Rabu, 02 Juli 2008

Fernando Torres, "El Nino" Penentu Mahkota Spanyol



GETTY IMAGES/JASPER JUINEN / Kompas Images
Fernando Torres
Selasa, 1 Juli 2008 | 03:00 WIB

Mh Samsul Hadi

”Ini bukan hanya pesta kemenangan Spanyol. Ini juga pesta untuk dunia sepak bola. Ini kemenangan berkat kesatuan tim (Spanyol). Musim ini fantastis bagi saya, di Liverpool maupun tim nasional. Saya masih menginginkan banyak gelar lagi. Saya ingin menjadi yang terbaik di Eropa.” (Fernando Torres, Vienna, 29 Juni 2008)

Kata-kata itu mengalir lancar dari bibir striker Spanyol, Fernando Torres, di hadapan lebih dari 100 wartawan dalam jumpa pers seusai kemenangan Spanyol atas Jerman, 1-0, pada final Piala Eropa 2008 di Stadion Ernst Happel, Vienna, Austria, Minggu (29/6) atau Senin dini hari WIB. Torres, yang dijuluki ”El Nino” (Si Bocah) berkat wajahnya yang kekanak-kanakan dan innocent, penentu kemenangan Spanyol lewat golnya di menit ke-33.

Berkat gol itu, Spanyol menjadi juara Eropa dan mengakhiri paceklik gelar yang merajam sepak bola negeri itu selama 44 tahun. Kegembiraan dan kebanggaan Torres tak terwakili oleh kata-kata yang dia ucapkan dalam bahasa Spanyol dan Inggris malam itu.

Ia mengaku, masuk skuad timnas sudah hal yang istimewa baginya, apalagi mencetak gol penentu gelar bersejarah bagi negaranya. Di saat semua pemain Spanyol lain meluapkan pesta kegembiraan dengan trofi Henri Delaunay yang mereka peluk dan cium secara bergantian, Torres tak pernah melepaskan diri dari balutan bendera Spanyol.

Seorang relawan berusaha meminta bendera itu, tetapi Torres tak mau melepas bendera tersebut hingga ia menerima trofi pemain terbaik final di ruang jumpa pers. Trofi itu ia terima dan ia balut dengan bendera Spanyol.

”Sungguh sebuah kehormatan bisa memperkuat timnas. Ini momentum paling indah dalam hidup saya. Begitu banyak orang yang ikut bergembira dalam momentum ini,” papar Torres. ”Ini bukan hanya pesta kemenangan Spanyol. Ini juga pesta dunia sepak bola.”

Awal yang sulit

Gol Torres di partai final— yang disebut-sebut sebagai salah satu gol terbaik sepanjang Piala Eropa 2008—dari segi artistik dan keindahannya menjadi klimaks dari seluruh penampilannya di turnamen ini. Melihat rekannya, Xavi Hernandez, akan menyodorkan umpan terobosan, ia melesat berlari kencang setengah zig-zag untuk melampaui bek Jerman, Philipp Lahm.

Hanya dalam hitungan detik sebelum bola digapai kiper Jens Lehmann, Torres lebih cepat menyontek bola yang kemudian bergulir pelan ke gawang Jerman. Sebuah gol yang diciptakan hanya oleh pemain bola dengan insting gol dan kecepatan tinggi. Sebuah gol tipikal striker-striker kelas dunia.

Sebelum tampil di final, Torres dinilai kurang meyakinkan. Sebelum final, ia hanya mengoleksi satu gol. Namanya tenggelam dan tertutup oleh bomber-bomber lainnya, seperti rekan setimnya, David Villa (top scorer dengan empat gol), Roman Pavlyuchenko (Rusia, tiga gol), Lukas Podolski (Jerman, tiga gol), Andrei Arshavin (Rusia, dua gol), dan bahkan Semih Senturk (Turki, tiga gol).

Saat Spanyol melibas Rusia 4-1 di penyisihan grup, ia ditarik keluar dan diberitakan frustrasi sehingga menolak bersalaman dengan pelatihnya, Luis Aragones.

”Dia (Aragones) figur seperti ayah. Dia sosok yang sangat penting bagi sukses kami. Berkat dia, tim ini bermain bagus. Dia pria yang fantastis dalam sejarah sepak bola Spanyol,” tutur Torres saat ditanya peran Aragones.

