transportasi, banjir, sampah, pendidikan, permukiman, dan kemiskinan.

Penanganan beberapa masalah itu di antaranya, menurut Sutiyoso, tidak bisa lepas dari keterlibatan daerah sekitar, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek). Karena itu, penanganan Jakarta harus dalam konsep megapolitan.

"Karena itu saya jadi bingung saat konsep itu tidak dimasukkan dalam Undang-Undang Ibu Kota Negara yang baru. Saya tidak habis pikir," katanya.

Sutiyoso lalu menyebut penanganan banjir yang tidak hanya bisa ditangani dengan pembenahan 13 sungai di Jakarta. Banjir di Jakarta tidak bisa hanya ditangani dengan pembangunan Banjir Kanal Timur, untuk melengkapi keberadaan Banjir Kanal Barat. Penanganan banjir di Ibu Kota tentu harus melibatkan pula Kabupaten Bogor karena sungai-sungai bermuara di daerah pegunungan di selatan Jakarta itu.

Demikian pula masalah transportasi, menurut Sutiyoso, mustahil dibenahi tuntas tanpa melibatkan Botabek. Untuk angkutan umum bus transjakarta, misalnya, dia berangan-angan nantinya dapat tersambung hingga Tangerang, Depok, dan Bekasi. Subway yang akan dimulai dari Blok M hingga Harmoni juga dapat tersambung hingga Bogor. Demikian pula monorel yang akan menyambungkan wilayah timur (Bekasi) dan hingga barat (Tangerang).

Jika terwujud, hal itu dapat mengurangi pemakaian kendaraan pribadi warga Bodetabek yang bekerja di Jakarta. Ibu Kota pun tak akan lagi penuh sesak kendaraan seperti sekarang ini.

Sutiyoso menyadari konsep pembenahan transportasi, juga sektor lain, akan mendapat tantangan segala kalangan. "Sebelum saya memutuskan, para profesor membuat konsep pembenahan itu. Saya yang lalu memutuskan untuk menjalankan. Pemimpin harus berani dan punya konsep," katanya.

Kritik pedas saat busway diterapkan dia abaikan karena dia yakin pembenahan untuk kepentingan masyarakat banyak harus dilakukan. Sutiyoso menyebutnya itu sebagai tindakan tidak populer yang harus dijalankan dan menjadi risiko ke arah perubahan lebih baik.

Masa depan

Tentang program-programnya yang belum bisa mengubah total Jakarta, Sutiyoso mengatakan, "Itu bukan gagal, tetapi belum berhasil karena semuanya perlu waktu."

Tugas gubernur baru untuk melanjutkan, kata Sutiyoso, yang menganggap keberhasilan penyelenggaraan pilkada sebagai "PR" terakhirnya.

Tentang rencana masa depannya, Sutiyoso menyatakan mungkin akan terjun ke bisnis.

Menanggapi keinginan agar dia maju dalam Pemilihan Presiden 2009, Sutiyoso mengatakan, "Kalau yang sekarang didukung rakyat dan berhasil, harus di-support habis."

Namun, Sutiyoso menyatakan dirinya orang yang terbuka dan siap menerima tantangan baru jika suasana menghendakinya. "Realistis saja karena menjadi pemimpin itu amanah," tutur Sutiyoso. (mul/nwo/vik)

bnu Bajjah : Cendekiawan Muslim Teragung



PDF Cetak E-mail
Ditulis oleh yus
Jumat, 25 Juni 2004
Umat Islam telah sampai ke tanah Spanyol (Andalusia) semenjak zaman sahabat Rasul. Kedatangan mereka telah berhasil mempengaruhi kehidupan masyarakat di sana khususnya dalam bidang keilmuan. Sepanjang pemerintahan Islam di Spanyol, telah lahir sejumlah cendikiawan dan sarjana dalam pelbagai bidang ilmu. Sebagian mereka ialah ahli sains, matematika, astronomi, perobatan, filsafat, sastera, dan sebagainya.Abu Bakr Muhammad Ibn Yahya al-Saigh atau lebih terkenal sebagai Ibnu Bajjah adalah salah seorang diantara para cendekiawan Muslim tersebut. Terlahir di Saragossa tahun 1082 M, Ibnu Bajjah merupakan seorang sastrawan dan ahli bahasa yang unggul. Ia pernah menjadi penyair bagi golongan al-Murabbitin yang dipimpin oleh Abu Bakr Ibrahim Ibn Tafalwit.

Selain itu, Ibnu Bajjah juga ahli di bidang musik dan pemain gambus yang handal. Ia juga seorang yang hafal Alquran. Dalam waktu yang sama, Ibnu Bajjah amat terkenal dalam bidang perobatan dan merupakan salah seorang dokter terkenal yang pernah dilahirkan di Andalusia.

Kehebatannya pun turut terlihat dalam bidang politik sehingga ia dilantik menjadi menteri semasa Abu Bakr Ibrahim berkuasa di Saragossa. Lebih menakjubkan lagi beliau dapat menguasai ilmu matematika, fisika, dan falak. Pada kesempatan itu beliau banyak menulis buku yang berkaitan dengan ilmu logika. Kemampuannya menguasai berbagai ilmu itu menjadikannya seorang sarjana teragung bahkan tiada bandingan di Andalusia dan barangkali di dunia Islam. Sumbangannya dalam bidang keilmuan begitu besar.

Dalam bidang filsafat umpamanya, kemampuan Ibnu Bajjah setara dengan al-Farabi ataupun Aristoteles. Dalam bidang ini ia mengemukakan gagasan filsafat ketuhanan yang menetapkan manusia boleh berhubungan dengan akal fa'al melalui perantaraan ilmu pengetahuan dan pembangunan potensi manusia.

Menurut Ibnu Bajjah, manusia boleh mendekati Tuhan melalui amalan berfikir dan tidak semestinya melalui amalan tasawuf yang dikemukakan oleh Iman al-Ghazali. Dengan ilmu dan amalan berfikir, segala keutamaan dan perbuatan moral dapat diarahkan untuk memimpin serta menguasai jiwa. Usaha ini dapat menumpas sifat hewaniah yang bersarang dalam hati dan diri manusia.

Berdasarkan pendapatnya, seseorang harus mengupayakan perjuangannya untuk berhubung dengan alam bersama-sama dengan masyarakatnya ataupun secara terpisah. Kalau masyarakat itu tidak baik maka seseorang itu harus menyepi dan menyendiri.

Pandangan filsafat Ibnu Bajjah ini jelas dipengaruhi oleh ide-ide al-Farabi. Pemikiran filsafatnya ini dapat diikuti dalam Risalah al-Wida dan kitab Tadbir al-Muttawwahid yang secara umum merupakan pembelaan kepada karya-karya al-Farabi dan Ibn Sina kecuali bagian yang berkenaan dengan sistem menyepi dan menyendiri.

Namun, ada sebagian pemikir mengatakan bahwa kitab tersebut sama dengan buku al-Madinah al'Fadhilah yang ditulis al-Farabi. Dalam buku itu, al-Farabi menjelaskan pandangan beliau mengenai politik dan falsafah. Semasa membicarakan tentang politik, al-Farabi telah mencadangkan supaya sebuah negara kebajikan yang diketuai oleh ahli filsafat diwujudkan.

Satu persamaan yang kentara antara al-Farabi dengan Ibn Bajjah ialah kedua-duanya meletakkan ilmu mengatasi segala-galanya. Mereka hampir sependapat bahwa akal dan wahyu merupakan satu hakekat yang padu. Upaya untuk memisahkan kedua-duanya hanya akan melahirkan sebuah masyarakat dan negara yang pincang.

Oleh sebab itu, akal dan wahyu harus menjadi dasar dan asas pembinaan sebuah negara serta masyarakat yang bahagia. Ibnu Bajjah berpendapat bahwa akal boleh menyebabkan manusia mengenali apa saja kewujudan benda atau Tuhan. Akal boleh mengenali dengan sendiri perkara-perkara tersebut tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur kerohanian melalui amalan tasawuf.

Selain itu, Ibnu Bajjah juga telah menulis sebuah buku yang berjudul Al-Nafs yang membicarakan persoalan yang berkaitan dengan jiwa. Pembicaraan itu banyak dipengaruhi oleh gagasan pemikiran filsafat Yunani. Oleh sebab itulah, Ibnu Bajjah banyak membuat ulasan terhadap karya dan hasil tulisan Aristoteles, Galenos, al-Farabi, dan al-Razi.

Minatnya dalam soal yang berkaitan dengan ketuhanan dan metafisika jauh mengatasi bidang ilmu lain meski beliau mahir dalam ilmu psikologi, politik, perobatan, aljabar dan sebagainya. Sewaktu membicarakan ilmu logika, Ibnu Bajjah berpendapat bahwa sesuatu yang dianggap ada itu sama ada benar-benar ada atau tidak ada bergantung pada yang diyakini ada atau hanyalah suatu kemungkinan. Justru apa yang diyakini itulah sebenarnya satu kebenaran dan sesuatu kemungkinan itu boleh jadi mungkin benar dan tidak benar.

Kenyataannya, banyak perkara di dunia ini yang tidak dapat diuraikan menggunakan logika. Jadi, Ibnu Bajjah belajar ilmu-ilmu lain untuk membantunya memahaminya hal-hal berkaitan dengan metafisika.

Ilmu sains dan fisika misalnya digunakan oleh Ibnu Bajjah untuk menguraikan persoalan benda dan rupa. Menurut Ibnu Bajjah, benda tidak mungkin terwujud tanpa rupa tetapi rupa tanpa benda mungkin wujud. Oleh sebab itu, kita boleh menggambarkan sesuatu dalam bentuk dan rupa yang berbeda-beda.

Masih banyak lagi pemikiran filsafat Ibnu Bajjah yang tidak diketahui karena sebagian besar karya tulisnya telah musnah. Bahan yang tinggal dan sampai kepada kita hanya merupakan sisa-sisa dokumen yang berserakan di beberapa perpustakaan di Eropa. Setengah pandangan filsafatnya jelas mendahului zamannya.

Sebagai contoh, beliau telah lama menggunakan ungkapan manusia sebagai makhluk sosial, sebelum para sarjana Barat berbuat demikian. Begitu juga konsep masyarakat madani telah dibicarakan dalam tulisannya secara tidak langsung. Sesungguhnya Ibn Bajjah merupakan tokoh ilmuwan yang hebat.

Namun kehebatannya inilah yang mengundang cemburu beberapa kalangan. Perasaan dengki dan cemburu ini menyebabkannya diracuni dan akhirnya meninggal dunia pada tahun 1138. Biarpun umur Ibn Bajjah tidak panjang tetapi sumbangan dan pemikirannya telah meletakkan dasar yang kokoh bagi perkembangan ilmu dan filsafat di bumi Andalusia.

Minggu, 19 Agustus 2007

Sepotong Sejarah Putu Sugianitri

Maria Hartiningsih

Apakah bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar? Putu Sugianitri terdiam sejenak sebelum mengatakan, bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai jasa para pahlawannya.

Putu Sugianitri (60), yang saat ini lebih dikenal sebagai pembudidaya jeruk bali, adalah ajudan terakhir Bung Karno. Ia baru bertugas sekitar setahun ketika situasi politik di dalam negeri sangat kritis.

Nitri, panggilannya, dilantik sebagai polisi wanita (polwan) pada pagi 30 September 1965 di Sukabumi, setelah mengikuti pendidikan bintara setahun. "Ada 31 siswa bintara waktu itu, lima dari Bali," ungkap Nitri, suatu siang ketika kami berbincang di bale bengong bambu di halaman rumahnya, di kawasan Renon, Denpasar, Bali.

Mungkin ia termasuk siswa paling muda kalau menilik usia sebenarnya. Ia mengaku "mencuri umur". Syarat usia menjadi siswa bintara 18 tahun, dengan tingkat pendidikan sekolah menengah pertama (SMP). Nitri saat itu baru selesai SMP.

Pada acara ramah tamah malam hari setelah pelantikan, sedianya Kepala Polri datang, tetapi tak jadi karena ada sesuatu yang penting di Jakarta. "Saya sudah pakai kostum tari," tutur Nitri. Di antara siswa-siswa seangkatan, ia dikenal sebagai penari Bali yang andal. "Tiba-tiba lampu mati. Acara batal. Saya tidak jadi menari. Kami kembali ke asrama."

Beberapa hari setelah itu, seorang polisi dari Detasemen Kawal Pribadi Presiden, dikomandani Ajun Komisaris Besar Mangil, menggantikan Tjakrabirawa, menjemputnya ke Jakarta untuk bergabung dengan enam polwan lain di Istana Negara.

Di istana juga ada ajudan lain, masing-masing dua dari Korps Wanita Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Semuanya berseragam. Nitri satu-satunya ajudan yang tak berseragam karena tugasnya lebih untuk mendampingi Bung Karno di istana, menyiapkan makanan, minuman, serta obat.

Pekerjaan Nitri dimulai pada pukul enam pagi untuk mencari kue-kue jajan pasar kesukaan Bung Karno. "Beliau paling suka lemper ayam yang daging ayamnya diopor, disuwir-suwir, dan lempernya digulung dengan daun pisang hijau pupus. Juga hunkue tak berwarna yang di dalamnya ada pisang kepok," tutur Nitri. "Beliau suka sekali sayur lodeh bari, ini sayur lodeh yang sudah tiga hari."

Bung Karno, kata Nitri, mengenal kedisiplinan sekaligus watak keras Nitri. Ia berani bertanya, bahkan membantah Bung Karno kalau perlu. Tetapi, ia juga sangat setia. Dia adalah satu dari sedikit orang yang menjadi saksi saat-saat terakhir Bung Karno sebagai presiden dan bagaimana kemudian keluarganya diperlakukan.

Berhenti

Pengumuman Bung Karno diberhentikan sebagai presiden terjadi ketika Bung Karno berada di Bogor. "Beliau berada di Istana Bogor, Jumat, naik helikopter. Begitu ada pengumuman, Bung Karno kembali ke Jakarta, dengan baju biasa, naik VW Combi. Sukma (Sukmawati Soekarno) waktu itu tanya, ’Kok baju Bapak enggak dipakai.’ Bung Karno menjawab, ’Kan, sudah ada pengumuman Bapak bukan presiden lagi,’" Nitri mengucapkan kalimat itu dengan suara tercekat.

Bung Karno dan para ajudan sempat melihat-lihat situasi Jakarta dengan kendaraan itu. Ia berpakaian biasa, tanpa peci. Waktu itu sedang musim rambutan. Bung Karno ingin makan rambutan rapiah kesukaannya. "Beliau bilang dalam bahasa Bali, ’Tri, sing ngelah pis, saya tak punya uang.’"

"Saya turun, membeli rambutan, lalu bilang ke pedagangnya, ’Tolong kasih ke orangtua di mobil itu.’ Bung Karno bertanya, ’Manis enggak?’ Suara khas itu membuat si pedagang tahu siapa yang ia hadapi."

Sebelum diusir dari istana, setiap pagi Bung Karno membaca semua koran yang terbit, yang semua mendiskreditkan namanya. "Saya tanya, kok Bapak diam saja. Beliau menjawab, ’Saya tidak mau terjadi perang saudara karena pro dan kontra.’ Beliau juga tidak sudi meminta suaka seperti dilakukan Pangeran Norodom Sihanouk dari Kamboja. Kata beliau, ’Saya lebih baik mati di sini, tetapi Indonesia selamat dari perang saudara.’"

Dalam suasana politik yang panas itu, berbagai gosip juga menerpanya terkait dengan Bung Karno. "Saya marah sekali. Tapi, bisa apa saya?" suaranya meninggi.

Nitri berhenti menjadi ajudan setelah Bung Karno dipindahkan ke Wisma Yaso, diasingkan dari teman-teman, kerabat, dan keluarga. Ia sempat diminta menjadi ajudan keluarga penguasa yang baru, tetapi ditolaknya. "Semua orang waktu itu melihat kami dengan pandangan jijik. Untuk apa saya bekerja di situ?"

Protes atas perlakuan terhadap Bung Karno dan keluarganya, ia lakukan dengan menyatakan berhenti sebagai polwan. "Kalau Bung Karno, Bapak Bangsa dan Proklamator saja bisa diperlakukan seperti itu, apalagi orang seperti saya?"

Setelah itu Nitri sempat tinggal di rumah Ibu Fatmawati dan menyaksikan dari dekat kesulitan-kesulitan yang dihadapi keluarga Bung Karno. Ia sempat bertemu lagi dengan Bung Karno, ketika mantan presiden itu mendapat izin menghadiri upacara perkawinan Guntur dengan dikawal ketat. "Mukanya bengkak, topinya menceng-menceng dan sudah banyak lupa," ungkap Nitri mengenang.

Kepada Bung Karno, ia sempat meminta nama untuk anak sulungnya. "Nama itu ditulis di secarik kertas kecil, disembunyikan Mbak Mega di bawah alas sepatu. Pemeriksaan waktu itu sangat ketat, meski yang datang menengok anggota keluarga dekat. Bung Karno memberi nama anak saya, Fajar Rohita. Sekarang usianya 39 tahun."

Melanjutkan hidup

Meski situasi sudah jauh lebih baik, bahkan Megawati pernah menjadi Presiden RI, menurut Nitri, ada bagian sejarah yang tak bisa diubah dan harus diingat, agar bangsa ini belajar dari apa yang dilakukan terhadap orang yang berjasa melahirkan negeri ini.

"Sampai saat ini masih sulit buat saya menerima perlakuan terhadap Bung Karno pada hari-hari terakhir beliau," ujarnya.

Nitri menjalani kehidupan berkeluarga yang penuh dinamika. Sempat tinggal di Bandung, Nitri kembali ke Bali. Ia melukis, menjadi eksportir kerajinan Bali dan menari. Sebagian lukisannya yang beraliran surealis tergantung di dinding rumahnya yang sederhana.

Beberapa tahun terakhir ini, ketika enam dari tujuh anaknya sudah mandiri, Nitri mengembangkan tanaman langka Bali di lahan yang ia kontrak selama 30 tahun.

"Mulanya saya hanya ingin makan buah-buahan asli Bali yang biasa saya makan waktu masih kecil. Selain jeruk bali besar merah, juga mangga amplemsari, itu mangga asli Bali yang sudah langka," ujarnya.

Setiap hari ia bangun pukul empat pagi, lalu ke pasar, belanja untuk warung makan kecil yang dijalankan pembantunya. Setelah itu, seharian ia berada di kebun. Nitri menjalani hidupnya seperti orang kebanyakan, tetapi dengan kesadaran bahwa dari setiap langkah yang terayun, ada ingatan yang tertinggal. Itulah jejak sejarah.

Rabu, 15 Agustus 2007

Eep Saifollah Fatah

Analisis di Balik Benang Interpelasi

Ini Sebuah Kompetisi Perebutan Populeritas
Interpelasi DPR menjadi bola api yang memanaskan panggung politik nasional. Momentum tersebut menjadi ajang rebutan popularitas politik antara dua kutub kekuasaan. Yakni partai politik yang termanifestasikan dalam lembaga legislatif (DPR), melawan pejabat politik publik yang ’nangkring’ di eksekutif. Bagaimana kalkulasi politik atas dinamika itu? Apa resiko politik yang akan ditangguk kedua belah pihak menuju 2009? Inilah pandangan pakar politik UI Eep Saifulloh Fatah.



Bagaimana Anda memahami fenomena di balik dinamika interpelasi?

Ini konsekuensi logis dari dinamika politik 2009 yang sudah mendekat. Itu gejala yang sangat logis terjadi. Karena itu ada beberapa catatan. Pertama, dinamika ini belum tentu menandakan adanya gerakan oposisi yang genuin, terlembaga, dan punya basis politik yang kuat untuk berhadapan dengan pemerintah. Boleh jadi ini sekadar pemasaran politik (political marketing) menuju 2009. Kedua, fenomena ini bisa jadi merekfleksikan faksionalisme yang mengemuka dan memperlihatkan dirinya dalam partai-partai. Karena sebagai entitas politik, partai tidak akan homogen, pasti heterogen. Dari tubuh partai muncul banyak kelompok dan banyak pertikaian.


Apa contoh konkretnya?

Contohnya di internal Partai Golkar yang muncul beragam sikap dan tanggapan. Tapi intinya, Golkar tidak mungkin membangun oposisi karena Ketum-nya wakil presiden. Sikap Yuddy Chrisnandy misalnya, itu bisa dipahami dari berbagai sudut pandang. Saya melihat itu sebagai politik dua muka. Satu pihak bertugas menggempur kebijakan pemerintah, sementara partainya menjadi bagian dari pembuat kebijakan itu sendiri. Kemungkinan kedua, Yuddy dkk mewakili faksi tertentu yang tidak sepaham dengan Jusuf Kalla. Yang manapun kemungkinannya, sikap individual politisi di Senayan itu akan dikanalisasi oleh partai dan fraksi masing-masing. Kalau itu sudah terjadi, Golkar tidak segarang ini.


Apakah sikap Senayan ini adalah reaksi kekecewaan pasca reshuffle kabinet?

Kalaupun ada partai yang paling kecewa atas reshuffle, adalah PBB. Partai lain tidak. Jadi tidak terlalu tepat kalau gonjang-ganjing politik ini dilihat sebagai ekspresi kekecewaan reshuffle. Ini hanya perang popularitas. Dan politisi yang pandai memanfaatkan momentum, akan menangguk banyak keuntungan, yakni popularitas itu sendiri. Saya melihat ini sebagai kompetisi rebutan popularitas, antara partai politik yang direpresentasikan DPR dan pejabat publik di eksekutif, terutama presiden. Jadi apa ada resiko politik bagi SBY? Semua tergantung ujung dari proses politik di balik interpelasi. Kalau interpleasi berujung pada antiklimaks, misalnya Parpol berubah pendapat, yang asalnya vocal menjadi melempem. Reaksi itu justru akan menjadi hantaman balik yang keras bagi Parpol. Tapi belum tentu presiden bisa menangguk keuntungan. Kalau SBY menganggap ini sebagai pertarungan politik, maka yang harus dia lakukan adalah merebut momentum dari di tangan legislatif.


Bagaimana cara merebutnya?

Salah satu caranya, datang dengan gagah lalu memenangkan pertarungan (perdebatan, Red) di legislatif. Meski forum interpelasi DPR berjalan liar dan amburadul, presiden tetap berpeluang memenangkan poin popularitas itu. Misalnya, karena terlalu liarnya forum DPR hingga tak terkendali lalu presiden harus menghentikan jawabannya karena DPR, maka keuntungan sudah berada di tangan presiden. Publik akan berkata, ’gila ya DPR tidak bisa diatur dengan tertib laiknya manusia yang layak’. Apalagi jika forum terkendali, presiden juga lebih mudah mendapat keuntungan. Tetapi memang butuh keikhlasan presiden SBY untuk mau berada dalam posisi yang tidak nyaman. Celakanya, presiden SBY bukan tipe itu. Terbukti saat berpidato di depan anak-anak di Senayan, mereka ramai, SBY merasa terganggu dan menegurnya. Itu contoh kecil dari karakter pribadi presiden. Kalau SBY bisa memperbaiki karakter ini, maka keuntungan dari pertarungan politik ini ada di tangannya.


Banyaknya serangan Parpol pada pemerintah ini menandakan bergesernya peta dukungan pemerintah?

Ini bukan petanya yang bergeser, tapi hanya waktunya yang bergeser. Prinsipnya, dalam lima tahun waktu pemerintahan bisa dibagi dalam tiga periode. Pertama, waktu untuk konsolidasi awal. Keadaannya, partai yang diakomodasi di kabinet akan senang, yang tidak diakomodasi akan oposan. Fase itu sudah lewat. Fase kedua adalah fase transisi. Situasinya, konsolidasi sudah lewat tapi masa pemilu mendatang belum dekat. Ketiga, fase konstalasi menuju pemilu selanjutnya. Di pertengahan tahun pemerintahan ini, berbagai tanda menuju prosesi Pemilu 2009 sudah terasa. Semua partai bergerak, termasuk partai kecil. Mereka mulai berani bersikap tegas kepada presiden, sembari bicara ’Anda boleh besar sekarang, tapi 2009 belum tentu memegang kekuasaan’.


Artinya peta dukungan pemerintah tidak berubah?

Sejak awal peta aliansi bersifat temporer, ad hock, dan cair. Koalisi hanya terbangun oleh dinamika waktu, isu, dan konteksnya. Jadi gerakan politik menentang pemerintah ini bukan oposisi yang terlembagakan. Cirinya jelas, oposisi ini berbasis isu. Karena karakter oposisi yang terlembagakan itu akan berpindah dari sekadar isu ke wilayah platform. Kalau ada kebijakan yang melawan platform, mereka akan melawan.

Ciri kedua dari oposisi yang tidak terlembagakan adalah bersifat ad hock. Hari itu oposisi terbangun, hari itu oposisi pula bubar. Karena oposisi yang terlembagakan akan bisa menjaga aspek-aspek tertentu secara permanen. Mereka memiliki parameter tertentu untuk beroposisi. Ciri ketiga, disebut oposisi terlembagakan kalau agendanya tidak sekadar jangka pendek.


Dari dinamika politik ini, pihak mana yang paling diuntungkan?

Yang paling diuntungkan adalah yang bisa mengolah isu dengan baik. Misalnya presiden tidak mau datang dan mengirim menterinya. Itu persoalan. Menurut saya, tugas, kewajiban, dan kewenangan menjawab interpelasi DPR memang bisa diwakilkan. Yang tidak bisa diwakilkan dalam sistem presidensial manapun adalah akuntabilitas presiden. Pada dasarnya, interpelasi tidak sekadar sekadar bertanya dan menjawab, tapi lebih pada persoalan akuntabilitas kebijakan presiden. Kalau presiden mau bertitik tolak pada sistem presidensial yang terjaga, maka dia harus datang. Sebaliknya, kalau DPR bisa mengolah isu ketidakhadiran presiden itu dengan baik, maka DPR diuntungkan.


Apa saran Anda kepada presiden?

Jika presiden politisi yang cerdas, maka dia akan bertanya apakah benar partai punya konstituen? Anggota DPR itu sudah dikerangkeng dalam sistem pemilu, dan partai itu menjadi instrumen penting untuk menentukan kedudukan mereka. Karena itu ada recalling. Selain harus datang langsung, presiden juga bisa mengambil keuntungan dengan mengulur waktu. Karena pada akhirnya, anggota DPR akan tunduk pada kebijakan partainya. Partai tak mungkin terpecah belah, kecuali dia mau tercitrakan buruk. Saat itu presiden mulai bisa menghitung kekuatan partai. Misalnya Golkar sudah bisa dipastikan di kubu pemerintah, PBB juga karena Ketum-nya di eksekutif, lalu PAN masak tidak berpihak?, dan lainnya. Jadi presiden bisa manfaatkan kelemahan DPR ini dengan menghitung secara cermat.


Dari berbagai gempuran politik ini, mengapa kesan JK (Jusuf Kalla) terselamatkan?

Ini konsekuensi dari sistem presidensial, sekalipun Wapres dipilih dalam paket bersama presiden. Tapi tetap akuntabilitas kekuasaan tidak bisa dipindahkan. Akibatnya presiden tetap menjadi sasaran tembak utama. Jadi ada prinsip politik, kalau ingin mempunyai masa depan cerah di politik meski dengan tidur nyenyak, maka jadilah wakil presiden. Karena ketika presiden ’berakhir’, maka dia akan sangat berpeluang menggantikannya.


Apakah peluang itu juga bisa dimiliki JK sebagai modal ke Pilpres 2009?

Publik mempersepsikan pemerintahan ini mengalami miss-manejemen, kepemimpinan yang lemah, dukungan yang berubah-ubah, dan lainnya. Jadi sulit dibayangkan JK bisa memisahkan diri dari entitas pemerintahan ini. Karena dia bagian intergral. Yang bisa dilakukan JK adalah, mengatur ’politik dua muka’. Gunakan teori yang dipopulerkan Moerdiono, yakni ’teori pegang burung’. Kalau terlalu lemah burung terbang, kalau terlalu keras burung mati.

Karakter oposisi ini harus dipegang Golkar untuk menang. Kalau Golkar terlalu keras, maka JK ikut mati. Kalau memegangnya lemah, burung lepas. Artinya, Partai Golkar akan disamakan dengan Partai Demokrat. Jika ada kegagalan, Golkar akan masuk draf pembuat kegagalan itu sendiri. Jadi wajar, dalam batas tertentu, JK senang ada kader Golkar yang berwajah oposisi di parlemen.


Dari tekanan politik yang tertubi ini, apakah SBY akan tetap punya hal yang laku dijual pada 2009?

Pertaruhannya SBY ada di periode 2008-2009. Itu kesempatan terakhir pemerintah mengubah arah grafik popularitasnya. Selama pemerintahan tidak bisa mengeluarkan kebijakan menyentak dan menghasilkan kejutan di masyarakat, maka popularitasnya tidak akan tertolong. Bidang kerja yang harus dijadikan fokus kebijakan adalah terkait kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat. Celakanya, itu membutuhkan mobilisasi yang cukup besar.


Kebijakan macam apa?

Cara strategis yang bisa ditempuh adalah membuat gebrakan kebijakan populis yang memiliki muatan memori jangka pendek. Sehingga rakyat mudah mengingat dalam dua tahun terakhir ini pemerintah telah berakhir baik. Atau khusnul khotimah. Kedua, SBY harus cermat mengawasi orang di sekitarnya. Akhir kinerja pemerintah buruk atau tidak itu tergantung agenda politik orang-orang yang ada di pemerintahan sekarang. Sebab belum tentu JK senang kalau pemerintah terlalu sukses. Karena untuk menghadapi kontestasi Partai Demokrat dan SBY, Golkar harus mengurangi kredibilitas politik Partai Demokrat dan SBY dari hasil sukses yang terlalu mengesankan. (Ahmad Khoirul Umam)

Ridlwan Nasir

Visi tentang Lembaga Penyelenggara Pemilu

Butuh Figur Bermoral agar Tak Nyeleweng
Ridlwan Nasir, rektor IAIN Sunan Ampel, terpilih menjadi ketua Tim Seleksi Anggota KPU (Komisi Pemilihan Umum) mendatang. Apa obsesinya tentang lembaga yang akan bertanggung jawab terhadap proses demokrasi di indonesia itu?



Komisi Pemilihan Umum (KPU) sekarang penuh masalah, menurut Anda?

Saya tidak bisa memberikan penilaian ataupun perbandingan. Yang jelas, kami akan bekerja lebih baik daripada sebelum-sebelumnya. Ini adalah tugas negara. Jadi, harus dikerjakan dengan sebaik-baiknya. Objektif, transparan, dan tak terintervensi pihak-pihak lain. Sebab, kami menginginkan out put-nya nanti juga maksimal.

Saya tidak bisa menyoroti karena runtutannya itu nanti bisa panjang. Saya kira semua sudah tahu, siapa pun yang melanggar, urusannya dengan hukum. Apa pun yang terjadi, nanti hukum yang bekerja. Prinsip saya, bekerja lebih baik, nilailah dirimu sendiri sebelum menilai orang lain.


Figur yang Anda dan tim cari sebagai calon anggota KPU?

Pertama adalah mereka yang bermoral. Bagi saya, moral itu segala-galanya dalam ajaran Islam. Saya rasa, juga begitu dengan ajaran agama yang lain. Mereka yang agamanya stabil moralnya juga baik. Dengan demikian, apa pun yang terjadi, tidak akan nyeleweng. Harus adil dan jujur. Kedua, mereka yang memiliki kepribadian yang kuat dan tidak labil. Ini akan terlihat dari wawancara nanti. Ketiga, karena kami akan bekerja sebagai profesional, mereka harus memiliki profesionalitas. Bekerja sesuai dengan keahliannya. Makanya, kami mencari ahli, profesional, dan akademisi, serta yang penting 30 persen harus wanita.


Jadi, Anda akan memperketat parameter "moral"? Bagaimana Anda mengukur moralitas seseorang?

Seperti yang saya sebutkan tadi, jujur, adil, dan kepribadian yang kuat itu adalah persyaratan yang diamanatkan undang-undang. Tentu saja, kami akan menitikberatkan pada hal itu.

Kami akan melihat saat wawancara. Kami tanyai ibadah mereka, hubungan dengan sesama dan lingkungan. Kami akan mengukur melalui track record mereka, masukan dari masyarakat. Itu pun kami tak akan langsung percaya, harus cross check langsung. Bukti konkret harus ada.


Perlukah Anda melihat audit keuangan bakal calon?

Kalau mengenai itu, saya rasa di undang-undang tidak disebutkan. Tidak ada persyaratan demikian. Pengurusan audit itu kan lama sekali dan rumit. Apabila mempertimbangkan rentang waktu pendaftaran dan sebagainya yang singkat ini, sepertinya itu tidak mungkin.


Selama ini terdapat kesan tim seleksi cenderung membagi-bagi kursi ke kampus. Bagaimana pendapat Anda?

Saya tidak akan berbuat demikian. Tak akan ada bagi-bagi tempat ke perguruan tinggi (PT). Kalau memang ada yang lebih bagus, jujur, dan adil, kenapa tidak? Kami jamin tidak akan ada bagi-bagi ke kampus. Seperti saya bilang, akan ada unsur akademisi, profesional, dan masyarakat. Siapa pun yang ingin mendaftar, silakan asal S-1. Saya mengharapkan dan mengimbau semua yang merasa layak untuk mendaftar.


Tugas Anda tidak ringan, apa yang membuat Anda termotivasi menerima tugas itu?

Memang, ini bukan tugas yang ringan. Berat. Ini amanah. Tentu, sebagai abdi negara, saya harus siap apabila ditunjuk asal tidak ambisi. Saya tidak berambisi. Tapi, kalau ditunjuk, ya... bismillah. Rasul sendiri bilang, jangan meminta jabatan. Saya nggak minta, wong saya kaget waktu ditunjuk. Jabatan itu bisa jadi kenikmatan dan penderitaan. Apabila menjalankannya dengan jujur dan benar, kita akan mendapatkan kenikmatan. Tapi, apabila tidak jujur, dampaknya penderitaan. Pejabat itu bukan penguasa. Pejabat adalah pelayan masyarakat.


Pengalaman apa saja yang mungkin akan mendukung keberhasilan Anda dalam memimpin tim nanti?

Saya memulai semua dari bawah, pembantu dekan hingga rektor. Saya sudah biasa berhadapan dengan banyak orang. Saya juga pernah mengikuti Lemhanas pada 2002. Kami berdiskusi dengan banyak elemen. Saya orangnya selalu positive thinking. Saya optimistis dapat melakukan tugas dengan baik.


Apa kira-kira yang akan Anda tekankan kepada anggota KPU mendatang. Terutama becermin dari kinerja KPU sebelumnya yang masih juga ribut dengan urusan teknis.

Manajerial itu memang penting. Tentu, kami akan menekankan itu kepada 21 calon anggota yang kami pilih nanti (lantas, diberikan kepada presiden untuk disahkan, baru diberikan kepada DPR untuk fit and proper test, Red). Komitmen pribadi akan kami tanyakan. Mereka diharapkan bekerja sesuai dengan aturan dan bagian. Jangan sampai nanti menabrak rambu-rambu.


Berapa lama menyeleksi?

Jadwal 50 hari. Tapi, tidak mungkin kan terus-terusan begitu, ada liburnya. Jadi, kemungkinan akan lebih. Rencana sudah tentu sesuai dengan Undang-Undang No 22 Tahun 2007. Mulai membuka pendaftaran, penilaian administrasi, seleksi tertulis, hingga tanggapan masyarakat. Nanti seluruh pendaftar yang sudah melakukan tes tulis dan psikotes akan disaring menjadi 45 untuk diwawancarai. Pengumuman pendaftaran dapat dilihat di media cetak dan elektronik mulai Senin (18/6).

Saya dengan tim sudah menjadwalkan untuk bertemu sesering mungkin. Anggota yang berada di Jakarta akan stand by di sekretariat (Gedung Juang, Red). Agenda terdepan pada 9 Juli nanti, kami akan bertemu dengan eks pansus. Kami akan berdiskusi dan meminta masukan.


Diskusi dengan pihak lain? Misalnya, eks tim seleksi KPU lalu?

Sepertinya tidak ada. Sejauh ini belum ada jadwal. Dulu tim seleksi tiga orang saja, satu sudah almarhum. Melihat kondisi, sepertinya tidak mungkin. Lagi pula, dulu teknisnya berbeda. Mereka ditunjuk dan disuruh untuk mencari, kemudian dipilih tujuh. Sekarang semua lewat tes.


Setelah pertemuan pertama Selasa (12/6), apakah komunikasi sudah terbangun dengan bagus?

Cukup bagus! Walau ketua, sepertinya saya yang paling muda (terkekeh). Namun, kita sudah berkomitmen, menjaga kebersamaan dan kekompakan. Berjanji untuk menjaga independensi dan kejujuran di antara kita. Sebab, kalau salah satu komponen rusak, sistem akan oleng. Satu sama lain harus mendukung. Kami akan menjaga objektivitas. Jangan sampai kita menerima intervensi dari luar. Misalnya, ada tekanan dari calon yang ikut tes, lantas ada yang menghubungi bilang bahwa dari partai besar. Tak bisa itu.


Mengenai pembagian kerja?

Job description itu tetap ada. Misalnya sekretaris, maka akan bekerja sesuai dengan tugasnya. Tapi, akan tetap ada koordinasi. Setelah kami mengerjakan sesuatu atau rapat, kami akan membicarakannya. Anggota tim yang lain juga begitu. Yang jelas, untuk membuat pertanyaan bagi para pendaftar, misalnya tata negara, psikologi, atau agama, kami akan membahasa bersama.


Sejauh ini, apakah Anda sudah mendapatkan "intervensi", adakah yang menghubungi Anda dan mencoba melakukan pendekatan berkaitan dengan seleksi anggota KPU?

Tidak. Tidak ada yang menghubungi. Seandainya ada pun, kami nggak akan mau. Kami berusaha sesteril mungkin. Saya tahu, godaan itu banyak. Tapi, saya percaya, kalau ibadah kita istikamah, kita akan termonitor. (anita rachman)

Abdul Munir Mulkan

Ingin Ikhlas Berjihad untuk HAM

JAKARTA - Abdul Munir Mulkan akan menyandang profesi baru mulai akhir Agustus 2007. Pria kelahiran Jember, 13 November 1946, itu bakal menjadi anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) setelah ditetapkan tim seleksi Komisi III DPR sebagai komisioner Komnas HAM terpilih.

Menyandang amanat itu, Munir menyatakan tidak terlalu gamang. Guru besar Filsafat Pendidikan Islam UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta, itu telah melakukan persiapan mental. "Hanya satu kuncinya, yakni ikhlas," katanya kemarin. Artinya, ujar pria yang konsen pada studi Islam dan sosiokultural itu, dirinya akan mengoptimalkan seluruh kemampuan untuk menjalankan tugas tersebut.

Munir mengatakan telah memegang semangat berjihad untuk menjalani tugas itu. Bukan model jihad yang asal membabat setiap kasus dan persoalan yang ditangani. Tetapi, dia akan berusaha memahami secermat mungkin setiap keputusan sesuai dengan standar keadilan umat.

Setelah itu, lanjut mantan guru sekolah dasar (SD) di pinggiran Jogja tersebut, dirinya bakal memasrahkan hasil kinerjanya. "Kalau usaha sudah serius, tapi masih dinilai gagal, itu bukti bahwa anggota Komnas HAM juga manusia," ujar alumnus Fakultas Filsafat UGM itu.

Dia mengaku akan menjaga ritme kinerjanya untuk mencapai target yang telah diprioritaskan dalam peta besar capaian lima tahun ke depan. "Saya akan bekerja model sersan, artinya serius, tapi santai," katanya.

Munir ingin menjaga sinergisitas kekuatan dengan sepuluh komisioner Komnas HAM lain yang kebetulan sebagian besar belum dia kenal.

Bekerja sebagai penegak nilai-nilai HAM tentu akan sering bersinggungan dengan intimidasi dan teror dari sejumlah orang berkepentingan. Kendati demikian, dia sudah mengantisipasi itu dengan membesarkan hati.

"Berjuang seperti ini bukan soal berani atau tidak berani. Tapi, kalau kita jujur, insya Allah, musuh juga akan tertawa," ujarnya.(aku)

Sukardi Rinakit

Terjebak Rutinitas Selebriti

Ketenaran tidak selamanya membuat seseorang merasa nyaman. Ada kalanya, popularitas menimbulkan rasa jenuh.

Situasi psikologis itu kini tengah dirasakan Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) Sukardi Rinakit. Kepada Jawa Pos, Rinakit mengaku akan menyepi sejenak hingga menjelang pemilu presiden (pilpres) pada 2009. "Ini mungkin wawancara terakhir, dua hingga tiga tahun ke depan, saya ingin hening sejenak," kata pengamat politik yang dekat dengan elite militer nasional itu.

Selama ini, hari-hari Rinakit dihabiskan untuk menjadi pembicara di berbagai forum seminar, diskusi, wawancara TV, radio, mengerjakan proyek penelitian, atau sekadar menulis di media, baik media nasional maupun internasional.

Setiap tulisannya muncul di surat kabar, bisa dipastikan akan datang seratus hingga dua ratus SMS (short message service) ke hand phone-nya (umumnya berisi pujian). Pengirim itu dari berbagai kalangan, mulai para jenderal, anggota DPR-DPRD, hingga para menteri dan mantan menteri.

"Tapi, semua itu membuat saya kering, saya merasa mengalami pendangkalan intelektual karena harus terjebak dalam rutinitas seperti selebriti itu," katanya.

Pria kelahiran Madiun, 5 Juni 1963, itu mengaku yakin untuk meninggalkan kehebatan-kehebatan semu itu. "Saat ingin memantapkan spiritnya, dulu para rasul juga menyepi, seperti (Nabi Muhammad SAW, Red) di Gua Khiro’," katanya.

Selama dua hingga tiga tahun itu, Rinakit mengaku tidak akan muncul di media, tak akan mengisi seminar, dan rutinitas lainnya. "Saya hanya ingin diam, banyak membaca, merenungkan langkah selama ini, untuk kembali menyusun kekuatan diri hingga menjelang Pilpres 2009," katanya.

Rinakit mengaku telah tergagap-gagap untuk mengikuti perkembangan teori-teori besar mutakhir.

Kendati demikian, keinginan Rinakit itu ditentang Soegeng Sarjadi karena terkait kelangsungan lembaga Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) yang dipimpinnya. "Saya lagi negosiasi, yang pasti, saya butuh nepi (menyepi, Red)," kata alumnus Political Science, National University of Singapore itu.

Lalu, apa yang akan Rinakit lakukan saat kemunculannya pada 2009 nanti? Dia belum bisa menjelaskan. Banyak hal yang harus direnungkan, termasuk apakah dirinya akan terjun di dunia politik praktis atau tidak.

Rinakit mengaku, hingga saat ini sebuah partai baru yang diperhitungkan bisa menjadi partai besar pada Pemilu 2009 menunda kongresnya hanya untuk menunggu jawaban atas pinangan supaya dirinya bersedia menjadi Sekjen DPP partai itu.

Kendati demikian, ujar satu-satunya pengamat politik nasional yang bisa dekat dengan mantan Presiden Soeharto itu, dirinya saat ini memang tengah dihantui dua perkataan orang-orang terdekatnya. "Ibu saya mengatakan, arep kowe ngomong opo wae le, yo tetep gak iso ngubah opo-opo (kamu mau bicara apa saja Nak, tetap saja tidak bisa mengubah apa pun, Red)," katanya.

Nasihat kedua datang dari Soegeng Sarjadi. "Mas Soegeng juga mengatakan, sehebat apa pun yang saya lakukan tanpa kekuasaan, radiusnya hanya seratus meter untuk bisa berbuat kebaikan," katanya.

Misalnya, menyekolahkan tetangga yang tak bisa sekolah, mencarikan kerja tetangga yang pengangguran. Tapi, dengan skala terbatas.

"Tapi, kalau berkuasa, radiusnya nasional. Jadi, apakah saya harus terjun ke politik atau tidak, usaha menyepi ini akan menjadi jalan untuk mencari jawaban itu," jelasnya.

Yang pasti, ujar Rinakit, dirinya hanya ingin mewujudkan cita-cita sederhananya yang sederhana namun berat dilaksanakan. "Saya ingin rakyat Indonesia mesem (tersenyum, Red) atau syukur bisa gemuyu (tertawa, Red)," katanya. (aku)


Data Pribadi

Nama : Sukardi Rinakit
TTL : Madiun, 5 Juni 1963
Istri : Evyte Suhartin
Anak : Hana Nanyang Rinakit (5)

Pendidikan :
1. S-1 Fisip Universitas Indonesia
2. S-2 South East Asia Studies-National University of Singapore
3. S-3 Political Science, National University of Singapore

Pekerjaan :
1. Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS)
2. Peneliti, pembicara, dan penulis di berbagai lembaga dan media nasional maupun internasional.

Karya :
1. The Indonesian Military After the New Order (Copenhagen, Singapore, 2004)

Rabu, 01 Agustus 2007

Vieira, Mengabdi untuk Senyum di Irak

Vieira, Pelatih Kes IRAQ

ADI PRINANTYO

Sukses tim Irak merebut Piala Asia 2007 tak lepas dari tangan dingin Pelatih Jorvan Vieira. Keberhasilan ini terasa fenomenal karena penunjukan Vieira hanya kurang dari dua bulan sebelum kick off Piala Asia 7 Juli lalu. Sementara ia terhadang masalah dalam mengumpulkan pemain karena kondisi Irak yang sarat konflik.

Tengah hari pertengahan Juli 2007, Vieira bertutur tentang beberapa fenomena seputar apa yang dia alami sebagai pelatih Irak di lobi Hotel Sheraton Orchid, Bangkok, Thailand. Ini tempat tim Irak menginap selama penyisihan Grup A dan perempat final.

Ketika itu Irak sedang bersiap menghadapi Vietnam di delapan besar. Vietnam lalu ditundukkan 2-0, yang membuat Irak menghadapi Korea Selatan di semifinal. Tim Negeri Ginseng juga terhenti oleh Irak yang menang 4-3 lewat adu penalti. Irak mengukuhkan kejayaan mereka dengan kemenangan tipis 1-0 atas Arab Saudi.

"Jika Anda melatih tim Irak, berhasil menang di satu pertandingan, apalagi juara di satu turnamen, akan terasa sangat spesial. Ini karena Anda tahu bagaimana situasi di Irak," ujar Vieira yang sebelum menangani Irak melatih klub Al Taei, Arab Saudi.

Menurut Vieira, ada tanggung jawab ganda di pundak pelatih dan pemain Irak jika mereka sedang bertanding. Pasalnya, warga Irak sudah terbiasa dengan dentuman meriam, letusan senjata, dan ledakan bom yang kerap terjadi tiba-tiba. Keadaan itu membuat penduduk Negeri 1001 Malam itu selalu diliputi kemurungan, kejengkelan, dan kedukaan.

Tak heran, kemenangan tim sepak bola Irak menjadi hiburan khusus di sana. "Keadaan di Irak membuat warga sangat sulit menonton langsung tim mereka di negara sendiri. Saya sering mendengar cerita warga yang berduyun-duyun datang untuk menyaksikan laga di televisi bersama-sama. Mereka merayakan gol-gol serta kemenangan kami dengan antusias," ujar pelatih berusia 54 tahun itu.

Karena itu, selain harus bertanggung jawab untuk bermain sebaik mungkin di lapangan untuk meraih prestasi puncak, tim Irak juga punya beban untuk memberi secercah kebahagiaan bagi warganya.

"Di negara mana pun, kemenangan tim sepak bola pasti disambut bahagia. Tetapi, di Irak sangat berbeda karena dalam kehidupan sehari-hari, kebahagiaan itu sangat mahal," tutur pelatih asal Brasil ini.

Meski ada beban ganda, ia tetap meminta pemain tampil lepas, tak terpengaruh beban. Seperti diketahui, tim Irak menjadi runner-up Asian Games 2006 dan semifinalis Olimpiade Athena 2004. Dua prestasi yang jika terus disebut menimbulkan beban tambahan pada diri pemain Irak. Sebabnya, prestasi itu tak bisa diulang setiap waktu.

Menangani tim Arab

Vieira yang pernah studi kedokteran olahraga sempat bermain untuk klub elite Brasil, Vasco Da Gama, Botafogo, dan Portuguese. Setelah gantung sepatu, dia lalu berkarier menjadi pelatih, juga pada ketiga klub itu.

Kiprahnya melatih klub asing berawal tahun 1980 ketika ia membesut Qatar Sports Club untuk satu musim kompetisi. Ini sekaligus awal bagi dia melatih berbagai tim di Asia, terutama di jazirah Arab, Maroko, dan negara di Afrika yang juga anggota Liga Arab.

Seusai satu musim di Qatar, ia menghabiskan delapan tahun di Maroko. Vieira menangani beberapa klub, termasuk Forces Armees Royales Rabat, yang dibesutnya hingga juara Liga Maroko 1987 dan 1989 serta merebut Piala Maroko 1986. Vieira lalu ditunjuk menjadi asisten pelatih tim nasional Maroko pada Piala Dunia 1986 di Meksiko.

Bersama Pelatih Jose Faria, Vieira mengantarkan Maroko menjadi juara Grup F bersama Inggris, Polandia, dan Portugal. Langkah Maroko terhenti di putaran kedua setelah kalah 0-1 dari Jerman Barat yang saat itu menjadi runner-up. "Pengembaraannya" di Maroko pula yang membuat Vieira menjadi Muslim.

Karier kepelatihan Vieira berlanjut di Kuwait tahun 1999 sewaktu sukses memimpin Al Qadisiya merebut gelar juara Liga Kuwait. Setelah itu, Vieira menangani klub Ismaili (Mesir) dan tim U-20 (di bawah usia 20 tahun) Oman. Ia lalu didaulat melatih tim U-20 Malaysia sebelum kembali ke Oman, mengantar klub Al Nasr menyabet Piala Sultan Qaboos. Ia lantas hijrah ke Arab Saudi, melatih klub Al Taei, sebelum menangani Irak mulai 24 Mei 2007.

Begitu memegang kendali tim Irak, Vieira langsung memutuskan kota Amman di Jordania sebagai tempat pemusatan latihan bagi timnya mengingat kondisi keamanan di Irak yang tidak memungkinkan. Latihan di Amman ini hanya berlangsung tak lebih dari empat pekan karena pekan terakhir Juni mereka harus menghadapi uji coba di Seoul melawan Korea Selatan, sebelum laga pertama Piala Asia pada 7 Juli.

Pelatih Irak sebelum Vieira, Akram Salman, sempat menerima ancaman pembunuhan. Bagaimana perasaan Vieira terhadap teror yang mungkin dia terima?

Vieira menyatakan, ia punya misi pribadi, yakni membuat warga Irak yang terpaksa hidup dalam perang menjadi tersenyum. "Semoga misi saya tidak ditanggapi lain," katanya.

Jago strategi

Mutu kepelatihan Vieira teraktualisasi dengan keberhasilan mengantar Irak yang sebelumnya tak diunggulkan menjadi juara Piala Asia 2007. Satu yang pasti, ia jago strategi. Di penyisihan grup, misalnya, Irak sukses menundukkan Australia yang bertabur bintang dengan 3-1. Sebelumnya, Irak menahan tuan rumah Thailand yang bernafsu menang dengan skor 1-1.

Kesuksesan Irak meredam serangan Arab Saudi di laga puncak juga layak dicatat. Ini mengingat Arab Saudi merupakan tim paling produktif di Piala Asia dengan mencetak 12 gol, termasuk tiga gol ke gawang Jepang, salah satu tim yang bermain konsisten. Di final, serangan Arab Saudi digagalkan lewat marking ketat dan dibalas serangan balik cepat.

Toh, Vieira selalu merendah jika disinggung soal peluang Irak menjadi juara.

"Kami sekarang berada pada momen yang bagus. Untuk itu, kami berucap, ’Terima kasih Tuhan’. Kami coba untuk mempertahankan momen baik ini. Kami punya hak untuk bermimpi jadi juara, tetapi juga harus realistis," ujarnya saat disinggung kemungkinan Irak menjadi juara setelah dipastikan lolos ke semifinal seusai memukul Vietnam di perempat final di Bangkok.

Kemampuan lain Vieira, meningkatkan semangat bermain tim asuhannya, diakui sejumlah pemain Irak. Sebut misalnya kapten Younis Mahmoud yang sejak awal sudah berujar, "Vieira telah membuat tim Irak menjadi kuat."

Gelandang Nashat Akram menambahkan, "Tim Irak beda dengan tim di Piala Teluk, Januari lalu. Itu salah satunya karena Vieira."

Kemampuannya itu tak terlepas dari pribadi dia yang hangat, termasuk kepada wartawan yang ingin mewawancarainya.

Sukses Irak membuat tawaran bertubi-tubi datang kepadanya. Sudah ada dua tim nasional yang dikabarkan mendekati dia, yakni Korea Selatan dan Australia. Maklum, kontraknya dengan Irak selesai akhir Juli ini. Namun, Vieira belum memutuskan. Ia ingin berlibur dan menemui keluarganya di Maroko.

BIODATA
Nama: Jorvan Vieira
Lahir: Tahun 1953
Kewarganegaraan: Brasil
Pemain profesional:
1. Vasco Da Gama, Brasil
2. Botafogo, Brasil
3. Portuguese, Brasil
Pelatih profesional:
1. Vasco Da Gama
2. Botafogo
3. Portuguese
4. Qatar Sports Club, Qatar
5. Tim nasional U-20 (di bawah 20 tahun) Oman
6. Forces Armees Royales Rabat, Maroko
7. Wydad Athletic Club, Maroko
8. TAS Tihad Casablanca, Maroko
9. Ittihad de Tanger, Maroko
10. Asisten pelatih tim nasional Maroko pada Piala Dunia 1986 Meksiko
11. Al Qadisiya, Kuwait
12. Ismaili, Mesir
13. Tim nasional U-20 Oman
14. Tim nasional U-20 Malaysia
15. Al Nasr, Oman
16. Al Taei, Arab Saudi