Konferensi Tingkat Tinggi Ke-13 ASEAN di Singapura menorehkan sejarah baru dengan ditandatanganinya Piagam ASEAN. Piagam ini akan mengubah wajah ASEAN dari sebuah organisasi kawasan yang "cair" menjadi institusi berbasis hukum. Lompatan ini diharapkan bisa membuat ASEAN siap menghadapi tantangan global dan tetap menjadi pemain efektif di tataran internasional.
Dian Triansyah Djani (45), yang saat ini menjabat sebagai Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN, ikut "membidani" penyusunan draf Piagam ASEAN. Ia beserta sembilan mitranya dari negara lain yang tergabung dalam Gugus Tugas Tingkat Tinggi (High Level Task Force) bertugas menyusun draf piagam berdasarkan rekomendasi, di antaranya dari Kelompok Pakar (Eminent Persons Group).
Bagi Trian, demikian nama panggilannya, terwujudnya Piagam ASEAN merupakan salah satu tonggak pencapaian dalam kariernya yang lumayan panjang di bidang diplomasi. Lahir di tengah keluarga diplomat, Trian bergabung dengan Departemen Luar Negeri tahun 1985. Ia ikut menjadi saksi kepiawaian diplomasi Indonesia dalam menyelesaikan konflik Kamboja. "Saya masih yunior ketika bertugas menjadi pencatat di Jakarta Informal Meeting I (JIM, tahun 1988). Saya bisa menyaksikan bagaimana sebuah proses perdamaian berlangsung dan bagaimana Indonesia berperan di dalamnya. Rasanya bangga," kata ayah satu anak ini.
Dalam perjalanan kariernya, Trian yang memiliki latar belakang pendidikan ekonomi banyak berperan sebagai juru runding, di antaranya sebagai juru runding perdagangan di WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) maupun sebagai ketua delegasi di ajang APEC (Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik).
Dalam sebuah kesempatan di KTT ASEAN di Singapura pertengahan November lalu, Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal menyebut Trian sebagai salah satu rising star di Deplu. "Ah, diplomasi itu merupakan kerja tim, bukan hasil kerja satu atau dua orang, Saya hanya ’sekrup’ dari keseluruhan proses," katanya merendah.
Berikut petikan percakapan dengan Trian.
Apa maknanya bahwa sekarang ASEAN memiliki legal personality?
Secara mendasar memberikan banyak kemungkinan kepada ASEAN, seperti diakuinya secara legal institusi ASEAN oleh PBB. Setelah 40 tahun menjadi asosiasi, baru tahun lalu kita menjadi observer di PBB. Kedua, kita menjadi subyek dan obyek hukum, yang berarti kontrak yang kita buat dapat dipertanggungjawabkan.
Yang membedakan juga adalah adanya penekanan pada isu demokrasi, HAM, dan tata kelola pemerintahan yang baik. Ketiga hal itu disebutkan sebanyak tiga kali (dalam piagam), dan kita pertahankan mati-matian. Juga yang membedakan adalah kita sekarang memiliki Badan HAM. Banyak yang sinis sewaktu pertama kali mendengarnya, tapi nyatanya kita berhasil. Sekarang tinggal kita isi. Tahukah Anda bahwa selama 10 tahun terakhir hanya empat negara di ASEAN yang memiliki Komnas HAM, yaitu Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand? Sekarang kita telah "melompat" memiliki Badan HAM seperti yang dimandatkan Piagam ASEAN.
Tidakkah kontradiktif, di satu sisi ASEAN mengaku memiliki legal personality, namun Piagam ASEAN tidak secara tegas mengatur mekanisme sanksi?
Bukan berarti tidak ada, tapi detailnya memang tidak ada di situ. Di piagam dikatakan, jika terjadi pelanggaran serius dalam hal ketidakpatuhan bisa dibawa ke tingkat KTT. Jadi, piagam memang tidak perlu menjelaskan secara rinci.
Dalam penyusunan piagam, pertama-tama kita sepakati sebagai dokumen yang solemn (berwibawa, tidak perlu sangat rinci). Sewaktu ASEAN berdiri, kerja sama di antara negara anggota sudah terjalin lama. Jadi, piagam ini harus menjamin bahwa kerja sama yang sudah ada tidak hilang, tapi di lain pihak piagam ini harus bisa menghadapi tantangan ke depan. Dengan demikian, harus ada keseimbangan antara yang umum dan yang rinci. Kalau terlalu rinci akan menghilangkan fleksibilitas. Begitu zaman berubah, kita tak bisa mengadopsinya.
Yang penting adalah, apakah tujuannya tercapai. Seperti dalam kasus Myanmar, dengan cara ASEAN, Myanmar dilompati kesempatannya untuk menjadi ketua sampai tiga kali. Itu menunjukkan bahwa kita ingin mereka membereskan dulu masalah dalam negerinya, sebelum mengambil kepemimpinan ASEAN.
Bagaimana otoritas institusi HAM itu nantinya?