Dia dinilai banyak kalangan tampil kurang meyakinkan di Euro 2008, berbeda jauh dengan kehebatannya di Liverpool musim ini (33 gol pada musim pertamanya di klub itu). Beberapa kali ia gagal menuntaskan peluang yang dalam standar permainan dia seharusnya membuahkan gol.

Pada awal penampilannya di turnamen ini, Torres lebih berperan sebagai pengumpan ketimbang penuntas serangan. Ini diakui David Villa, rekannya yang mencetak hat trick melawan Rusia di penyisihan. Ketika namanya melambung berkat hat trick itu, Villa menyebut itu berkat jasa Torres yang memberi dua umpan matang.

Di tengah penampilannya yang tak stabil itu, Torres tetap dianggap pemain berbahaya yang selalu menebar teror di kotak penalti lawan.

”Torres sangat berbahaya, terutama jika membawa bola. Dia memiliki kecepatan yang luar biasa,” ujar Joachim Loew, Pelatih Jerman.

”Kecepatan adalah kelebihannya. Dia juga sangat bertenaga, berani dalam duel, dan sempurna,” tambah Andy Roxburgh, Direktur Teknik UEFA, yang bersama delapan pengamat bola lainnya memasukkan Torres dalam Tim Bintang Piala Eropa 2008.

Dalam bentuk permainan yang di bawah standarnya pun, Torres masih dianggap berbahaya. Apalagi jika ia tampil dalam penampilan terbaik.

Sehari menjelang partai final yang tidak akan dihadiri David Villa yang cedera, Torres berjanji kepada wartawan untuk mencetak gol. Dia menepati janji itu. Gol tersebut adalah gol ke-17 yang dicetak Torres dari 54 penampilan timnas senior.

”Saya gembira bisa mencetak gol. Tugas striker adalah mencetak gol. Saya gembira bisa melaksanakan tugas itu,” ujar pemain berusia 24 tahun itu.

Mimpi ke depan

Bagi Torres, gelar juara Eropa saat ini adalah gelar pertamanya bersama timnas senior di turnamen besar, walaupun itu bukan hal baru baginya pada level yunior. Ia, misalnya, mencetak gol penalti yang memenangkan Spanyol 1-0 atas Perancis di final Kejuaraan Eropa di Bawah Usia 16 Tahun (U-16) pada 2001.

Dua belas bulan kemudian ia kembali mencetak gol tunggal kemenangan Spanyol 1-0 atas Jerman pada final Kejuaraan Eropa di Bawah Usia 19 Tahun (U-19).

”Namun, (Piala Eropa) ini gelar terpenting setelah Piala Dunia. Saya akan menikmati kemenangan ini. Mimpi itu telah menjadi kenyataan. Ini gelar pertama kami. Saya masih menginginkan banyak gelar lagi. Kami kini ambisius untuk menghadapi Piala Dunia,” papar Torres.

Penampilan cemerlang Torres di partai pamungkas Piala Eropa 2008 itu dipastikan semakin menguatkan tekad klubnya, Liverpool, untuk mempertahankan posisi dia di Anfield. Torres diboyong Liverpool dari Atletico Madrid musim 2007-2008 dengan transfer 20 juta poundsterling (sekitar Rp 340 miliar), angka transfer termahal dalam sejarah Liverpool.

Ia membayar lunas harga mahal itu dengan memberi Liverpool 24 gol di ajang Liga Primer musim ini. Sebuah rekor gol bagi pemain asing dalam musim pertamanya di kompetisi Liga Inggris. Dengan koleksi gol itu, dia menjadi pemain Liverpool pertama yang mengoleksi lebih dari 20 gol setelah Robbie Fowler pada musim 1995-1996.

Total gol yang diberikan Torres untuk Liverpool dalam semua kompetisi musim ini adalah 33 gol, melebihi prestasi mantan ikon klub itu, Michael Owen, dalam mengoleksi gol satu musim. Chelsea dikabarkan ngebet untuk memiliki Torres dengan tawaran harga yang berlipat ganda, 50 juta poundsterling (sekitar Rp 850 miliar).

Namun, dengan penampilan cemerlangnya dalam final Piala Eropa 2008, hanya klub bodoh yang mau menjual Torres.

”Ini musim fantastis bagi saya, di Liverpool maupun tim nasional. Saya masih menginginkan banyak gelar lagi. Saya ingin menjadi yang terbaik di Eropa,” demikian tekad Torres.

(Mh Samsul Hadi, dari Vienna, Austria)

Tidak ada komentar: