Rabu, 16 Juli 2008

Sutrisno Bachir

Berusaha Menjadi yang Terbaik

indosiar.com - Kali ini dia tidak berdiri sendirian. Bersama Sekertaris Jenderal partainya Zulkifil Hasan dan seluruh kader di 470 DPD PAN yang dipimpinnya, berusaha membantu masyarakat dengan mendirikan koperasi bantuan modal. Tujuannya tentu saja bukan saja untuk konstituen partainya saja, tapi juga untuk masyarakat yang ada di sekitarnya.

Baginya kerja sosial itu tidak perlu di lakukan dengan 'menggembar-gemborkan' di media atau pada setiap kesempatan. Cukup banyak bekerja ada hasilnya tapi sedikit bicara orang memahaminya itu moto yang selalu dipegangnya.

Karenanya ketika ada kabar yang menyebut Soetrisno Bachir adalah tokoh partai yang tidak pernah berbuat apa apa bagi rakyat dibantahnya dengan keras. Sebagai Ketua Umum DPP PAN Soetrisno Bachir berkewajiban untuk membesarkan partai yang dipimpinnya. Kesejahteraan dan kepentingan organisasi dan kadernya tetap menjadi perhatian khusus.

“Hak orang lain kalau yang baik itu dibilang jahat atau yang jahat dibilang baik. Kita kembalikan saja kepada Tuhan. Yang pasti saat ini saya sedang melakukan Safari Kebangsaan,” kata Soetrisno yang sedang berada di sebuah daerah di Jawa Barat ketika berkomunikasi melalui telepon.

Dalam program sosialnya itu pria kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah 51 tahun lalu ini telah menyambangi wilayah Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Barat, menyusul Jawa Timur. Tidak sekedar kunjung, “Setiap mengunjungi pasar saya berikan modal Rp50 juta untuk buat koperasi. Sekarang sudah sekitar 20 pasar yang saya kunjungi, yang penting ekonomi rakyat berjalan terus. Tapi, masa setiap saya buat seperti itu harus ngomong-ngomong,” cetus Soetrisno.

Pria kelahiran Pekalongan 10 April 1957, ini berasal dari keluarga Muhammadiyah yang cukup dekat dengan kalangan nahdliyin. Dari ayahnya, dia mewarisi nilai keagamaan dan naluri kewirausahaan. Ayahnya seorang pedagang yang taat beragama

Ia banyak menghabiskan waktunya di sekitar Pekalongan. Ia menamatkan pendidikan Sekolah Dasar (SD) 1969, SLTP 1972 dan SLTA 1975 semuanya di Pekalongan. Sempat kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, namun tak sampai selesai. Dia kembali ke Pekalongan untuk menyelesaikan pendidikan S-1 di Fakultas Ekonomi Universitas Pekalongan (Unika), Jawa Tengah.

Ia adalah suami bagi Anita Rosana Dewi, dinikahi tahun 1989, dan ayah bagi empat orang anak maisng-masing Meisa Prasati, Layaliya Nadia Putri, Maisara Putri, dan Muhammad Izzam. Tiga diantara mereka study di Singapura.

Menurut penuturan Ali Akbar dalam bukunya tentang Soetrisno Bachir, SB merupakan sosok yang sangat dekat dengan anak-anaknya, hal ini digambarkannya ketika Ali Akbar sedang melakukan pengambilan gambar SB dan keluarga untuk bukunya, SB seperti tidak ada jarak, kecuali soal usia semata, dengan Izzan putranya ketika berdialog, mereka bisa berdialog tentang apa saja, dan sang ayah berusaha menyelaraskan obrolannya dengan nalar sang putra.

Sutrisno Bachir dan PAN (Bertekad Jadikan PAN Terdepan)

Pendiri Grup Sabira ini terpilih menjadi Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) periode 2005-2010 menggantikan Amien Rais. Dia terpilih melalaui voting yang alot dalam Kongres PAN ke-2 di Semarang, 10 April 2005, bertepatan hari ulang tahun kelahirannya yang ke-48. Pria berjiwa ‘keumatan-kebangsaan’ ini bertekad menjadikan PAN terdepan, ikhlas dan amanah.

Pengusaha ini terbilang masih hijau dalam dunia politik. Dia mengaku bukan ‘orang politik’ melainkan seorang profesional. Namun bila profesionalitas memang diperlukan untuk mengembangkan PAN menjadi partai berpengaruh, ia menyatakan siap menjalankan amanah itu dengan seluruh kemampuan dan keterbatasannya.

Sutrisno yang akrab disebut sebagai “SB” ini menjanjikan akan berusaha meraih 100 kursi DPR untuk Pemilu 2009, dan memenangi 10 persen pemilihan kepala daerah.
“Pilihlah saya bukan karena dekat dengan Amien Rais, tapi karena saya ingin meneruskan perjuangannya,” ujar Bachir, lalu disambut tepuk tangan ramai para pendukung.

Pengusaha dan Aktivis

Dari kecil hngga tumbuh besar Soetrisno Bachir berada di lingkungan keluarga usaha, mendidiknya membentuk karakter sebagai sebagai pengusaha.Sepanjang tahun 1976 hingga 1980 ia aktif menggeluti usaha batik. Lalu, ia bersama kakaknya Kamaluddin Bachir sejak 1981 mulai mengibarkan bendera bisnis Grup Ika Muda, kini menaungi tak kurang 14 badan usaha perseroan terbatas. Grup itu bergerak di bidang budidaya udang, properti (realestat), ekspor-impor, rotan, peternakan dan media massa.
Sutrisno kemudian mengembangkan bisnis sendiri melalui Grup Sabira, induk bagi 10 perusahaan yang bergerak di bidang keuangan atau investasi, perdagangan, konstruksi, properti, ekspor impor, pelabuhan, dan agrobisnis.

Soetrisno memang lahir dan besar di tengah-tengah keluarga pedagang di Pekalongan, Jawa Tengah. Ia adalah pedagang sekaligus aktivis organisasi. Anggota Majelis Ekonomi PP Muhammadiyah ini adalah aktivis organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Ia juga aktivis di sejumlah organisasi profesi bisnis, misalnya sebagai tokoh dan pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Kadin, hingga Real Estate Indonesia (REI).

Simbiose citra sebagai pedagang dan aktivis selalu melekat dalam diri Sutrisno Bachir. Ia banyak menyumbangkan materi hasil berdagang ke berbagai organisasi sosial keagamaan. Ketika Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) lahir ia memberikan banyak dukungan. Demikian pula di lingkungan HMI, Muhammadiyah, serta PII dalam 25 tahun terakhir sangat mengenal Sutrisno sebagai penyumbang yang dermawan.

Setiap organisasi sosial keagamaan, kalau memerlukan dukungan finansial, dan lalu menemui ayah empat orang anak ini, sepanjang rencana kegiatannya bermanfaat jelas maka dijamin pasti tidak akan pulang dengan tangan hampa.

Keringanan tangan menyumbang itulah yang ‘memperkenalkan’ Sutrisno Bachir dengan sosok Amien Rais. Apalagi, ia mendapat amanah dari ibunya Latifah Djahrie yang berpesan untuk bantu Pak Amien. “Ibu saya berpesan agar saya selalu membantu Pak Amien,” ujar Sutrisno.

Sejak tahun 1998 kendati bisnisnya sedang dihantam badai krisis ia tetap komit menuruti perintah ibunya. Ia sangat percaya, bila kita sering membantu yang lain Allah akan membalas berlipat-lipat. “Saya sering membuktikan hal itu,” kata Sutrisno Bachir yang sangat hormat kepada ibunya.

Ia yakin kesuksesannya sebagai pengusaha tidak lepas dari restu ibu. Ia ingat persis hadits Nabi, bahwa ridho Allah adalah ridho orangtua. Ia juga mengamini hadits lain, yang telah menjadi semacam ungkapan klasik keagamaan, bahwa ‘surga berada di bawah telapak kaki ibu’. Sabda Rasul Muhammad SAW di atas bukanlah sekadar rangkaian kata-kata namun nyata terbukti dalam kehidupan Sutrisno sehari-hari.

‘Romantisme’ politik antara Amien Rais dan Sutrisno Bachir sudah berlangsung lama. Amien Rais menyebutkan Sutrisno selalu berada di sampingnya untuk memberikan dukungan. Sejak PAN lahir 1998 termasuk selama kampanye Pemilu 1999, walau bukan sebagai pengurus Sutrisno aktif memberikan bantuan financial.

Ingin bergerak lebih luas.

Panggilan hati Sutrisno terjun ke politik praktis dengan sasaran sebagai ketua umum PAN, selain karena ingat pesan Ibu juga karena nalurinya sebagai pengusaha tak ingin hanya bergerak pada tataran wacana semata. Dia yakin partai modern tidak bisa ditegakkan hanya dengan wacana.

Sukses partai pada masa depan tidak cukup ditopang popularitas pemimpinnya, maupun banyaknya pernyataan yang dikutip media. Partai modern memerlukan kerja nyata yang sistematis, yang mampu memahami secara detail kebutuhan masyarakat. Karena itu PAN harus mampu menempatkan kader-kader terbaiknya dalam jumlah memadai, baik dalam legislatif maupun eksekutif. Dan, hal itu tidak bisa dibangun hanya dengan popularitas tapi harus dengan kerja keras.

Ia memasuki gelanggang politik bukan sebagai orang politik atau politisi, namun murni profesional yang kemudian berpolitik. Ia melihat profesionalitas memang diperlukan untuk mengembangkan PAN menjadi partai berpengaruh, dan ia sudah siap untuk menjalankan amanah itu dengan seluruh kemampuan dan keterbatasannya.
Sutrisno lalu menerjemahkan keinginannya membesarkan dan memodernkan PAN pada empat pokok garis perjuangan. Yakni, partai dan pemenangan pemilu, pengaderan yang andal, partai yang dicintai rakyat, serta membangun organisasi PAN yang modern. Garis perjuangan itu dia operasionalkan lagi ke dalam sejumlah program.

Program-program itu, penataan sistem kerja partai, pengembangan sistem informasi kepartaian, pelatihan-pelatihan kader dan pengurus, pengembangan kapasitas DPP, DPC, DPD sebagai ujung tombak partai, serta membangun dan mengukuhkan citra sebagai (satu-satunya) partai modern di Indonesia.

Kuatnya visi Sutrisno Bachir membangun PAN menjadi partai modern membuatnya tetap menolak anggapan seolah-olah kader partai haruslah dari kalangan pebisnis. Ia hanya berprinsip, bila partai ingin bisa membiayai sendiri maka PAN harus mau membesarkan pengusaha. Bila ada sepuluh persen saja dari pengurus partai pengusaha, maka jumlah itu sudah cukup untuk membiayai suatu partai. Dengan konsep yang dimiliki, Sutrisno Bachir sudah siap melaksanakan target untuk meraih 100 kursi DPR pada Pemilu 2009, dan memenangkan 10 persen Pilkada.(Her/Berbagai

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Hidup adalah perbuatan bejad...
dulu membohongi Gusti randa..
sekarang rabiah...
dulu meniduri ia paramitha..
sekarang cari gebetan artis2 baru...