Itu belum ditentukan, harus dibahas dulu kerangka acuannya, apakah nanti bersifat monitoring, bagaimana mekanisme pelaporannya, dan lain-lain. Tapi itu belum dibahas karena kalau sudah lebih dulu dibahas, piagam ini tidak akan jadi.
Dunia internasional terus menyoroti persoalan HAM dan tata kelola pemerintahan yang baik di kawasan ini?
Saya pikir kedua hal itu memang sedang menjadi agenda utama di dunia. Itu adalah "it things" saat ini. Kita harus mengikuti perkembangan untuk menjaga kredibilitas. Persoalannya adalah bagaimana kita menyelesaikan masalah-masalah itu.
Apakah piagam ini diyakini bisa mengantisipasi tantangan HAM di depan?
Time will tell. Ini (piagam) sebuah produk yang bagus. Banyak yang mengatakan, tak terbayangkan oleh mereka ASEAN yang masing-masing anggotanya memiliki perbedaan yang demikian besar, bisa menghasilkan konstitusi dalam waktu satu tahun. Yang kita upayakan adalah sebuah piagam yang workable (bisa dilaksanakan). Lihat saja kerja sama regional di dunia yang jumlahnya mencapai puluhan atau FTA (kerja sama perdagangan bebas) yang lebih dari 200, tapi berapa banyak yang efektif? Percaya atau tidak, dari begitu banyak organisasi di dunia ini yang dianggap berhasil adalah, pertama, Uni Eropa, kedua, ASEAN.
Uni Eropa sering dinilai lamban dan birokratis dalam pengambilan keputusan, apakah ASEAN belajar dari hal itu?
Sewaktu penyusunan itu Kelompok Pakar datang ke Brussels untuk bertukar pikiran, demikian juga kelompok Gugus Tugas. Apa yang mereka sarankan kepada kita adalah, akan sulit kalau kita betul-betul mengikuti seperti mereka. Contohnya, sampai sekarang traktat mereka bermasalah. Pesannya, jangan sampai terlalu rinci karena kita akan sulit bergerak maju. Jadi, kita belajar dari pengalaman mereka.
Mengapa kesan talkshop terhadap ASEAN masih muncul?
Kita sudah melakukan beragam sosialisasi. Namun, persoalannya kembali lagi pada apa yang menjadi fokus perhatian. Mungkin dalam beberapa tahun terakhir ini kita masih sibuk untuk bangkit dari krisis ekonomi, jadi perhatian kita masih terfokus pada isu-isu seperti demokratisasi, partisipasi politik. Contoh yang sederhana saja, pada KTT ASEAN yang lalu, isu besar seperti Piagam ASEAN dan Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN terpinggirkan oleh isu Myanmar yang menurut media mungkin lebih seksi.
Kalau ada yang bertanya apa manfaat ASEAN bagi Indonesia, bisa ditanyakan kepada anak-anak muda yang menerima beasiswa, mereka yang mengikuti pertukaran pelajar, pertukaran informasi di bidang pertanian, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Juga jangan lupa, sewaktu ada bencana Aceh dan Yogya, bantuan yang pertama kali sampai adalah dari negara-negara ASEAN. Jadi, bila ada yang mengatakan hanya talkshop, saya bertanya, betulkah mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi?
Bagaimana dengan proses ratifikasi di Indonesia?
Ini adalah piagam yang sangat baik untuk diratifikasi. Dan, hal ini sudah dikatakan Presiden RI. Semua kepentingan kita tercakup di sini. Piagam ini sangat pantas untuk diratifikasi.
Persoalan krusial apa yang harus segera ditangani Indonesia untuk bersiap menghadapi Masyarakat ASEAN?
Kita perlu meningkatkan koordinasi. Tidak cukup birokrat saja yang mempersiapkan diri, tapi juga semua pihak. Berdasarkan Deklarasi APEC tahun 1994, deregulasi ekonomi untuk negara maju dicanangkan tahun 2010 dan negara berkembang tahun 2020. Namun, ASEAN memajukannya menjadi 2015. ASEAN akan menjadi tempat pelatihan untuk menghadapi APEC dan sistem perdagangan global yang luas.
Tinggal delapan tahun ya?
Betul. Dan, itu bukan hanya menyangkut ASEAN, tapi juga komitmen terhadap APEC, WTO. Kesimpulannya, we are the master of our destiny. Bangsa ini perlu lebih optimistis, jangan selalu mengecilkan diri sendiri. Kita ini bangsa besar, kadang kita lupa memanfaatkan potensi semaksimal mungkin. Lihat data-data statistik, kita bilang kita masih lemah di bidang ekonomi, tapi data-data menunjukkan ekonomi kita membaik, pertumbuhan maupun agregatnya. Orang bilang kita akan hancur akibat krisis finansial, nyatanya kita survive. Jadi, saya optimistis.
2 komentar:
long journey and we have many achievements but many people look so pesimistic with our vision. People tend to look at its weakness than its strengts. So, keep fighting Sir for our nation. We are behind to support you. Mr. Djalal was right. You are the rising star in Deplu. I have begun to admire you since the first time I receive your lecture...
Gimana mana Cii g' Da , keuntungan didirikan ASEAN bagi indonesia !
Posting Komentar