Rabu, 02 Januari 2008

Erry Firmansyah, Masih Punya Banyak PR


Joice Tauris Santi

Rabu (2/1) ini merupakan hari perdana perdagangan saham Bursa Efek Indonesia tahun 2008. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan membuka perdagangan saham perdana itu.

Seremoni mengundang para pejabat negara ke lantai bursa sudah dimulai sejak 2004 dengan kunjungan Presiden Megawati Soekarnoputri untuk menyaksikan langsung pembukaan perdagangan perdana saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), yang sebelumnya bernama Bursa Efek Jakarta (BEJ).

Pembukaan kali ini lebih istimewa karena merupakan perdagangan perdana bursa baru. BEI merupakan penggabungan Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya dan baru efektif awal Desember 2007. Pada hari ini juga akan diresmikan logo baru dari bursa baru itu, yang merupakan hasil dari 4.000 usulan logo.

Salah seorang yang turut membidani lahirnya bursa baru adalah Erry Firmansyah, Direktur Utama BEJ dan saat ini menjabat Direktur Utama BEI. "Bursa baru ini lebih banyak tantangannya karena lebih banyak produk. Lihat rambut putih saya, rasanya bertambah banyak," ujarnya.

Produk BEI lebih banyak karena memang kedua bursa memiliki "barang dagangan" berbeda. BEJ dengan sahamnya dan BES dengan obligasinya. Ayah dari dua anak ini mengatakan, kesibukannya itu membuatnya sudah satu tahun tidak dapat menyalurkan hobi memancing di laut lepas.

Penggabungan kedua produk utama bursa serta peningkatan harga saham dan obligasi sepanjang tahun 2007 menggelembungkan kapitalisasi pasar bursa menjadi lebih dari Rp 2.500 triliun, jauh melebihi simpanan dana pihak ketiga perbankan yang per Agustus Rp 1.400 triliun.

Dana masyarakat sekarang lebih banyak tersedot ke pasar modal dibandingkan ke perbankan. Maklum, tingkat suku bunga tabungan dan deposito makin menciut, sementara imbal hasil di pasar modal lebih menjanjikan walaupun risikonya jauh lebih tinggi.

Bukan orang baru

Erry bukan orang baru di lingkungan pasar modal. Setelah lulus sarjana akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tahun 1981, ia sempat bekerja sebagai akuntan pada kantor akuntan Drs Hadi Sutanto. Selanjutnya pindah ke Grup Lippo dan menjadi direktur tahun 1998.

Setelah berkiprah sebagai pengurus emiten—perusahaan yang mencatatkan sahamnya di bursa—Erry kemudian menjadi regulator dari para emiten dengan menjadi Direktur Utama Kustodian Sentral Efek Indonesia.

Ajang pemilihan direksi BEJ diikutinya tahun 2002. Akhirnya, ia terpilih sebagai Dirut BEJ menggantikan Mas Achmad Daniri, hingga dua periode jabatan. Pada masa transisi bursa hasil penggabungan ini, Erry Firmansyah terpilih kembali dalam jajaran direksi pertama BEI.

Pembicaraan mengenai pasar modal juga tidak jauh dari kehidupan Erry dan keluarga besarnya. Erry bukanlah satu-satunya di keluarga Firmansyah yang menjabat sebagai direktur sebuah perusahaan.

Adiknya, Rinaldy Firmansyah, adalah Direktur Utama PT Telkom Tbk yang merupakan emiten berkapitalisasi pasar terbesar di BEI. Adiknya lagi, Evi Firmansyah, baru saja dilantik sebagai Wakil Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN).

"Selain mereka, ada kakak saya yang menjadi dosen," katanya. Beberapa tahun lalu, Telkom yang juga tercatat sahamnya di Bursa Efek New York terlambat menyampaikan laporan keuangannya, yang merupakan kewajiban emiten. "Ketika ketemu Rinaldy di rumah, saya tanya kenapa laporan keuangan bisa terlambat," ujar Erry.

Pada saat itu Rinaldy merupakan direktur keuangan Telkom. Apa juga bertanya tentang aksi korporasi?

"Wah…, tentu tidak, tidak boleh. Itu namanya insider trading," katanya. Di pasar modal ada aturan ketat yang menyatakan, pihak-pihak terafiliasi dengan emiten dan mengetahui informasi orang dalam dan menggunakan informasi tersebut untuk bertransaksi saham dapat dikenakan sanksi.

Sanksi dapat berupa pidana atau denda cukup besar, maksimal Rp 15 miliar. Pihak terafiliasi termasuk anak, istri, suami, kakak, atau adik.

Menurut Erry, tidak ada resep khusus dari orangtua yang menjadikan anak-anak dalam keluarga Firmansyah memiliki karier cemerlang. Ibunya mendidik mereka biasa saja seperti kebanyakan keluarga lainnya. "Kalau saat belajar ya harus belajar, kalau waktunya main ya boleh main," katanya.

Sang bunda, Hajjah Hasniar, yang lahir di Solok 17 April 1929, baru saja menghadap Penciptanya 12 Desember lalu pada usia 78 tahun. Erry menghabiskan masa kecilnya di daerah Jalan Ciawi, Kebayoran Baru. Ketoprak Ciragil yang tak jauh dari rumahnya merupakan makanan favoritnya.

Sebagai orang yang mengetahui seluk-beluk pasar modal, Erry juga memanfaatkan imbal hasil tinggi di pasar modal dengan berinvestasi pada reksa dana. Direksi dan karyawan BEI dan badan regulator lainnya dilarang berinvestasi langsung pada saham karena berpotensi benturan kepentingan antara fungsi sebagai regulator dan investor.

Bursa merupakan garis depan regulator yang mengetahui sepak terjang emiten, baik aksi korporasi maupun aksi buruk. "Istri saya yang mengatur investasi keluarga pada reksa dana," ujarnya. Sementara almarhumah ibunya, menurut Erry, secara konservatif berinvestasi pada emas.

Target investor

Semakin banyak keluarga yang berinvestasi di pasar modal merupakan salah satu program kerja Erry sejak ia menjabat Dirut BEJ tahun 2002. Targetnya tidak muluk-muluk, hanya 2 juta investor perorangan hingga akhir 2008.

Namun, pada kenyataannya, beberapa tahun sudah berlalu, tapi angka itu belum tercapai. Ternyata tidak mudah menjaring 2 juta orang.

Belakangan, optimisme Erry meningkat seiring banyaknya produk pasar modal yang dapat diakses investor perorangan dengan nilai minimal investasi rendah.

"Saya berani klaim, saat ini jumlah investor perorangan mencapai satu juta orang. Itu termasuk yang berinvestasi pada saham langsung, membeli obligasi melalui Obligasi Ritel Negara Indonesia (ORI), atau secara tidak langsung melalui reksa dana atau unitlink asuransi," ujarnya.

Jumlah 2 juta orang ini tentu sangat kecil jika dibanding total penduduk yang mencapai lebih dari 220 juta orang. Membaiknya kinerja pasar modal sering dituduh tidak menyumbangkan apa-apa terhadap sektor riil. Erry menampik anggapan ini.

"Orang dengan gampang bilang indeks tumbuh, tapi sektor riil tidak tumbuh. Tapi, kita lihat sekarang, berapa belanja modal Telkom, berapa belanja modal Astra. Lihat saja berapa banyak orang yang memakai hand phone, berapa banyak kios penjual pulsa menjamur. Tempat cuci motor tumbuh, bengkel juga tumbuh. Itu semua sektor riil," katanya.

Emiten di BEI hanyalah 340-an dibandingkan ribuan perusahaan yang belum masuk bursa. "Jangan dikatakan bisa langsung menunjukkan pertumbuhan sektor riil. Pertumbuhan sektor riil dari pasar modal pasti ada, tapi jika indeks tumbuh 50 persen tidak mungkin sektor riil tumbuh 50 persen juga," katanya lagi.

Tahun ini, indeks saham melesat 52 persen. Erry juga tidak ingin menggantungkan perkembangan pasar modal dengan peningkatan jumlah emiten, melainkan dengan mengeluarkan produk-produk derivatif. Pengalaman pahit sudah dirasakan, sukarnya mengembangkan produk derivatif seperti kontrak opsi saham dan indeks LQ 45 Futures.

"Ketika produk derivatif diluncurkan, perusahaan sekuritas anggota bursa awalnya memiliki komitmen. Karena saham tumbuh signifikan, sekuritas tidak mau pusing berusaha mensosialisasikan derivatif ke nasabah," keluhnya. Selain itu juga ada dikotomi bursa mana yang boleh mengeluarkan produk derivatif, BEJ atau BES.

"Sehingga kita gamang dan rebutan pasar. Akhirnya tidak 100 persen total untuk produk itu. Selain itu juga komitmen dari perusahaan efek anggota bursa serta sosialisasi yang akan kita perbaiki ke depannya," ujar Erry menyampaikan pekerjaan rumah yang harus dia selesaikan.

Biodata:

Nama: Erry Firmansyah

Tempat/Tgl Lahir: Bandung, 18 September 1955

Pendidikan formal: Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia

Riwayat pekerjaan:

- Maret 2002-sekarang: President Director Jakarta Stock Exchange

- Oktober 1998-Maret 2002: President Director Indonesian Central Securities &
Deppository

- 1995-1998: Executive Director PT Lippo Land Development

- 1993-1998: Executive Director PT Lippo Cikarang

- 1992-1997: Director PT Aon Indonesia

- 1991-1992: Senior Vice President Lippo Group

- 1990-1991: Vice President/Finance Director Lippo Group PT Lippo Land
Development

- 1985-1990: Senior Manager PT Sumarno Pabottinggi Mgt

- 1984-1985: Finance & Accounting Manager PT Dwi Satya Utama

- 1982-1984: Auditor di Drs Hadi Sutanto Office


Tidak ada komentar: