Kamis, 11 September 2008

Pujian Amerika, Senyuman Musdah Mulia

Hidayatullah.com—Meronalah wajah Siti Musdah Muliah. Ia mengaku terperanjat mendengar namanya disebut-sebut Amerika. Bukan apa-apa, siapa tak kenal Amerika? Kampiun demokrasi, sang polisi dunia yang sangat ternama.

“Saya hanya diberi waktu satu hari untuk mengurus visa dan berbenah sebelum terbang ke Amerika," ujarnya dikutip Antara di Washington DC, sesaat sebelum menerima penghargaan dari Menteri Luar Negeri Amerika, Condoleezza Rice.

Senang dan terkejut mungkin campur jadi satu. Apalagi ketika kedutaan Amerika Serikat di Jakarta menghubunginya dan mengatakan, dirinya dianggap terpilih menjadi satu-satunya wanita di Indonesia yang mendapatkan penghargaan dari Amerika Serikat.

Ia, katanya dianggap sukses menyuarakan, membela dan mengembalikan hak perempuan di mata agama dengan cara melakukan 'pembaruan hukum Islam' –termasuk-- undang-undang perkawinan.

Karena itulah, pada Hari Perempuan Dunia tanggal 8 Maret kemarin, Musdah menerima penghargaan International Women of Courage dari Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice di kantor kementerian luar negeri Amerika Serikat (AS), Washington.

Tapi Musdah bukan satu-satunya penerima penghargaan. Masih banyak wanita lain menerimanya. Diantaranya dari kawasan Asia Pasifik. Ada yang dari Zimbabwe, Latvia, Arab Saudi, Argentina, Maladewa, dua orang dari Afganistan, dan dua dari Iraq.

Penghargaan tahunan tersebut pertama kali diberikan pemerintah Amerika Serikat kepada perempuan dunia. Katanya, 'yang dianggap berani membuat perubahan demi kemajuan perempuan di negaranya'.

Musdah, adalah salah satua dari 100 wanita yang terpilih dari 100 nama yang diusulkan di seluruh dunia. "Saya hanya ingin mengembalikan prinsip Islam, yang humanis dan ramah terhadap perempuan," kata Musdah seolah merendah.

Dalam pidato sambutannya, Condoleezza Rice mengatakan, perjuangan untuk mendapatkan kesetaraan jender tidak mudah. Negara demokrasi, seperti, Amerika Serikat pun, membutuhkan waktu lebih dari 130 tahun untuk memberikan hak pilih bagi perempuan.

Bergerilya

Siti Musdah Mulia adalah salah satu tokoh Islam Liberal yang pernah bikin heboh di Indonesia ketika mengusulkan counter legal draft Kompilasi Hukum Islam (CLD-KHI) sekitar tahun 2004.

Counter Legal Draft (CLD) Kompilasi Hukum Islam ini dinilai banyak kaum Muslim 'melabrak' pemahaman tentang hukum perkawinan, waris, dan wakaf dalam Islam.

Diantara teks-teks krusial yang diusulan Tim Musdah Mulia ketika itu antara lain; disebutkan bahwa pernikahan bukan ibadah, perempuan boleh menikahkan dirinya sendiri, poligami haram, boleh nikah beda agama, boleh kawin kontrak, ijab kabul bukan rukun nikah dan anak kecil bebas memilih agamanya sendiri. Pendekatan gender, pluralisme, HAM dan demokrasi bukanlah pendekatan hukum Islam.

Tentu saja bukan sepi masalah. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebut draft ini sebagai bid’ah (penyimpangan) dan taghyir (perubahan) dari hukum Islam. MUI menyebut CLD-KHI sebagai upaya memanipulasi nash-nash Al-Qur’an.

Tak urung, kasus ini membuat Menteri Agama saat itu, Prof. DR. H. Said Agiel Al Munawar, menyampaikan teguran keras kepada Tim Penulis Pembaruan Hukum Islam, melalui suratnya tanggal 12 Oktober 2004, No.: MA/271/2004, untuk tidak lagi mengulangi mengadakan seminar atau kegiatan serupa dengan mengatasnamakan tim Departemen Agama dan semua Draft CLD-KHI agar diserahkan kepada Menteri Agama RI.

Bahkan Menteri Agama RI yang baru, Maftuh Basyuni langsung membatalkan CLD-KHI pada tanggal 14 Februari 2005. Dan Siti Musdah Mulia sebagai Ketua Tim Penyusun CLD-KHI dilarang pemerintah menyebarluaskan gagasannya.

Berhentikah Musdah? Tentu saja tidak. Ia bersama kawan-kawannya yang se ide–tentu saja dibantu The Asia Foundation lembaga donasi dari Amerika yang sering mendukung gagasan liberalisme-- terus mengasongkan gagasannya. Ia bahkan muncul kembali bersama para penulis buku Fiqih Lintas Agama. Yang oleh sebagian kaum Muslim dianggap banyak membuang makna teks dan menggunakan aspek konteks secara amburadul.

Dengan pujian Amerika yang baru saja ia sandang, nampaknya menjadi spirit baru Musdah untuk terus bergerilya. Walau, ia sesungguhnya tau, dampaknya, ia harus berhadapan dengan kaum Muslim di Negerinya sendiri.

"Pemahaman saya sering dicap terlalu kebarat-baratan dan saya tidak akan terkejut, sekembali dari Amerika Serikat, saya akan dicap sebagai antek Amerika," kata Musdah seolah telah siap dengan segala resikonya.

Tenar Setelah “Menghujat”

Kasus Musdah Mulia bukanlah hal baru. Khususnya Amerika dan Barat, pujian-pujian serupa ibarat permen yang akan terus diberikan disaat dibutuhkan.

Sebelum Musdah, ada nama Salman Rusdie dengan The Satanic Verses nya. Juga Irshad Manji, seorang warga Muslim asal Kanada yang kini tinggal di Belanda. Namanya begitu tenar setelah gagasannya yang mengatakan, cendekiawan Barat seharusnya tidak takut lagi mengkritik Islam.

Irsyad Manji adalah seorang aktivis yang juga penganut lesbianisme. Manji begitu tenar dan dipuja sebagai pahlawan di dunia Barat karena kritik agresif mereka terhadap Islam. Meski Manji begitu menyakit perasaan kaumnya sendiri, di dunia Muslim.

Bagi pers asing, Manji dianggap ‘seorang provokator berjalan untuk Islam tradisional’. Tahun 2003 ia mempublikasikan bukunya "The Trouble with Islam Today". Isinya banyak menghujat Islam.

Sebelumnya ada nama Nasr Hamid Abu Zayd, intelektual muslim asal Mesir. Nasr Hamid Abu Zayd adalah pemikir liberal Mesir yang dihukumi 'murtad' oleh 2000 ulama Mesir atas beberapa pemikirannya yang cukup berbahaya. Ia kemudian lari di tampung di Negeri Belanda. Di sana, ia kemudian diberi puja-puji. Dan semakin liarlah pemikirannya.

Tapi itu hanya permulaan, kata cendekiawan Muslim Adian Husaini. Sebab, masih akan banyak nama yang akan menerima penghargaan oleh Amerika dan Barat di masa depan. Mengutip pepatah Arab, Adian mengatakan, “Khaalif, tu’raf!.” Jika ingin terkenal, gampang saja. Berfikirlah nyleneh!. Nah, boleh jadi Amerika juga akan mengundang Inul sebagaimana Musdah Mulia. [cholis akbar/hidayatullah.com]

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Bagaimana sebaiknya kita menyikapi setiap pandangan yg berbeda, bagaimana pula harus menjelaskan arah modernitas.. menuju ke lurusnya hakikian ilahi atau memang jalanNYA menuju ke arah kiamat... Pujian manusia hanya bergema sesaat.. apalagi pujian yg bernuansa kental oleh nafsu duniawi... bukan begitu bu??

Unknown mengatakan...

sungguh bu musdah begitu bodoh dalam kepandaiannya sebagai seorang pofessor yang dijadikan alat oleh musuh islam untuk menghancukan agama dien ini. semoga ALLAH swt menuunkan azab untuk orang orang yang ingin menghancurkan islam ini
...

senja menggila mengatakan...

"...dihukumi 'murtad' oleh 2000 ulama Mesir...

dua ribu? banyak banget itu, ulama dari mana saja. informasinya supaya dilengkapi ya... hehe

Unknown mengatakan...

musdah mulia ini sudah kehilangan akal sehat karena tuhannya sudah di ganti sama dollar amerika. begitu murah harga keimanan perempuan yang tidak mulia ini.demi dollar kaum yahudi dia rela menjadi calon ahli neraka dan budak iblis kaum yahudi. perempuan seperti ini tidak patut menyandang gelar professor karena sebenarnya kecerdasannya cuma dibawah monyet.