Sang Ikon Generasi Bunga
Sabtu, 1 Maret 2008 | 02:33 WIB
Budiarto Shambazy
Tutup usianya Bangun Soegito Toekiman (61) alias Gito Rollies tanggal 28 Februari 2008 mengingatkan kembali kenangan para penggemar musik kepada ingar-bingar pop rock tahun 1960-an dan 1970-an. Tak pelak lagi Gito, yang selama beberapa tahun terakhir menjadi mubalig, merupakan salah seorang ikon ”generasi bunga” yang mungkin tak tergantikan oleh penampil generasi selanjutnya sampai saat ini.
Gito sebagai vokalis The Rollies, seperti halnya Ahmad Albar di God Bless, adalah penyanyi sekaligus penampil yang berkarakter. Sampai sekarang tak ada yang bisa menjadi imitator Gito, kenang pengamat musik Theodore KS. Gito memiliki suara yang mirip James Brown dan gemar menyanyikan lagu-lagu penyanyi berkulit hitam Amerika Serikat (AS) itu, seperti It’s A Man’s Man’s Man’s World dan Sex Machine.
Di atas panggung gayanya sebagai penampil amat eksplosif dan nyaris tanpa saingan kecuali Albar dan Ucok Harahap, sang vokalis AKA. Jika Albar dan Ucok lebih cenderung menampilkan rock keras, Gito lebih akrab dengan musik R&B, funky, dan soul. The Rollies kala itu merajai belantika musik karena menawarkan pula dukungan brass section, termasuk Gito sendiri yang merangkap sebagai peniup terompet.
The Rollies sering diidentikkan dengan Chicago atau Blood, Sweat and Tears. Band asal Bandung yang dibentuk tahun 1967 ini mengawali karier lewat cara yang unik, yakni menjadi besar berkat kontrak bermain di sebuah kelab malam di Singapura sekitar akhir 1960-an. Setelah itu mereka bahkan sempat melanglang buana ke beberapa negara Asia Tenggara, termasuk menghibur pasukan AS di Vietnam.
Embrio The Rollies lahir tahun 1965, diawali oleh Deddy Stanzah (bas), Iwan Krisnawan (drum), Delly Joko Arifin (gitar), dan Tengku Zulian Iskandar (gitar). Gito bergabung tahun 1967 dan dua tahun kemudian mereka berkelana ke Singapura. Setelah Benny Likumahua (saksofon) masuk tahun 1969, warna The Rollies mulai kentara. Mereka mematangkan brass section tahun 1970 dengan menempatkan Iskandar sebagai peniup saksofon, Gito memainkan terompet, dan Benny kebagian trombon.
Bergabung pula Raden Bonny Nurdaya sebagai gitaris merangkap vokalis, Delly ke kibor sekaligus vokalis, dan posisi Deddy serta Iwan masing-masing tetap sebagai pemetik bas dan pemain drum. ”Tujuh Serangkai” Deddy-Iwan-Delly-Iskandar-Gito-Benny-Bonny inilah yang menjadi lineup terbaik dalam lebih dari 40 tahun sejarah The Rollies yang secara resmi masih belum menyatakan membubarkan diri sampai hari ini.
Album tonggak The Rollies
The Rollies ”mencuri perhatian” media massa nasional ketika mengalami kecelakaan di Singapura. Mobil Opel Record yang mereka tumpangi masuk ke parit setelah bertabrakan dengan sebuah bus di East Coast Road tanggal 26 April 1970. Kecelakaan itu parah karena sang sopir, Mohamad Asibil, tewas seketika. Sedangkan Deddy, Benny, Iskandar, Gito, Iwan, dan Delly dirumahsakitkan.
Di Singapura itulah pada tahun 1968 The Rollies merekam sebuah album tonggak bertajuk The Rollies yang berisikan lagu James Brown, I Got You (I Feel Good), The Love of A Woman gubahan Bee Gees yang dipopulerkan oleh Samantha Sang, dan Gone Are the Songs of Yesterday, nomor karangan Phillip Goodhand-Tait yang dipopulerkan oleh band The Love Affair.
The Rollies menyuguhkan pula lagu-lagu kondang Indonesia seperti Salam Terakhir ciptaan Iwan dan Setangkai Bunga karangan Iskandar. Pada era ”kebangkitan kedua” media 1970-an The Rollies menelurkan karya- karya seperti Bimbi, Dansa Yuk Dansa ciptaan Titiek Puspa, dan Kemarau yang digubah personel lain The Rollies, Uce F Tekol.
Iwan tutup usia dalam usia yang amat muda, 27 tahun pada tahun 1974. Deddy yang keluar dari The Rollies tahun 1977 meninggal dunia Januari 2001 dalam usia 51 tahun. Kemudian menyusul Delly menghadap ilahi Oktober 2002 dalam usia 53 tahun. Pada Juli 2003 giliran Bonny wafat dalam usia 55 tahun. Dan Kamis lalu tiba giliran Gito sehingga menyisakan dua personel dari ”Tujuh Serangkai”, yakni Benny dan Iskandar.
Ketika merayakan kelulusannya dari SMA, Gito tanpa malu mengendarai motornya keliling Bandung tanpa sehelai benang pun di tubuhnya. Ia mengaku sejak remaja menjadi street fighter yang tak betah di rumah, yang akhirnya terperosok ke dunia gelap alkohol serta narkoba.
”Itulah masa jahiliah dalam lembaran kehidupan saya. Untungnya orangtua saya selalu mengajari hal-hal yang baik sehingga ketika saya berpaling dan teringat kembali pada pesan itu, saya banting setir. Menenggak minuman keras saya hentikan, bahkan sekarang merokok pun tidak,” ungkap anak ketiga Toekiman tentang masa silamnya dalam wawancara dengan penulis lepas Theodore KS beberapa tahun lalu.
Selama sekitar sepuluh tahun terakhir Gito menjadi ”orang rumahan” yang mengasuh keluarganya dengan penuh cinta kasih serta mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Hari Jumat siang kemarin jenazah Gito dikebumikan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, di bawah mendung yang menggantung tebal. Jenazahnya telah bersua langsung dengan Sang Maha Pencipta.
Selamat jalan Gito, Sang Ikon Generasi Bunga.
Sang Ikon Generasi Bunga
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG / Kompas Images
The Rollies, grup kondang era 1970-an, berkumpul lagi setelah vakum aktivitas sekitar sepuluh tahun. Dari kiri ke kanan Delly Joko Arifin, Bangun Soegito, Tengku Zulian Iskandar, Benny Likumahua, Didit Maruto, dan Uce F Tekol. Konser berlangsung 11 Oktober 2002 di Restoran Pasir Putih, Jakarta.
Sabtu, 1 Maret 2008 | 02:33 WIB
Budiarto Shambazy
Tutup usianya Bangun Soegito Toekiman (61) alias Gito Rollies tanggal 28 Februari 2008 mengingatkan kembali kenangan para penggemar musik kepada ingar-bingar pop rock tahun 1960-an dan 1970-an. Tak pelak lagi Gito, yang selama beberapa tahun terakhir menjadi mubalig, merupakan salah seorang ikon ”generasi bunga” yang mungkin tak tergantikan oleh penampil generasi selanjutnya sampai saat ini.
Gito sebagai vokalis The Rollies, seperti halnya Ahmad Albar di God Bless, adalah penyanyi sekaligus penampil yang berkarakter. Sampai sekarang tak ada yang bisa menjadi imitator Gito, kenang pengamat musik Theodore KS. Gito memiliki suara yang mirip James Brown dan gemar menyanyikan lagu-lagu penyanyi berkulit hitam Amerika Serikat (AS) itu, seperti It’s A Man’s Man’s Man’s World dan Sex Machine.
Di atas panggung gayanya sebagai penampil amat eksplosif dan nyaris tanpa saingan kecuali Albar dan Ucok Harahap, sang vokalis AKA. Jika Albar dan Ucok lebih cenderung menampilkan rock keras, Gito lebih akrab dengan musik R&B, funky, dan soul. The Rollies kala itu merajai belantika musik karena menawarkan pula dukungan brass section, termasuk Gito sendiri yang merangkap sebagai peniup terompet.
The Rollies sering diidentikkan dengan Chicago atau Blood, Sweat and Tears. Band asal Bandung yang dibentuk tahun 1967 ini mengawali karier lewat cara yang unik, yakni menjadi besar berkat kontrak bermain di sebuah kelab malam di Singapura sekitar akhir 1960-an. Setelah itu mereka bahkan sempat melanglang buana ke beberapa negara Asia Tenggara, termasuk menghibur pasukan AS di Vietnam.
Embrio The Rollies lahir tahun 1965, diawali oleh Deddy Stanzah (bas), Iwan Krisnawan (drum), Delly Joko Arifin (gitar), dan Tengku Zulian Iskandar (gitar). Gito bergabung tahun 1967 dan dua tahun kemudian mereka berkelana ke Singapura. Setelah Benny Likumahua (saksofon) masuk tahun 1969, warna The Rollies mulai kentara. Mereka mematangkan brass section tahun 1970 dengan menempatkan Iskandar sebagai peniup saksofon, Gito memainkan terompet, dan Benny kebagian trombon.
Bergabung pula Raden Bonny Nurdaya sebagai gitaris merangkap vokalis, Delly ke kibor sekaligus vokalis, dan posisi Deddy serta Iwan masing-masing tetap sebagai pemetik bas dan pemain drum. ”Tujuh Serangkai” Deddy-Iwan-Delly-Iskandar-Gito-Benny-Bonny inilah yang menjadi lineup terbaik dalam lebih dari 40 tahun sejarah The Rollies yang secara resmi masih belum menyatakan membubarkan diri sampai hari ini.
Album tonggak The Rollies
The Rollies ”mencuri perhatian” media massa nasional ketika mengalami kecelakaan di Singapura. Mobil Opel Record yang mereka tumpangi masuk ke parit setelah bertabrakan dengan sebuah bus di East Coast Road tanggal 26 April 1970. Kecelakaan itu parah karena sang sopir, Mohamad Asibil, tewas seketika. Sedangkan Deddy, Benny, Iskandar, Gito, Iwan, dan Delly dirumahsakitkan.
Di Singapura itulah pada tahun 1968 The Rollies merekam sebuah album tonggak bertajuk The Rollies yang berisikan lagu James Brown, I Got You (I Feel Good), The Love of A Woman gubahan Bee Gees yang dipopulerkan oleh Samantha Sang, dan Gone Are the Songs of Yesterday, nomor karangan Phillip Goodhand-Tait yang dipopulerkan oleh band The Love Affair.
The Rollies menyuguhkan pula lagu-lagu kondang Indonesia seperti Salam Terakhir ciptaan Iwan dan Setangkai Bunga karangan Iskandar. Pada era ”kebangkitan kedua” media 1970-an The Rollies menelurkan karya- karya seperti Bimbi, Dansa Yuk Dansa ciptaan Titiek Puspa, dan Kemarau yang digubah personel lain The Rollies, Uce F Tekol.
Iwan tutup usia dalam usia yang amat muda, 27 tahun pada tahun 1974. Deddy yang keluar dari The Rollies tahun 1977 meninggal dunia Januari 2001 dalam usia 51 tahun. Kemudian menyusul Delly menghadap ilahi Oktober 2002 dalam usia 53 tahun. Pada Juli 2003 giliran Bonny wafat dalam usia 55 tahun. Dan Kamis lalu tiba giliran Gito sehingga menyisakan dua personel dari ”Tujuh Serangkai”, yakni Benny dan Iskandar.
Ketika merayakan kelulusannya dari SMA, Gito tanpa malu mengendarai motornya keliling Bandung tanpa sehelai benang pun di tubuhnya. Ia mengaku sejak remaja menjadi street fighter yang tak betah di rumah, yang akhirnya terperosok ke dunia gelap alkohol serta narkoba.
”Itulah masa jahiliah dalam lembaran kehidupan saya. Untungnya orangtua saya selalu mengajari hal-hal yang baik sehingga ketika saya berpaling dan teringat kembali pada pesan itu, saya banting setir. Menenggak minuman keras saya hentikan, bahkan sekarang merokok pun tidak,” ungkap anak ketiga Toekiman tentang masa silamnya dalam wawancara dengan penulis lepas Theodore KS beberapa tahun lalu.
Selama sekitar sepuluh tahun terakhir Gito menjadi ”orang rumahan” yang mengasuh keluarganya dengan penuh cinta kasih serta mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Hari Jumat siang kemarin jenazah Gito dikebumikan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, di bawah mendung yang menggantung tebal. Jenazahnya telah bersua langsung dengan Sang Maha Pencipta.
Selamat jalan Gito, Sang Ikon Generasi Bunga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar